Mudah-mudahan kita masih ingat kasus AIDS yang terjadi pertama kali di Indonesia.
Beritanya mulai gempar beberapa tahun setelah seorang aktor Amerika, Rock Hudson, dinyatakan positif terkena human immunodeficiency virus (HIV) pada tahun 1984, lalu meninggal pada tahun 1985. Pada 5 April 1987, seorang turis asal Belanda berinisial EGH, 44 tahun, mati di RS Sanglah Denpasar karena AIDS.
Setelah kejadian itu, Departemen Kesehatan RI barulah mengakui bahwa sindrom tersebut sudah ada di Indonesia. Badan Kesehatan Sedunia (WHO) pun memasukkan Indonesia sebagai negara ke-13 di benua Asia dalam daftar laporan kasus AIDS. Akhirnya berdasarkan Instruksi Menteri Kesehatan No. 72/Menkes/Inst/II tertanggal 11 Februari 1988, pemerintah RI menetapkan HIV/AIDS resmi sebagai penyakit menular.
Selang beberapa bulan kemudian, masih di rumah sakit Sanglah, tepatnya pada 23 Juni 1988, seorang WNI 35 tahun meninggal dunia terkait penyakit tersebut.
Sementara menurut catatan Syaiful W. Harahap (seorang aktivis LSM), gejala-gejala AIDS di Indonesia sudah terdeksi jauh sebelum pemerintah mengeluarkan intruksi. Misalnya tahun 1983, hasil dari penelitian seorang hematologis penyakit dalam dari Fakultas Kedokteran UI, ditemukan tiga waria yang menunjukkan gejala mirip AIDS.
Kemudian pada 1986, seorang perempuan berusia 25 tahun meninggal dunia di RSCM Jakarta karena terinfeksi HTLV-III. Namun, sayangnya, kasus ini tidak dilaporkan oleh Depkes. Selanjutnya pada 7 Januari 1986, di RS Islam Jakarta, dilaporkan kasus pasien yang mati karena AIDS. Hasil tes menunjukkan ada virus HTLV III dalam darah pasien tersebut. Anehnya justru pihak RS Walter Reed, AS, menyatakan negatif pada tes darah berikutnya.
Tahun 1989 juga dilaporkan ada WNI yang meninggal di RS dr. Soetomo, Surabaya. Selain itu, mungkin masih banyak lagi berkas-berkas hasil laporan Depkes yang perlu dikaji.
Pemusnahan Etnis
Terlepas dari masalah tersebut, ada apa dengan Depkes RI? Terkait opini dan tuduhan kolektif yang ditujukan kepada masyarakat korban pergaulan bebas khususnya para pelacur, hidung belang, homoseks, waria, turis, dan pengguna narkoba. Kita tidak tahu, jika di balik wabah AIDS itu ada suatu rencana pemusnahan ras dan etnis dari belahan bumi sana dengan memanfaatkan mereka sebagai kambing hitam.
Walaupun saat ini pemerintah sudah menjalankan program penanggulangan dengan menawarkan tes darah gratis bagi siapa saja. Tetapi ada yang mencurigakan, bahwa hasil tes tidak bisa dibawa, baik itu yang positif terkena maupun yang negatif.
Sebagaimana pernyataan Francoise Barre-Sinoussi, pemenang Nobel kedokteran pada 2008, yang dianggap telah menemukan HIV sebagai penyebab AIDS. Dikatakannya bahwa hambatan-hambatan utama dalam penemuan obat AIDS justru bukanlah dari sisi ilmiah, namun datang dari politik, ekonomi dan sosial. Padahal beberapa pengobatan alternatif yang telah ditemukan di beberapa daerah ataupun negara-negara lain yang telah memproduksi obat-obatan alami kurang mendapatkan tanggapan.
Sejauh ini, obat-obatan yang direkomendasikan WHO hanya sebatas untuk memperpanjang hidup saja. Tidak melenyapkan penyakit.
Tetapi mengapa para ahli tidak mengusut secara politis juga di samping bidang lain? Dalam hal ini kebijakan WHO sebagai rujukan dan standarisasi kesehatan sedunia, apakah menyelesaikan masalah?
Ini malahan hanya sebatas kampanye anti AIDS, yang ujung-ujungnya promosi kondom yang selama ini kita kenal sebagai alat kontrasepsi. Wajar saja jika ada tuduhan bahwa WHO dan AS melakukan konspirasi dalam pengumpulan sampel-sampel virus dan produksi vaksin-vaksin. Ini terbukti dengan adanya isu pengembangan penyakit-penyakit yang menyerang sistem kekebalan tubuh oleh beberapa ilmuwan di bawah pengawasan CIA pada akhir 1960-an.
Ada baiknya jika kita menengok apa yang didapat seorang penulis kelahiran Jerman, mantan anggota AU Amerika Serikat: Jerry D. Gray. Ia mengungkap terkait penciptaan senjata-senjata biologi. Variasi dari AIDS berupa virus SV40 telah ada sejak awal 1957-1960. Saat itu, digelar eksperimen vaksin polio melalui mulut terhadap lebih dari 300.000 orang Afrika oleh Dr. Koprowski dari Fort Detrick Center for Biological Warfare Research.
Selanjutnya, pemerintah AS melalui National Institutes of Health (NIH) telah mendanai penelitian untuk menciptakan virus patologi yang dapat menyerang dan menghancurkan sistem imun tubuh. Akhirnya HIV/AIDS diciptakan di Fort Detrick, Maryland antara akhir 1977 dan musim gugur 1978. Penyebaran pertama dilakukan lewat program vaksin hepatitis B di kawasan New York, Los Angeles, dan San Fransisco. Korban percobaannya adalah kaum homoseks. Barulah pada 1981, kasus AIDS diketahui menjangkiti para ‘guy’ di kota-kota tersebut.
Pada Agustus 1987 James W. Bunn dan Thomas Netter, dua pejabat informasi masyarakat untuk Program AIDS Global di Organisasi Kesehatan Sedunia di Geneva Swiss, mencetuskan hari AIDS sedunia. Akhirnya peringatan pertama diselenggarakan pada 1 Desember 1988, dengan alasan bahwa 1988 adalah tahun pemilihan umum di AS.
Sepakat ataupun tidak tentang hari AIDS sedunia dengan mitos-mitos yang selama ini beredar di masyarakat, yang jelas penyakit AIDS bisa menimpa siapapun. [b]
Intinya, bagaimana pun juga, penderita HIV/AIDS bukanlah penjahat dan mereka seharusnya dipandang sama dengan manusia lainnya. Tetapi diperlukan informasi yang jelas tentang bagaimana perawatan yang aman terhadap penderita khususnya mengenai penularan penyakit ini.
Terima kasih informasi nya, semoga HIV/AIDS di Indonesia bisa berkurang dan kita semua bisa lebih cerdas mencermati nya !
selamat hari AIDS sedunia..
mari kita tingkatkan kesadaran terhadap bahaya HIV/AIDS