Pada 20 Februari 2017 datang laporan ke YLBHI-LBH Bali.
Aduan itu datang dari salah satu pengurus yayasan yang melaporkan mengenai dugaan tindak pidana pencabulan terhadap anak (pedofilia). Pelakunya mantan Ketua Yayasan kepada beberapa anak asuhnya. Kejadiannya sejak tahun 2007 hingga 2016.
Menindaklanjuti pengaduan tersebut, YLBHI-LBH Bali pun melakukan investigasi atas pengaduan tersebut.
Dari investigasi diperoleh pengakuan dari satu anak dan dua dewasa yang telah menjadi korban serta satu anak yang hampir menjadi korban. Pelaku telah melakukan kejahatannya di empat kabupaten/kota yaitu Singaraja, Karangasem, Gianyar dan Denpasar.
Modus pelaku yakni pelaku mengincar anak asuhnya yang berusia 13-15 tahun dengan melakukan pengancaman kepada korban untuk meladeni hasrat pelaku. Apabila korban tidak bersedia maka pelaku akan mengeluarkan korban dari yayasan. Korban anak yang berasal dari keluarga tidak mampu terpaksa memenuhi keinginan pelaku karena ingin tetap menimba ilmu dan membanggakan orangtuanya.
Setelah berkomunikasi dengan pihak Polda Bali dan pengurus Yayasan, pada Agustus 2017 akhirnya pelaku NS (47) diamankan oleh Polda Bali.
Pasca penetapan tersangka, baik korban dan keluarga korban mendapatkan intimidasi dari keluarga pelaku untuk tidak menceritakan kejadian sebenarnya kepada siapapun. Hal ini menambah sakit hati keluarga korban, yang belum bisa menerima perbuatan pelaku terhadap anak korban.
Perbuatan pelaku tidak hanya menimbulkan dampak fisik tetapi juga psikis terhadap korban dan keluarga korban, serta perbuatan pelaku diduga telah melanggar pasal 82 ayat (1) Undang-undang No 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, terkait tindak pidana perbuatan cabul terhadap anak serta jabatan pelaku sebagai ketua yayasan yang seharusnya mengayomi dan melindungi anak-anak justru melakukan perbuatan tidak manusiawi terhadap anak seharusnya diperberat 1/3 dari Pasal 82 ayat (1).
Berdasarkan Pasal 82 ayat (2) Undang-undang No 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, tindak pidana perbuatan cabul yang dilakukan oleh Orangtua, Wali, pengasuh anak, pendidik, atau tenaga kependidikan, sehingga pelaku dapat diancam dengan ancaman pidana maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar.
Dalam hal ini kekerasan terhadap anak dapat dilakukan oleh siapapun, kapanpun dan di manapun. Salah satu bentuk kejahatan kekerasan seksual terhadap anak-anak adalah kejahatan pedofilia. Pedofilia adalah manusia dewasa yang memiliki perilaku seksual menyimpang dengan anak-anak.
Seorang pedofilis, umumnya melakukan tindakan hanya karena dimotivasi keinginannya memuaskan fantasi seksualnya.
Kekerasan seksual merupakan salah satu bentuk kejahatan yang melecehkan dan menodai harkat kemanusiaan serta patut dikategorikan sebagi jenis kejahatan melawan manusia (crime against humanity).
Pedofilia harus diwaspadai karena secara fisik para pedofilis tidak ada bedanya dengan anggota masyarakat lain. Pedofilis bisa berbaur, bergaul, tanpa ada yang tahu pelaku adalah seorang pedofilis, sampai akhirnya masyarakat menegtahui ketika pedofilis memakan korban.
Berdasarkan Pasal 20 Undang-undang No 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, “Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat, Keluarga, dan Orang Tua atau Wali berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan Perlindungan Anak”.
Dengan bertitik tolak dari kasus ini serta Pulau Bali sebagai surga bagi pedofil, pedofilis tidak hanya berasal dari orang asing tetapi masyarakat Bali pun bisa menjadi pelaku pedofilis. Untuk melindungi anak-anak Bali dari kejahatan pedofil sudah seharusnya Pemerintah khususnya Pemerintah Provinsi Bali mulai menyususn strategi khusus, sehingga penanganan kasus pedofil tidak hanya sebatas pemadam kebakaran saja, pemerintah provinsi baru bertindak ketika jatuhnya korban anak.
Berdasarkan surat kuasa pada 8 Agustus 2017, YLBHI-LBH Bali selaku Kuasa Hukum dari anak korban dan keluarga korban pelapor menyatakan:
Pertama, mengapresiasi dan mendorong Polda Bali untuk tetap mengatensi kasus ini, sehingga korban dapat memperoleh keadilan.
Kedua, meminta para pihak agar menghentikan dan tidak melakukan intimidasi baik kepada korban, keluarga korban maupun saksi.
Ketiga, mendorong Pemerintah Provinsi Bali untuk serius melakukan pencegahan, pengawasan dan perlindungan terhadap anak
Denpasar, 11 September 2017
Hormat Kami,
Tim Kuasa Hukum YLBHI – LBH Bali