Banyak warga mulai memanfaatkan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Masyarakat beramai-ramai mengakses layanan yang ditanggung biayanya oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) sesuai klaim kelas berapa sesuai iuran yang dibayarkan peserta.
Namun, BPJS Kesehatan sebagai lembaga penyelenggara justru menyatakan lembaganya merugi triliunan rupiah karena lebih banyak klaim daripada pemasukanya.
Sebagai lembaga yang melayani jutaan masyarakat Indonesia dan mendapat dukungan dana dari bantuan pemerintah serta iuran wajib anggota, semestinya BPJS Kesehatan mampu mendanai anggotanya.
Masyarakat mulai gelisah saat BPJS Kesehatan menyatakan merugi dan menaikkan biaya premi asuransinya. Beberapa masyarakat mengeluhkan tidak sesuainya layanan yang didapat dengan asuransi yang mereka harus bayarkan.
Ada juga masyarakat yang mengatakan kalau dengan BPJS Kesehatan mereka tidak juga sepenuhnya gratis karena beberapa obat tetap perlu dibayar karena tidak ditanggung. Dokter mengeluhkan karena rendahnya biaya layanan yang mereka dapatkan dari BPJS Kesehatan terutama di layanan primer. Masih banyak keluhan yang disampaikan yang perlu dilakukan pembenahan-pembenahan.
Sebenarnya apa yang menyebabkan BPJS Kesehatan merugi?
Sebagian besar anggaran BPJS Kesehatan untuk rumah sakit dan bersifat kuratif sehingga anggaran yang dibutuhkan menjadi sangat besar. Untuk penyakit jantung menyedot anggaran sebesar 13 persen dan gangguan ginjal menyedot anggaran 7 persen. Penyakit ini semestinya bisa dilakukan pencegahan sejak awal. Sangat kecil kuota anggaran untuk tujuan pencegahan penyakit. Misalnya untuk general check up rutin, edukasi dan promosi kesehatan di masyarakat.
Sampai kapan pun BPJS Kesehatan akan terus merugi kalau sistemnya hanya membayar premi untuk tujuan pengobatan apalagi tanpa ada batasan yang jelas. Masyarakat semestinya mendapatkan pembinaan kesehatan masyarakat sehingga mampu menjaga kesehatannya.
Mereka yang bertugas membina yakni dokter keluarga, bidan desa, puskesmas, posyandu, dan ahli kesehatan masyarakat yang memberikan promosi kesehatan. Apakah pembinaan di tingkat layanan primer ini sudah berjalan dengan baik?
Dengan mengeluarkan Perpres Nomor 19 tahun 2016 tentang jaminan kesehatan, pemerintah terlibat langsung dan bertanggung jawab terhadap pelayanan kesehatan di Indonesia. Namun permasalah kenaikan iuran masih menjadi polemik karena asas manfaat yang belum optimal didapatkan.
Pemerintah sudah melakukan subsidi kepada masyarakat miskin bahkan sudah ada Kartu Indonesia Sehat dan Indonesia Pintar. Di tingkat layanan juga harus ditunjang dengan baik agar jangan sampai pasien kelas 3 tidak mendapatkan layanan yang baik.
Semestinya setiap warga Negara Indonesia mendapatkan pelayanan kesehatan yang sama tidak dibedakan karena mereka membayar mahal atau miskin. Layanan di tingkat primer harus sama namun jika memiliki penghasilan besar silakan mengikuti asuransi penunjang lainnya sehingga dengan demikian akan ada pemerataan dan tidak diskriminasi.
Belakangan ini ada keluhan banyaknya peserta BPJS Kesehatan yang tidak membayar premi secara rutin. Hal ini justru berbahaya bagi peserta mereka dapat kehilangan haknya. Kenaikan iuran BPJS Kesehatan justru dapat memperbanyak peserta yang tidak membayar iuran terutama pekerja informal. Kemudian dilakukan sistem denda kepada peserta dan tidak bisa mengakses layanan menggunakan BPJS Kesehatan. Masalahnya bagaimana mewujudkan universal health coverage seperti yang diidam-idamkan kalau banyak warga yang tidak memiliki asuransi kesehatan nantinya.
Kalau sifatnya iuran seperti ini maka akan rentan terutama sektor informal yang sulit membayar. Belum lagi layanan kesehatan yang diakses ternyata terjadi kecurangan yang dapat merugikan pihak masyarakat maupun BPJS Kesehatan sendiri. Masyarakat yang mampu belum tentu memiliki kemauan membayar. Inilah pentingnya edukasi ke masyarakat sebelum, saat dan setelah program ini berjalan.
Kita harus mengakui masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam menjaga kesehatanya. Banyaknya bahan makanan yang tercemar, kondisi lingkungan yang tidak higienis. Perilaku hidup sehat yang tidak berjalan. Permasalahan ini harus lintas sektoral diselesaikan bukan hanya BPJS Kesehatan saja yang berperan.
Menyelesaikan masalah kesehatan masyarakat bukan saja sekadar mereka sakit kemudian mendapatkan pengobatan. Namun apakah penyebab mereka bisa sakit dan apa yang perlu dilakukan. Penyakit jantung dan ginjal yang menyedot anggaran BPJS Kesehatan sangat besar dengan mudah dapat diatasi kalau edukasi kepada masyarakat dalam menjaga kesehatan dengan berolahraga teratur dan minum air putih 8 gelas sehari dapat dikerjakan dengan baik.
BPJS Kesehatan sudah berusaha dengan sebaik-baiknya mengumpulkan, menyediakan sistem pembayaran, anggaran kesehatan untuk membantu masyarakat yang membutuhkan agar tercipta rasa keadilan. Namun pembenahan harus dilakukan secara terus-menerus. Pembinaan kepada masyarakat dalam menjaga kesehatanya juga harus terus dilakukan, kecurangan dari layanan kesehatan perlu diawasi, keluhan fasilitas kesehatan dan masyarakat perlu mendapat tanggapan.
Masyarakat harus bijak dalam mengakses layanan kesehatan. Apabila masyarakat sakit kunjungilah dokter keluarga yang dipilih. Dokter keluarga berperan besar memberikan edukasi kepada masyarakat, membina dan melakukan pengobatan primer. Apabila faskes pertama tidak mampu, bisa dirujuk ke fasilitas kesehatan kedua. Sistem ini diharapkan berjalan dengan baik sehingga rumah sakit tidak penuh dan juga masyarakat mendapatkan perhatian yang baik dari dokter keluarganya.
Ahli kesehatan masyarakat juga berperan dalam memberikan edukasi kemasyarakat agar masyarakat mengetahui bagaimana merawat kesehatannya. Bagaimana melakukan upaya pencegahan penyakitnya. Mengetahui alur pelayanan kesehatan di tingkat primer hingga tersier, melakukan surveilan penyakit dan penyelidikan epidemiologi sehingga mengetahui pola sebaran penyakit di masyarakat. [b]