Oleh Hendra W Saputro
Detik-detik sebelum pemilu 2009 membuat suasana jalan raya tambah ramai. Kalau ramai oleh pengguna motor dan mobil adalah lumrah. Tapi menjadi kelihatan ruwet ketika pandangan mata ‘terpaksa’ melihat iklan-iklan para calon legislatif dan partainya yang minta untuk dicoblos. Yang jelas, konsentrasi kewaspadaan berkendara harus naik beberapa level bila tidak ingin celaka di jalan.
Apa sih maksud para calon legislatif itu ?. Mungkin ingin mempopulerkan diri sehingga wajah mereka lekat dengan para pemilihnya. Trus, apakah itu efektif ?. Kemudian, ketika sudah lekat apakah para pemilih nantinya tidak akan ‘membeli kucing dalam karung’ atau salah pilih ?.
Bermacam jargon kalimat memikat dilontarkan para calon legislatif dalam reklame nya. Diantaranya, “No woman, no change ..!“, “Saatnya perempuan untuk maju“, “Saatnya yang muda tampil memimpin“, “Dharma bakti untuk rakyat“, “Saatnya perubahan datang, rapatkan barisan, Mari wujudkan Bali Dhamantra“, “Yang muda, yang berkarya“, “Ngiring ngayah sekala lan niskala ngardi Bali canti lan jagadhita“, “Menuju Bali yang BAGUS – Berbudaya, Aman & Damai, Gemah Ripah, Utuh dan Sejahtera“, “Suara rakyat, suara Tuhan“, dan lain-lain. Ada pula yang mengandung arti ganda yaitu “Mohon Doa Restu dan Dukungannya“. Sepertinya, caleg tersebut mau nikah lagi ya (comot istilahnya Gentry) atau mau puputan ?. Kenapa tidak ada yang pakai “Nggak usah mikir, coblos si koncreng pasti tok cer“.
Saya merasa, hampir di semua perempatan, pertigaan dan jalan-jalan strategis berisi reklame beragam foto diri calon legislatif dengan berbagai ukuran. Dari yang kecil hingga jumbo. Apakah mereka (para caleg) pernah memikirkan bahwa tindakan mereka membahayakan pengguna jalan merusak konsentrasi berkendara, membuat suasana jalan tambah ramai semrawut, merusak infrastruktur disepanjang jalan raya bahkan merusak keindahan pohon (ironis), dan membuat suasana hati manusia bertambah runyam ?. Kemudia aspek nilai efektifitas kampanye tersebut masih dipertanyakan. Tidak elegan dan kurang berbobot. Hanya menghambur-hamburkan uang para caleg saja. Tapi dilain sisi berikan rejeki bagi supporternya dan para agensi iklan.
Saya yakin, caleg tersebut berpikir keras untuk merebut simpati rakyat. Dimana rakyat sekarang menjadi manusia super sibuk dengan urusannya sendiri, dan super apatis terhadap perpolitikan. Mereka kecewa dengan kinerja DPR yang telah sudah-sudah. Berbagai kasus telah terjadi ke anggota DPR yang terhormat, diantaranya korupsi, sogok-menyogok, selingkuh, pelecehan seksual, ketangkap basah bermesum ria, poligami, hamburkan uang rakyat, serap anggaran belanja dengan kegiatan foya-foya diatas legitimasi program kerja seperti rapat diluar kota, rapat di hotel mewah, kunjungan kerja 4 hari di luar pulau yang ternyata hanya 3 jam saja benar-benar kerja, itupun hanya rapat di ruangan tertutup bicara sahut menyahut ala para birokrat pada umumnya, sisanya belanja dan bersuka ria di tempat wisata.
Lantas sekarang, apakah dengan memasang reklame diri di jalanan sudah cukup menjadi bahan masukan bagi rakyat ?. Cara kampanye tersebut diatas hanya terorientasi kepada pemuasan diri dari para calon legislatif saja. Cukup pampang foto diri besar-besar di jalan, mereka yakin rakyat akan tahu. Wow, Anda salah bung. Masyarakat perlu lebih dalam untuk diyakinkan. Caranya gimana ? Berkunjung saja ke kantor saya, ayo diskusi tentang internet marketing berkorelasi terhadap hasil marketing calon legislatif. HUehuehue. Saya pernah menerima email dari salah seorang Caleg Dapil 3 DKI Jakarta berisi Curiculum Vitae, riwayat hidup, pekerjaan, pendidikan dan organisasi. Salut bagi caleg ini. Atau bagi Anda caleg dengan target masyarakat perkotaan, kenapa tidak memanfaatkan ruang publik online seperti CelegIndonesia.Com, buat blog, ikutan milis, forum diskusi, dll.
Saya sebagai bagian dari masyarakat yang bodoh, tidak peduli siapa yang akan memimpin bangsa. Kenginan saya adalah para DPR dan pemerintah bisa memberikan suasana kondusif untuk kerja cari uang, aman, dollar turun, semua serba murah, beres dah. Ada pula sebagian masyarakat berpendapat, siapa yang bayar/kasih uang pada saya, dialah yang saya coblos. Sangat ironis budaya korupsi dan sogok-menyogok ini. Sudah mendarah daging. Intinya apa ? Masyarakat tidak mau pusing. Itu saja.
Lihat dan baca postingan para sahabat Blogger tentang Calon Legislatif ini :
– Para Caleg Parpol Lagi Genit “Kawin” !!!!
– Hiburan Rakyat
– Selebriti 2009
– Mengenal Program, Bukan Tampang
Ayo, sapa lagi yg posting soal Caleg kita ? Kasih komentar dibawah atau pingback tulisan Anda kesini, nanti akan saya cantumkan diatas.
Terima kasih. Hidup Blogger !
Nice post. Thank you for the info. Keep it up.
hwohohoho…berkunjung ke blog saia,bli!!bru saja saia post ttg ini jg!!sebentar lagi mo post ttg baliho terlucu para caleg!jgn smpe mati ketawa!wakakakakaka
emang, para caleg di Bali sudah pada ilang akal sehat. Di Semarang caleg masih batas-batas wajar, tidak seramai di Bali. Mungkin ini berkaitan dengan kultur orang Bali yang suka pamer dan merasa gak afdol kalau gak ikut-ikutan.
Kalau saja Dipenda tegas, bisa banyak uang tuh terkumpul dari pajak pemasangan baliho para caleg. Sayangnya Pemerintah dan KPU Denpasar terlalu penakut untuk berhadapan ma Caleg. Nah Kalau berhadapan ma celeg aja takut apalagi kalau calegnya nanti benar-benar jadi.
Salam, ikut nimbrung…
Caleg itu mau jadi eksekutor atau jadi legislator sih? He he he. Jargon2 legislator seharusnya berkaitan dengan legislasi, penyerapan aspirasi dan keterwakilan komponen masyarakat di parlemen. Nah kalau segala yang “mewujudkan-mewujudkan” itu, (“Saatnya perubahan datang, rapatkan barisan, Mari wujudkan Bali Dhamantra“, “Ngiring ngayah sekala lan niskala ngardi Bali canti lan jagadhita“, “Menuju Bali yang BAGUS – Berbudaya, Aman & Damai, Gemah Ripah, Utuh dan Sejahtera“), kan lebih terkesan sebagai slogan eksekutor.
Terkadang, menimbulkan kesan kepercayaan diri yang terlalu besar dari para caleg secara individu untuk bisa menghasilkan sesuatu dalam kiprahnya di gedung parlemen. Padahal, dalam gedung dewan, mereka akan berhadapan dengan legislator lain yang berbeda kepentingan. Selain mereka akan berdiskusi bahkan hingga bersitegang dengan para eksekutif untuk membahas peraturan2 yang berkaitan dengan kepentingan rakyat banyak.
Hal ini juga akan sangat berkaitan dengan tugas-tugas legislator sebagai penyerap aspirasi masyarakat atau konsituennya. Bahkan akan terkesan janggal bila ada legislator yang dalam pertemuan sosialisasi menjanjikan akan memberikan bantuan pembangunan jalan, balai banjar, dan lain-lain jika terpilih. Karena hal tersebut lebih berada di dalam kewenangan eksekutif.
Nah yang mengelitik adalah, slogan kampanye yang menandingi slogan kampanye gubernur terpilih, seakan-akan slogan Bali Mandara, tidak cukup mewakili lagi, sehingga memerlukan slogan yang, lebih baru, dahsyat dan mengema di seluruh Bali. Slogan Bali Mandara menjadi tenggelam oleh slogan-slogan baru.
Salam…
Website tentang caleg yang lengkap dan menghibur. Selamat dan teruskan kreatif dalam kaitannya dengan CALEG
saya lumayan banyak posting tentang Caleg 😉
Makasih atas infonya mas… jadi semakin tahu nih hehehe