Teks Ni Putu Hendryana, Foto Anton Muhajir
Semangat membara lenyap seketika dan berubah jadi rasa takut.
Teman-teman yang sudah mendaftar kelas menulis jurnalisme warga berhalangan hadir. Tetapi, karena sudah bertekad memasuki dunia jurnalistik, saya memaksa diri datang mengikuti pelatihan. Awalnya hanya ingin tahu. Namun, setelah ikut, saya ingin membawa hal baru dan bermanfaat untuk diri sendiri dan orang-orang sekitar.
Pelatihan jurnalisme warga ini diadakan Sloka Institute yang berkantor di Denpasar. Saya dan tiga teman lain dari Komunitas Anak Tangguh sudah daftar. Namun, pada hari H ternyata dua teman saya batal. Tinggal saya dan satu teman yang ikut.
Sabtu kemarin, dalam perjalanan dari rumah di Guwang, Sukawati, Gianyar menuju Sloka Institute di Denpasar, perasaan saya tidak karuan. Saya belum mengetahui lokasi Sloka Institute. Setelah mencari-cari akhirnya saya sampai dan ketemu. Saya kira kelas pelatihan ini formal dan menakutkan. Tetapi, itu semua hanya ada dalam pikiran saya. Kenyataannya kelas menulis ini sangat santai, kelihatan menyenangkan.
Setelah dipersilakan duduk, acara pelatihan dimulai dengan perkenalan. Kami dibagi menjadi beberapa pasangan oleh Anton Muhajir, pemandu pelatihan selama dua hari ini. Tiap peserta diminta memperkenalkan pasangan masing-masing. Saya ke sini bersama Putu Adiari. Tetapi, saya ddipasangkan dengan seorang pria yang dari tadi saya dengar namanya Raka. Nama lengkapnya I Made Raka Teja. Anton memberi kami kesempatan untuk mengetahui profil dari pasangan masing-masing.
Perkenalan diawali dengan berjabat tangan sambil menyebutkan nama masing-masing. Saya lalu memulai mencari informasi lebih banyak tentang I Made Raka Teja. Setelah mendapat informasi yang cukup, kami satu per satu memperkenalkan pasangan masing-masing. Caranya dengan menunjuk salah satu dari semua peserta yang mengikuti kelas menulis ini.
Setelah perkenalan selesai, pelatihan dilanjutkan dengan teori dasar pembutan berita oleh salah seorang Wartawan Kantor Berita Antara di Bali, Pande Komang Yanes Setat.
Selama sekitar dua jam kami mendapat pengetahuan tentang dunia jurnalistik. Misalnya apa itu berita, jenis-jenis berita, nilai berita, membedakan fakta empiris dengan fakta opini, bagaimana cara membuat berita, dan seterusnya. Kami belajar dasar-dasar jurnalistik, mengenal jurnalisme warga dan menulis berita langsung, serta masih banyak lagi. Walaupun Yanes mengaku dalam keadaan kurang sehat, tetapi beliau dengan semangat memberikan kami pengetahuan seputar jurnalistik.
Selesai memberikan materi langsung, Yanes membuka sesi tanya jawab. Ada beberapa teman bertanya. Salah satunya teman baru saya, Erwin Parega, mahasiswa dari Sulawesi Selatan yang sekarang kuliah di Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar. “Kenapa dalam penulisa berita tidak menggunakan EYD saja?”, tanya Erwin.
Yanes menjawab pertanyaan Erwin. Beberapa teman lagi bertanya kemudian langsung dijawab oleh Yanes.
Usai tanya jawab dengan pembicara, materi tentang teori menulis ini pun ditutup. Sebelum meninggalkan Sloka Institute Yanes berkata pada teman saya. “Adik ngantuk, ya?”, kata Yanes pada Adiari, yang kebetulan duduk disebelah saya.
Yanes lalu mengusap kepala Adiari agar tidak ngantuk lagi dan meninggalkan kelas ini. Suasana kelas memang terasa santai meski materinya sangat serius. Peserta duduk lesehan sambil belajar tentang jurnalisme dasar maupun praktik menulis berita langsung dan berita kisah.
Kami juga jadi lebih kenal sebagai sesama peserta. Tak ada lagi bimbang dan takut di hati saya meski dua teman lain tidak jadi ikut pelatihan.
Di pelatihan ini saya merasa senang. Selain mendapat pengetahuan baru saya juga mendapat banyak teman baru. [b]