Tadi malam, Gunung Agung mengeluarkan asap putih hingga 1.500 m. Apa artinya?
Selama krisis Gunung Agung dari Waspada hingga Awas, inilah asap putih keluar yang paling tinggi. Tadi pagi saya mewawancarai Kepala Bidang Mitigasi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Gede Suantika.
Berikut ringkasannya.
Rio Helmi (RH): Selamat Pagi, Pak. Kemarin sudah terekam asap setinggi 1.500 m dari kawah. Terus ada berbagai tanggapan di kalangan masyarakat. Kira-kira itu gejala apa?
Gede Suantika (GS): Secara visual, ini kondisi tetap Awas. Sampai saat ini kegempaan dari kemarin sampai saat ini masih tetap kritis. Untuk tektonik lokal di atas 300, terasa sekali; tektonik dalam diatas 500; dan tektonik dangkal diatas 300. Terus terjadi perubahan aktivitas kawah dengan adanya kepulan asao solfarada lebih dari 1500 meter dari atas puncak, awan putih dan tebal.
Dari segi kegempaan tidak ada perubahan, belum signifikan di bawah kawah. Kami menduga bahwa kepulan asap solfarada dipicu oleh curah hujan yang instensif selama tiga hari belakangan ini.
RH: Tapi tidak berdampak pada aktivitas di dalam?
GS: Sampai saat ini belum berdampak. Jadi begini, ada kasus-kasus tertentu pada gunung api yang tidak stabil bila kena air hujan bisa memicu letusan “Freatik” yang bisa menghasilkan awan panas.
Letusan itu ada dua: letusan magmatik yang dipicu oleh pergerakan magma, gas-gas magma yang mendobrak dasar kawah; kemudian yang kedua letusan freatik yang dipicu oleh uap air, adanya air yang masuk ke zona panas di bawah kawah.
Ini ada beberapa kasus di Jepang di mana letusan freatik dapat memicu awan panas. Untuk Gunung Agung curah hujan tidak akan mempengaruhi erupsi, sampai ini erupsi belum terpengaruh.
Artinya curah hujan selama tiga hari ini belum cukup untuk membuat aktivitas lebih besar. Masih terbatas di kawah saja. Hanya air yang masuk zona panas dan menguap.
RH: Apakah fenomena seperti itu memicu aktivitas lebih dalam?
GS: Umumnya suatu letusan itu didahului oleh letusan freatik. Kemudian letusan berikutnya adalah magmatic. Kalau unsur air sudah bekerja maka unsur gas magmatik yang bekerja.
RH: Apakah curah hujan bisa memicu letusan Gunung Agung?
GS: Bahwa itu terjadi tipis kemungkinannya. Ada kasus di Jepang di mana itu terjadi, tapi kecil sekali kemungkinan itu bisa terjadi di Gunung Agung.
RH: Jadi dengan adanya fenomena itu kemarin apakah tetap statusnya atau ada peningkatan?
GS: Masih tetap karena indikasi dari seismogram belum menunjukkan hal yang mengkhawatirkan ke arah magmatik.
RH: Maaf, saya yakin ini pertanyaan yang sudah Bapak dapatkan seribu kali. Status seperti ini bisa berlangsung berapa bulan?
GS: Sementara ini mindset kami adalah Gunung Agung ini akan meletus karena aktivitas magmatik. Jadi kami belum mempertimbangkan curah hujan yang sedikit ini akan mempengaruhi erupsi yang besar, baru ya ‘clearance’ kawah saja.
Ya mungkin kalau agak lama ada sedikit pengaruhnya. Tapi yang sebenarnya main di sini adalah gas-gas vulkanik yang di dalam. Jadi kita belum menemukan petunjuk erupsi dekat-dekat ini dari kegempaan yang ada. Tapi kegempaan tetap diatas kritis.
RH: Apakah (kegempaan) naik terus?
GS: Naik tetap naik, tapi fluktuatif.
RH: Terima kasih, Pak Gede Suantika. [b]
Semoga tidak terjadi apa-apa, ikut berdo’a dari sini