Tiga tahun lalu, Wayan Suparta terlilit utang.
Usaha kecilnya membuat sarana sembahyang nyaris bangkrut. Bermodal kredit Rp 50 juta, Suparta kemudian bangkit dan menghidupkan usahanya hingga beromzet Rp 400 juta. Pengusaha kecil seperti dia berperan penting bagi ekonomi nasional.
Wayan Suparta, 37 tahun, adalah pembuat sarana upacara keagamaan Hindu berbahan fiber. Asalnya dari Desa Bresela, Kecamatan Payangan, Gianyar. Sekitar 40 km dari Denpasar.
Suparta mengawali usaha bernama Gamping Emas pada tahun 2010 ketika mendapatkan pinjaman kredit mikro di bank. Sebelumnya, dia memiliki usaha kecil membuat dulang dari gypsum. Namun, tiga tahun lalu usahanya berhenti karena dia terlilit utang serta keluarga mengadakan upacara agama di rumah.
“Modal saya habis di sana,” katanya.
Pada April 2010, seorang temannya datang menawarkan kredit usaha tanpa jaminan di sebuah bank. Besarnya Rp 50 juta. “Kredit itu sangat membantu saya merintis kembali usaha dulang ini,” kata Suparta.
Ide membuat dulang fiber berawal ketika dulang berbahan gypsum yang populer di pasaran kualitasnya kurang bagus. Selain itu proses produksinya rumit dan lama. Akhirnya muncul ide dan inovasi untuk membuat dulang fiber.
“Dulang berbahan fiber jauh lebih berkualitas tinimbang gypsum. Lebih kuat, lebih awet dan produksinya lebih cepat,” ujar pria tamatan SMP ini.
Pembuatan satu buah dulang hanya membutuhkan waktu sekitar 30 menit. Diawali proses cetak, bahan-bahan dasar seperti resin, fiber, talek dan katalis dicampur dan diaduk selama 2 menit. Selanjutnya adonan dituangkan atau dioleskan di atas masker karet berbentuk produk yang akan dibuat.
Setelah dioleskan secara rata, hasil cetakan ditunggu selama 15 menit hingga kering. Hasil cetakan yang telah kering selanjutnya diamplas serta didempul, sebelum masuk ke proses finishing.
Terdapat dua tahap dalam proses finishing. Pertama seluruh bagian dulang diberi cat dasar merah. Setelah itu dicat sesuai dengan desain. Semua produk yang sudah melalui proses finishing dikeringkan dengan sinar matahari serta dioven sebelum produk-produk dikemas dan dikirim ke pelanggan.
Tersebar
Dari semua tahapan pembuatan dulang, Suparta fokus pada pembuatan masker. Sebab, inilah bagian terpenting dari usahanya.
Membuat masker membutuhkan waktu 15 hari melalui 5 tahapan pengolesan pada dulang ukiran kayu. Butuh kesabaran dan ketelitian dalam mencampur bahan serta mengoleskan agar semua detail pada ukiran tidak hilang pada saat masker telah usai.
Menurut Suparta yang juga seorang seniman dan tukang ukir tersebut dalam satu hari Gamping Emas bisa mengerjakan 120-160 buah sarana upacara tiap hari. Misalnya dulang, saab kecil, bokor kecil, sokasi, nare, dan tempat buah.
Semua produk tersebut merupakan sarana upacara yang digunakan umat Hindu Bali tiap hari. Baik saat upacara di Pura ataupun untuk kegiatan tradisi. Fungsinya untuk membawa gebogan yaitu sesajen berupa rangkaian buah dan rangkaian janur secara beriringan. Istilahnya Mapeed.
Saat ini Gamping Emas telah memiliki sekitar 35 karyawan lokal dari Kecamatan Payangan, Kintamani, Singaraja, Karangasem, serta beberapa dari Jawa Timur. Produknya telah tersebar di seluruh kabupaten di Bali serta luar Bali seperti Lampung, Kalimantan, Jakarta, dan Sulawesi. Omzet perbulannya mencapai Rp 400 juta.
97 Persen
Usaha ekonomi yang menjadikan kreativitas serta warisan budaya sebagai dasar pengembangan usaha, seperti membuat dulang fiber, termasuk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Orang-orang seperti Suparta berperan penting dalam perekonomian nasional.
Pentingnya peranan UMKM terlihat dari penggunaan faktor-faktor produksi lokal yang digunakan serta hasil berupa produk maupun jasa yang digunakan memenuhi kebutuhan pasar lokal.
Menurut data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, jumlah UMKM di Indonesia pada tahun 2012 mencapai 56.539.560. Mereka tersebar di seluruh Indonesia. Menyumbang 57 persen pada Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia serta menampung hingga 97 persen dari total tenaga kerja di Indonesia.
UMKM sebagai motor penggerak dan penyangga terakhir perekonomian nasional, didasarkan pada realitas bertahannya UMKM dari dampak krisis moneter tahun 1998 dan krisis global yang melanda dunia tahun 2008.
Hal ini membuat pemerintah memperhatian dan melakukan upaya pemberdayaan sektor riil, khususnya melalui pengembangan UMKM. Upaya pengembangan tersebut salah satunya kemudahan dalam mengakses pembiayaan berupa kredit di perbankan yang biasa disebut kredit usaha mikro.
Kredit usaha mikro adalah salah satu inovasi dalam kebijakan anti-kemiskinan yang telah berhasil membawa layanan keuangan formal kepada pengusaha yang kurang mampu dari segi permodalan.
Jika makin banyak pengusaha kecil mendapatkan bantuan kredit dan modal, maka akan makin banyak orang berhasil. Layaknya Suparta dengan usaha Gamping Emasnya. [b]
Jeg nyakcak fotone Gung De.. :))