Lima film pendek dari Bali berkeliling di tujuh kota Indonesia.
Film-film ini terpilih dari puluhan film yang dikurasi. Mereka terpilih karena memiliki pesan beragam tentang keseharian dan inisiatif sineasnya yang berkarya secara independen. Siapa saja mereka dan apa karya-karyanya?
Dwitra J. Ariana, sineas muda dari Bangli, terpilih dengan film durasi 18 menit berjudul “Pakeling”. Film dengan tema serius ini tentang seorang petani organik yang keberadaannya semakin tercekik di antara serbuan promotor input kimiawi. Namun, dia dikemas satire dan lucu, berlokasi di kawasan tempat tinggalnya.
Jika sedang di rumahnya di Jeruk Mancingan, pria ini mengurus kebun dan ternaknya. Film ini dalam bahasa Bali, disertai teks bahasa Indonesia.
Ada juga film berjudul “Besok Saya Tidak Masuk Sekolah” karya Oka Sudarsana dari Denpasar. Film bergenre drama ini durasinya 16 menit. Berkisah tentang Ginar, anak SD yang mengerjakan PR hingga larut malam dan menempuh perjalanan berat menuju sekolah.
Lainnya adalah film animasi berjudul “How The World Teaches Happiness To People” dan film horror “Tok Tok Tok”, keduanya karya Agung Yuda, sineas dan musisi muda yang sangat produktif berkarya.
Trakhir ada “Kresek” karya Putu Satriya dari Buleleng yang bergenre drama berdurasi 15 menit. Ini juga dalam bahasa Bali, dilengkapi teks bahasa Indonesia dan Inggris. Berkisah tentang anak-anak dan sampah plastik.
Film ini akan saling berkeliling dengan sineas dan karya lain dari Jakarta, Jogjakarta, Semarang, Purbalingga, Surabaya, dan Medan. Di tiap kota dikelola oleh komunitas filmnya seperti Komunitas Rufi, Sinema Kopi Hitam, Cinema Lovers Community, dan lainnya.
Fransiska Prihadi, pengelola Minikino, komunitas film di Bali, mengatakan Indonesia Raja adalah kolaborasi regional antar daerah di Indonesia. Kolaborasi inig akan dihelat tiap tahun dalam bentuk pertukaran program film pendek. Termasuk screening dan diskusi oleh para filmmaker dan kurator.
Indonesia Raja yang dimulai tahun ini diharapkan bisa menjadi gambaran pencapaian kegiatan sinema di masing-masing wilayah.
Nama Indonesia Raja diambil dari judul VCD kompilasi film pendek “Minikino Shorts 2: Indonesia Raja” yang dirilis tahun 2003, berisikan 7 film pendek dari 7 filmmaker Indonesia.
Minikino dimulai sebagai sebuah bioskop-bioskopan kecil, yang memutar film pendek dengan layar TV 21 inci di sebuah hall mini di Denpasar pada September 2002. Pendukungnya Griya Musik Irama Indah, sebuah toko alat musik di Denpasar.
Para penonton berasal dari para seniman, pembuat film, dan teman-teman mereka, yang bergantian mempresentasikan karya mereka.
Setelah beberapa kali pertemuan dan diskusi intens, Minikino menyatakan komitmennya untuk menjadi “healthy dose of short films”.
Tak Diam
Masuknya sineas-sineas muda Bali dalam Indonesia Raja 2015 membuktikan geliat mereka tak sekadar di Bali.
Programmer I Made Suarbawa mengatakan produksi film pendek di Bali makin menggeliat, karena arus informasi dan teknologi yang makin mudah dan murah. Juga dipicu berbagai kegiatan perfilman yang dilakukan penggiat film serta pemerintah berupa pelatihan, pemutaran, diskusi dan kompetisi.
Sineasnya datang dari berbagai kalangan, seperti pelajar, mahasiswa, pekerja, pegawai, dan seniman dengan rentang usia muda hingga tua yang tersebar di seluruh kabupaten di Bali.
Tujuan mereka membuat film juga beragam, mulai hanya sebagai tugas sekolah atau kuliah, untuk mengikuti kompetisi tertentu, hingga yang membuat film sebagai media ekspresi dan pengungkapan kegelisahan terhadap sebuah isu atau situasi lingkungannya.
Menurutnya, film dari Bali di Indonesia Raja 2015 melakukan eksplorasi yang cukup luas, baik dari teknis, genre dan tema film. Mulai film animasi yang kontemplatif, film horror yang menghibur, serta kepedulian pada isu sampah, pertanian, serta pendidikan.
“Pesan dari Bali cukup kuat dan diungkapkan secara lugas,” ujarnya.
Agung Yudha, sineas yang berhasil meloloskan 2 filmnya, menyebut kreativitas bisa menular jika terus ada apresiasi. “Pergerakan film di Bali tak pesat tapi tak diam. Ini mengubah paradigma Bali hanya jadi penonton,” serunya.
Di Bali, pemutaran film-film yang masuk Indonesia Raja dimulai Agustus ini di sejumlah lokasi seperti pusat belajar bahasa Perancis Alliance Française, Minikino, dan lainnya yang berminat melayarkannya. [b]