Melihat berbagai fenomena belakangan ini membuat hati saya sedih.
Betapa tidak, kita selalu merasakan riah-riuh kacau perpolitikan bangsa yang menurut saya keberadaanya atau cara mainnya kurang sehat serta kurang mendidik masyarakat. Para tokoh-rokoh politisi kita dalam memperebutkan kursi empuknya banyak mengandalkan cara-cara yang kurang pantas.
Berbagai isu negatif ditebarkan ke pihak lawan dengan tujuan menjatuhkan yang bersangkutan. Korban dari berbagai isu negatif ini sejatinya tidak lain adalah masyarakat sendiri. Mereka bisa terjebak dalam isu yang belum sepenuhnya benar dan akhirnya mereka percaya terhadap hal tersebut.
Sungguh kasihan bukan!
Pilpres 2014 lalu disebut-sebut sebagai cikal bakal dari lahirnya isu-isu kontraproduktif ini. Kemudian berlanjut ke Pilkada DKI beberapa waktu lalu dan masih berlanjut hingga saat ini. Bahkan banyak kalangan yang menilai hal serupa juga akan terjadi pada Pilpres 2019 mendatang.
Mereka yang menggunakan isu ini, sebut saja gerbong A dan gerbong B menyebarkan isu negatif ini di manapun. Baik di media televisi, koran ataupun media sosial. Isu negatif ini dampaknya akan menimbulkan keributan di masyarakat.
Saya menilai keributan semacam ini tentu bukanlah perkara sederhana. Jika dibiarkan ia akan merebak ke seluruh sendi-sendi kehidupan bermasyarakat. Dan, tahap itu sudah mulai kita temukan.
Di era digital sepertu sekarang, sebagian besar tentu telah mengenal media sosial. Berselancar di sosial media, kita seperti mengarungi ombak liar yang entah ujungnya di mana. Setiap fenomena yang muncul di sana kita selalu mempunyai pandangan atau perspektif masing-masing.
Tidak ada yang salah memang. Setiap orang mempunyai cara pandang sendiri dan sudah ada hak pula untuk mengungkapkannya. Tapi di satu sisi, saya melihat adanya ketidaksesuaian dalam menyampaikan pendapat di sosial media. Setiap orang yang berkomentar di sana seolah-olah mempunyai kebenaran sendiri tanpa menghiraukan perspektif orang lain.
Lebih dalam lagi dalam persoalan ini adalah dapat menimbulkan sebuah perpecahan. Terlebih sekarang sudah banyak kita menemukan wargane yang sudah tidak ragu lagi dalam menyebutkan kata “goblok” ke warganet lain. Bukan hanya itu, kata bodoh, ngaca, najis, kafir, dan berbagai kata-kata tidak sepantasnya telah banyak hadir menghiasi dinding-dinding beranda.
Bagi saya pribadi, ini bukan barang baru. Justru benda lama yang belum terselesaikan. Hanya saja saat ini merebak di media sosial di mana setiap orang bisa berargumen semaunya sendiri.
Untuk menghindari konten-konten kontraproduktif seperti ini perlu dilakukan upaya bersama sehingga dapat teratasi dengan baik. Beberapa akun-akun sosial media sudah ada yang mengabarkan konten-konten yang positif dalam pembangunan bangsa.
Sebut saja akun Good News From Indonesia dan Indonesia Baik. Dua akun media sosial ini secara terus menerus saya cermati berhasil memberikan edukasi yang positif terhadap masyarakat. Namun di samping itu, masih ada ratusan bahkan ribuan akun media yang kontraproduktif.
Demi mengatasi ini, saya memberikan apresiasi kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI). Dengan melihat persoalan semacam ini mereka terjun ke berbagai kota untuk menyuarakan konten-konten positif kepada para blogger dan warganet.
Pada 10 Mei kemarin, MPR RI menyambangi para warganet dan blogger di Bali yang bertempat di Hotel Bintang Bali Jalan Dewi Kartika, Kuta, Badung. Di acara ini sebanyak 55 blogger dan warganet berkumpul. Hadir pula di acara Sekjen MPR Ma’ruf Cahyono yang memberikan beberapa hal mengenai konten-konten postif yang perlu diunggah ke media sosial.
Selain itu, Sekjen juga menyampaikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara perlu diketahui berbagai hal mengenai pentingnya pemahaman mengenai empat pilar kebangsaan yang selama ini dipegang teguh oleh masyarakat Indonesia. Empat pilar yang dimaksud yakni Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI.
Jikalau kita hubungkan dengan fenomena yang terjadi belakangan ini, empat pilar kebangsaan ini keberadaannya mulai ditinggalkan oleh segelintir golongan. Buktinya telah hadir kelompok-kelompok intoleran yang berencana mengganti keberadaan dasar negara. Tentu kelompok ini harus kita tentang mengingat keberadaan empat pilar ini sudah final dan dirumuskan secara mendalam oleh para founding father.
Menjaga empat pilar itu adalah tugas kita Bersama. Tugas setiap masyarakat Indonesia. Pun bagi para warganet dan blogger yang terus bergerilya di media sosial. Semoga keberadaan media sosial kita ke depan mampu mengantarkan nilai-nilai positif bagi kemajuan bangsa Indonesia dengan tetap berpegang teguh pada empat pilar kebangsaan. [b]