Mister and Miss Gaya Dewata 2016/Foto: Luh De Suriyani
Menerima Keberagaman dalam Kehidupan
Setiap manusia yang dilahirkan di dunia ini pastilah ingin mendapatkan yang terbaik dalam kehidupannya. Tetapi manusia hanyalah menjalankan kehidupannya sesuai dengan apa yang telah Tuhan gariskan pada setiap orang dan tidak lebih dari pada itu.
Dalam kehidupan di dunia, ada siang dan juga ada malam. Tetapi diantara siang dan malam ada pagi dan sore. Dalam warna, ada warna hitam dan juga ada warna putih. Dan di antara warna hitam dan putih juga ada warna pelangi.
Sementara manusia yang lahir ke dunia ini jika dilihat dari jenis kelamin hanya ada laki-laki dan perempuan. Tetapi gender yang ada tidak hanya ada laki-laki dan perempuan saja, tapi juga ada Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT).
Sebenarnya tidak ada seorangpun bayi yang lahir kedunia ini untuk menjadi LGBT. Dan juga tidak seorangpun orang tua, ibu atau ayah yang melahirkan bayinya menginginkan anaknya untuk menjadi LGBT. Tetapi semua ini adalah karunia Tuhan yang telah diberikan pada umatnya yang harus diterima dan dijalaninya.
Jika semua orang bisa memahami, menerima dan menghargai adanya perbedaan ini, alangkah indahnya dan damainya hidup ini. Tetapi kenyataan yang ada tidak seindah yang diharapkan. Masih ada sebagian orang yang belum bisa menerima keberadaan orang-orang minoritas di masyarakat seperti ini.
Sejak komunitas LGBT mulai menemukan identitas gender dan orientasi seksualnya (masa kanak-kanak atau remaja), dalam perjalanannya mereka sering mendapat kekerasan (psikis dan fisik). Diolok-olok, diejek dan bahkan juga ada yang sampai dipukuli oleh anggota keluarganya sendiri karena sebagai LGBT. Belum lagi kekerasan dari lingkungan bermain, sekolah, juga keluarga yang semestinya sebagai tempat yang aman malah menjadi tempat yang tidak nyaman.
Dalam situasi seperti ini, akhirnya banyak komunitas waria kabur dari rumah tanpa dibekali pendidikan dan keterampilan yang cukup (karena masih usia remaja), dan mereka mencari kehidupannya sendiri.
Kalaupun ada waria yang bertahan dengan kekerasan yang diterimanya sampai berhasil menyelesaikan pendidikan, mereka juga tidak bisa diterima bekerja di sektor formal karena pilihanya menjadi waria. Walaupun waria berpendidikan sarjana, tapi ketika dia melamar di sektor formal tidak diterima karena penampilannya sebagai waria. Begitu juga kalau kerja di perusahaan dll, sehingga banyak Waria yang terjun ke dunia kecantikan (salon) dan dunia hiburan.
Begitu juga halnya dengan Gay, Lesbian maupun Biseksual, mereka juga sering mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan jika diketahui orientasi seksualnya dengan sesamanya sehingga mereka lebih menutup diri terhadap perilaku seksualnya.
Dalam hal pendidikan, banyak waria yang tingkat pendidikannya rendah. Sedangkan pada gay tingkat pendidikannya kebanyakan menengah keatas sehingga mudah dalam hal mencari pekerjaan.
Dari sinilah akhirnya memunculkan pemikiran di benak beberapa komunitas gay di Bali untuk membuat suatu organisasi dengan tujuan supaya ada tempat untuk berbagi dalam segala hal terkait dengan kehidupan LGBT, dan akhirnya pada hari Valentine 14 Februari 1992 terbentuklah Organisasi Gaya Dewata oleh beberapa orang dari komunitas Gay di Bali. Dalam perjalanannya, Yayasan Gaya Dewata (YGD) bukan hanya untuk tempat berbagi dan memberi dukungan kepada sesama, tetapi juga dalam program penanggulangan IMS, HIV dan AIDS.
Seperti yang terjadi sampai saat ini, situasi epidemi HIV di Indonesia dan juga Bali masih menjadi perhatian. Hal ini disebabkan karena angka prevalensi HIV pada usia muda di masyarakat terus meningkat. Peningkatan ini bisa kita ketahui berdasarkan hasil Survei Terpadu Biologis dan Perilaku yang dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan RI.
Melihat fakta tersebut diatas, Gaya Dewata juga berperan aktif dalam menekan laju perkembangan kasus HIV yang terjadi di masyarakat khususnya pada komunitas LGBT bisa ditekan. Komunitas LGBT sebagai bagian dari masyarakat juga bisa dilibatkan dalam program penanggulangan HIV dan AIDS dan mereka juga dapat dijadikan sebagai role model perubahan perilaku dalam menekan laju epidemi HIV dan AIDS.
Memanfaatkan momentum edutainment sebagai salah satu strategi untuk melakukan promosi dan sosialisasi tempat layanan kesehatan secara umum agar dapat diakses oleh setiap orang. Disamping itu juga diharapkan momentum edutainment dapat menjadi upaya untuk mereduksi stigma dan diskriminasi terhadap komunitas LGBT dan ODHA.
Kegiatan edutainment ini kami kemas dengan sangat menarik dalam bentuk pemilihan “Mister dan Miss Gaya Dewata 2017”. Rangkaian kegiatan ini telah dilakukan beberapa tahapan yaitu babak penyisihan dilakukan pada tgl 25 Oktober di Santika Hotel Seminyak yang diikuti 26 peserta MISTER dan 27 peserta MISS , sehingga terpilih 12 pasang finalis Mister dan Miss. Para finalis juga diberikan pembekalan tentang HIV & AIDS, SOGIEB, Hukum & HAM, test tulis dan Public Speaking terkait dengan HIV & AIDS.
Dan malam pucak acara final dari 12 finalis katagori Mister dan 12 finalis katagori Miss akan digelar pada hari Rabu, 8 November 2017, jam 19.00 – 22.30, di BHUMIKU Convention Hall, Jln. Gunung Soputan No. 49, Denpasar.
Menyelenggarakan event “Pemilihan Mister & Miss Gaya Dewata 2017” untuk komunitas LGBT adalah satu strategi program edutainment YGD yaitu menggabungkan antara acara hiburan dan pemberian informasi untuk komuntas LGBT di Bali.
“Pemilihan Mister & Miss Gaya Dewata 2017” merupakan event tahunan YGD, dan untuk tahun 2017 akan menjadi tahun kedua event ini.
Mister & Miss Gaya Dewata 2017 yang terpilih nantinya diharapkan akan memiliki pengetahuan yang lebih banyak sehingga dapat membantu peran YGD dalam memberikan informasi yang benar tentang HIV dan AIDS kepada komunitas nya dalam hal ini adalah komunitas LGBT. Selain itu mereka bisa menjadi role model bagi komunitasnya dalam melakukan kegiatan kegiatan advokasi.
Kegiatan ini dilakukan untuk menunjukkan bahwa komunitas LGBT juga bisa melakukan sesuatu yang bermanfaat sama seperti yang dilakukan oleh masyarakat pada umumnya dan juga untuk menyalurkan bakat komunitas LGBT dalam dunia fashion, juga untuk memberikan informasi yang benar tentang HIV & AIDS, juga tentang SOGIEB sebagai upaya mereduksi stigma dan diskriminasi terhadap LGBT bahwa LGBT juga bisa berprestasi.
Dengan kegiatan ini juga berharap bisa menciptakan strategi komunikasi yang baru dengan pesan-pesan yang lebih positif, sehingga dapat mengurangi stigma dan diskriminasi yang sering terjadi di masyarakat. Dengan menggunakan saluran-saluran yang lebih bervariasi, sehingga daya jangkau penyampaian pesan akan menjadi lebih luas. (Christian Supriyadinata, S.Pd-Yayasan Gaya Dewata).
ini benar benar aneka ragam dalam hidup.