Work From Anywhere (WFA) atau kerja dimana saja jadi gaya hidup bagi beberapa pekerja di Bali. Bagaimana nasib coworking space di tengah menjamurnya kedai kopi?
Irma Yudistirani (38) pekerja swasta di Bali mengingat lagi masa-masa ketika bekerja di salah satu coworking Space di Denpasar. Perusahaannya menunjuk dirinya menjadi penanggung jawab di Bali pada tahun 2018. Karena ditunjuk sebagai koordinator di Bali, perusahaan menyediakan kantor buat aku dan tim, akhirnya dipilihlah coworking Space.
Saat itu belum langsung mendapat kantor. Kala itu yang survei kantor tim lokal dan perusahaan pusat. Perusahaan pusat sebelumnya telah menyediakan daftar coworking Space di Bali. Mereka mendatangi satu per satu lokasinya, mengupayakan di wilayah Denpasar. “Sampailah ketemu di daerah Renon dan yang mengurus pembiayaan pusat, saya langsung ke sana dan dapat akses kantor,” ujarnya pada Jumat, 2 Agustus 2024 di salah satu kedai kopi di Denpasar.
Coworking space yang disewa menyediakan berbagai fasilitas dan aktif mengadakan kegiatan seperti diskusi. Diskusi itu melibatkan para penyewa dari berbagai bidang pekerjaan. “Secara langsung saya jadi punya banyak networking, saya dilibatkan mengisi workshop penulisan kreatif, saya dapat banyak jejaring, bertukar kontak,” ucap Irma.
Menurut Irma, sangat penting agar coworking space aktif. Tidak hanya menyewakan tempat tetapi aktif membuat kegiatan melibatkan para penyewa. Kala itu workshop yang ia isi sebagai pembicara selalu ramai peserta.
Memasuki Covid-19 perusahaan pusat Irma tidak melanjutkan sewa. Ia merasa kehilangan jejaring saat tidak dapat berkantor. Selama Covid-19, penyewa dan coworking Space aktif melakukan kegiatan tapi berbayar. Namun, tidak semua penyewa terlibat seperti saat sewa offline dulu.
Perlahan grup itu tidak aktif, tahun 2022 puncaknya. Iseng mengecek, ternyata coworking Space di Renon telah tutup, yang tersisa hanya restoran saja. Setelah itu, Irma berkantor dari kedai kopi ke kedai kopi lainnya. Metodenya, ia mencari kedai kopi yang dekat dengan kediamannya. Perlahan titik itu kian menjauh. Kriterianya kedai kopi yang masih enak saat bekerja, tanpa musik bising. “Saat ini ada 3 kafe yang selalu saya kunjungi, selain musiknya tidak terlalu kencang dan tidak terlalu ramai. Kalaupun ramai masih bisa ditoleransi, WiFinya juga lumayan kenceng,” paparnya.
Perhitungan lainnya adalah budget, jika harga kopi di atas Rp 35 ribu maka Ia mencari lagi kafe yang masih banyak menyediakan harga lebih terjangkau. Kafe langganannya ada ruangan khusus, indoor dan outdoor. Hingga saat ini Irma menjadi pelanggan tetap Tia kafe. “Karena saya tidak setiap hari, seharian Rp 30 ribu kopi saja, kalau sama makanan Rp 50-60 ribu. Lebih dari itu pernah kalau aku ngajak orang dan bantu membayar,” jelas Irma sembari bekerja.
Indah (26) front office Kembali Hub, salah satu coworking space di Denpasar mengakui bahwa coworking space saat ini tidak seramai dahulu. “Memang tidak terlalu ramai banyakan coffee shop sekarang,” ujarnya Indah saat diwawancarai pada Jumat, 2 Agustus 2024.
Kembali Hub beroperasi sekitar 5 tahun. Indah mengakui bahwa pemasaran melalui media sosial sudah tidak aktif. Unggahan terakhir Instagram Kembali Hub pada 21 Januari 2023. Para penyewa rata-rata lembaga yang telah mengetahui Kembali Hub sebelumnya. Ada pula yang mencari via mesin pencari. “Sejauh ini sosmed kita gak aktif kalau cari di Google mungkin ketemu co working space ya, mostly datang dari sana atau tamu tamu lama, member lama,” ucapnya.
Ada satu ruangan yang disewakan dan dapat diakses oleh penyewa selama 24 jam. Fasilitas lainnya yang disediakan yaitu kipas angin dan pemanas makanan bersama, minuman gratis seperti kopi, teh dan gulanya. Kembali Hub buka di hari Senin sampai hari Minggu. Ada 7 lembaga yang berkantor di Kembali Hub dengan paket bulanan. Biaya sewa per hari sebesar Rp100 ribu. Indah berharap keadaan coworking space dapat lebih ramai meskipun kedai kopi tengah menjamur di Bali, khususnya Kota Denpasar.