Teks Happy Ari, Ilustrasi Internet
“Jualan di sini kalau jantungnya gak kuat bias mati mendadak,” kata Indah sambil menawarkan daganganya.
Matahari masih terang sore itu ketika Indah sedang menawarkan air dan dagangan lainnya akhir Januari lalu. Di bawah rindangnya pepohonan di Lapangan Puputan Badung di jantung Kota Denpasar itu ia biasa mangkal. “Ya, ada lah satu tahun,” jawabnya ketika ditanya berapa lama ia menjadi pedagang di sana.
Wanita ini mula-mula tidak mau menanggapi pertanyaan-pertanyaan. Dia malah balik bertanya, “Wartawan ya, Mbak. Terus, yang mas tadi itu siapa?”. Ia terlihat was-was. Dia mengaku trauma pada wartawan. “Waktu ini ada wartawan ke sini nanya-nanya. Eh, gak taunya masuk koran,” tuturnya.
Indah mulai menceritakan. Saat itu suaminya sedang tidur-tiduran di trotoar. Lalu ada wartawan mampir. “Wartawan itu (menulis di koran) bilang kalau petugas Tramtib (Ketenteraman dan Ketertiban) gak becus lah ngurusin pedangang asongan,” ujar Indah. Menurut Indah, berita-berita itu membuat Tramtib lebih garang.
“Kita ini hanya orang kecil yang mau nyari duit, Mbak. Daripada mencuri kan dosa. Tapi kok terus aja dikejar-kejar petugas”. Ibu yang berasal dari Jember, Jawa Timur itu lalu bercerita dengan mengalir. Tramtib itu setiap hari ke sini. Biasanya setelah kontrol dari pasar Badung terus mampir ke Lapangan Puputan Badung.
“Dulu saya jualan dis ebelah sana,” Indah menunjuk trotoar Lapangan Puputan di depan rumah jabatan Gubernur Bali. “Tapi sekarang gak berani sama sekali”.
Ia mengaku daganganya pernah diambil dua kali. Tetapi dibiarkan saja, tidak diambil. “Karena birokrasinya susah,” Indah menambahkan.
Wanita berusia 30 tahun ini mengaku sebenarnya sangat merasa tidak nyaman jualan di Lapangan Puputan. “Tapi kadang kita lagi enak-enak makan, tiba-tiba ada tramtib. Ya harus lari,” katanya. Tapi sekali lagi ia menegaskan karena butuh makan, jadi ia harus tetap jualan di sana.
Sekarang ia lebih memilih berjualan agak di pojok trotoar sebelah utara yang tidak berhadapan langsung dengan rumah gubernur. “Gak apa-apa lah. Sekarang saya jualan di pojok. Kalau rezeki toh tak lari ke mana,” ujarnya.
Atas nama kebersihan, ketenteraman, dan ketertiban, pedagang acung seperti Indah harus menjaga jarak dari rumah jabatan Gubernur Bali. Bukan hanya Indah yang menjadi korban. Made Ariasa, pedagang acung lainnya, memilih menjual dagangan jauh di belakang Lapangan Puputan. Ia bersama ibu dan anaknya menggelar daganganya di dekat kran air yang baru dibangun di sebelah selatan lapangan puputan. “Di daerah utara dilarang karena berhadapan dengan rumh dinas gubernur,” tambahnya.
Ariasa mengatakan bahwa sebenarnya boleh jualan di sekitar puputan tapi harus rapi dan menjaga kebersihan. Biasanya kalau ada pedagang yang melanggar diperingatkan dulu. Tetapi jika tidak menggubris, maka dagangannya diangkut petugas Tramtib.
Ia juga mengatakan bahwa sebenarnya yang menjadi masalah pedagang di Puputan sekarang adalah pedagang sate yang tidak mau merapikan tusuk-tusuk satenya. Tetapi pernyataan ini justru bertolak belakang dengan tulisan larangan berdagang di sekitar lapangan puputan. Ini berarti semua pedagang sebenarnya tidak boleh berjualan.
Berbeda dengan Indah, laki-laki berumur 38 tahun ini lebih terbuka dan banyak bercerita tentang awal mula permusuhan Tramtib dengan pedagang balon. “Dulu pernah ada pedagang balon yang ngempesin ban mobilnya tramtib. Jadi teman-temanya juga diburu,” tutur Ariasa.
Laki-laki ini mengaku ganti pekerjaan sebagai pedagang karena pekerjaan awalnya menjadi guide wisatawan dari Jepang sepi. Selain itu perusahaan jasa wisata sekarang telah menggunakan jasa internet sehingga mengurangi penggunaan karyawan, termasuk Ariasa. “Tapi berdagang penghasilanya juga lumayan,” tambahnya. Ia tidak menyesal memilih tempat di belakang, karena menurutnya kalau udah rezeki tidak akan lari ke mana.
Indah dan Ariasa hanya sebagian kecil pedagang asongan yang sewaktu-waktu harus beradegan seperti Tom dan Jerry dengan petugas Tramtib. Karena dianggap mengotori pemandangan di rumah dinas gubernur, maka mereka harus diusir ketika mencari makan. [b]
Pengalaman saya, ketika membeli lumpia di puputan eh penjualnya lari keseberang jalan tepat didepan rumah Gubernur dipojok pertigaan jalan kaliasem. Saya samapi mengejar kesana untuk bayar. Ketika saya tanya kok cuman lari sampe sini, dia bilang disini sudah aman akarena sudah diluar area lapangan puputan. Lah, aneh juga.