Inilah enam desa di pesisir utara Bali yang sedang membuat ribuan struktur karang buatan (artificial reef) untuk merekrut koral-koral di bawah laut dan jadi terumbu karang. Rumah para satwa laut, ikan hias, tempat bertelur, dan mencari makan.
Perjalanan dimulai dari Desa Les, Tejakula. Di sini ada dua lokasi pembuatan struktur program Indonesia Coral Reef Garden (ICRG) bagian dari Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sektor kelautan. Les 1 dan Les 2.
Warga memulai kegiatan dengan antre di sebuah meja depan kantor LINI Aquaculture Training Center (LATC), Yayasan Alam Lestari Indonesia (LINI). Di meja ada beberapa staf yang bertugas mengecek suhu tubuh warga yang jadi pembuat struktur, memberikan masker jika diperlukan, dan mencatat daftar hadir.
Daftar hadir ditandatangani dua kali, pagi dan siang setelah rehat makan siang. Para pekerja langsung menunju lokasi langganannya, karena sudah ada pembagian tugas.
Salah satunya Nyoman Risana yang bertugas di area pembuatan fishdome. Ini bentuk struktur seperti setengah lingkaran dengan lubang-lubang di permukaannya. Disebut fishdome atau kubah ikan karena para ikan kecil menjadikannya tempat berlindung dari predator ikan besar. Ukuran lubang jadi ukuran, predator apa yang akan terhalang masuk.
“Pembuatan struktur ini berguna sekali, jadi rumah ikan, tapi dulu lubang lebih besar,” serunya mengamati hasil kerja timnya di fishdome. Dengan lubang lebih besar, ia mengingat, serok jaring bisa masuk ke kubah untuk menangkap ikan hias.
Surana jadi nelayan penangkap ikan hias sejak remaja. Ia mengalami masa ketika para nelayan menggunakan bom ikan atau potas untuk membuat ikan pingsan dan mudah disaring. Ia mengingat penggunaan potas sekitar 10 tahun sampai usianya sekitar 25 tahun.
Setelah ada intervensi LSM dan aktivis lingkungan, para nelayan beralih pada tahun 1990an dan meninggalkan praktik penangkapan yang merusak. Menggantinya dengan jaring, para nelayan menyelam bak free diver.
Para nelayan juga akhirnya mengenali potensi lautnya termasuk membuat struktur transplantasi karang seperti fishdome. Tak heran Surana sudah berpengalaman dan bisa membandingkan. Pria ini berhenti jadi nelayan ikan hias pada 2011 dan beralih jadi buruh bangunan. Kini ia kembali terlibat dalam pembuatan struktur karang.
“Kebanyakan yang ikut sekarang nelayan karena kita yang merawat,” sahutnya tentang warga yang terlibat di ICRG.
Satu strukur dikerjakan dua orang, Surana jadi mandor di unit fishdome. Targetnya sehari 4 struktur, dengan syarat sudah ada jaring besinya, jadi tinggal menambal dengan semen.
Salah satu pekerja muda adalah Made Juli. Ia menyebut sudah ikut dalam pembuatan 25 struktur rotibuaya. “Tumben ikut buat rumah ikan,” serunya.
Kesibukan pembuatan struktur di Desa Les 1 di bawah koordinasi Made Partiana, Ketua kelompok nelayan Mina Bahari. Ia memantau dengan jeli setiap pengerjaan, menghitung hasilnya, dan koordinasi. Seluruh halaman LATC terlihat penuh dengan struktur.
Selain struktur fishdome dan rotibuaya, di Les 1, warga memutuskan menambah dengan patung berbentuk clownfish atau ikan badut, sering disebut nemo karena ada film kartunnya. Ikan ini salah satu yang sukses dibudidayakan di LATC, dengan keragaman jenisnya.
Yunaldi, Koordinator Program ICRG di Buleleng dari Yayasan LINI mengatakan masyarakat antusias ikut program padat karya ini karena terdampak pandemi misal kekurangan permintaan ikan hias. LINI pun terdampak misalnya tiadanya kunjungan belajar dari siswa terutama dari luar negeri yang memberikan peghasilan operasional dari akomodasi di LATC. Lewat Air BnB Experience, kadang ada resort membawa turis untuk program edukasi dan konservasi sebagai eco fieldtrip.
Struktur ini akan diceplungkan ke kedalaman minimal 10 meter. “Kalau kurang dari itu bisa tumbang, berantakan kena arus,” sebut Yunaldi. Sejauh ini bahan baku pembuatan struktur tidak masalah untuk membuat aneka bentuk seperti pasak bumi, fishdome, rotibuaya, patung ikan, dan lainnya.
Ia mempersilakan tiap desa berkarya, namun syarat struktur patung adalah maksimum tinggi struktur 1,5 meter dan lebar 1 meter. Sejauh ini ada sejumlah ide yang sulit dieksekusi karena tak ada tukang yang bisa mewujudkan karena syaratnya harus dibuat di lokasi langsung, karena model padat karya.