Oleh Anton Muhajir
Di antara hiruk pikuk Jl By Pass Ngurah Rai Sanur Denpasar delapan orang sedang sibuk menganyam rumput alang-alang. Mereka duduk di lantai tanah beralaskan kursi kayu kecil, mengambil segenggam alang-alang keirng, memasukkan di bawah jepitan bambu, lalu melipat pangkal alang-alang kering itu mengikuti panjang bilahan bambu. Tiap selesai satu genggam alang-alang, mereka akan mengambil alang-alang lain yang menggunung di sekeliling mereka. Satu. Dua. Tiga. Tiap genggam alang-alang itu ditata mengikuti bilahan bambu sepanjang tiga meter itu hingga alang-alang itu menjadi bahan yang siap jadi atap.
Kamis sore lalu, sekitar pukul 16.30 Wita, ketika ratusan motor dan mobil melaju pulang ke rumah masing-masing seusai kerja, empat perempuan dan empat laki-laki itu masih tekun menganyam alang-alang kering itu jadi atap siap pakai. Mereka tidak terikat jam kerja, tapi pada sudah gelap atau tidak tempat mereka bekerja.
Mereka bekerja sejak pukul 8 pagi. Tidak perlu berangkat pagi untuk bekerja karena mereka juga tinggal di rumah, mungkin lebih tepat gubuk, berdinding anyaman bambu beratap alang-alang, berlantai tanah, di sebelah tempat kerja. Di atas tanah kontrakan berjarak sekitar 20 meter dari jalan raya itu mereka bekerja sekaligus tinggal bersama beberapa anak balita.
Menurut salah satu pegawai, tiap hari satu pekerja bisa mendapat hingga 30 buah atap alang-alang. Jadi, dalam sehari delapan pekerja itu menghasilkan 240 buah atap alang-alang berukuran panjang 3 x 1 meter persegi tersebut. Harga satu buah atap itu Rp 6000 hingga Rp 7000. Berarti pendapatan kotor dari atap alang-alang ya sekitar Rp 1,4 juta. Tak heran jika bos mereka tinggal duduk santai di tempat kerja lain, sekitar 1 km dari tempat kerja tersebut.
Bos pekerja-pekerja itu, Eldah, memulai bisnis atap alang-alang itu sejak 1996 di sisi Jl By Pass IB Mantra yang ketika itu masih bernama Jl Raya Ketewel. Eldah dan suaminya meninggalkan Lombok Barat, daerah asal mereka, bermodal kemampuan membuat atap alang-alang. Eh, ternyata di Bali mereka bisa membuat usaha itu maju. Bagaimana tidak, dalam sehari saja mereka bisa mendapat penghasilan kotor Rp 1,4 juta. Itu baru dari atap alang-alang. Padahal mereka juga punya usaha membuat bale bengong yang harganya antara Rp 2 juta hingga Rp 3 juta. Di kartu namanya Eldah menulis sebagai The Grass Balinese Alang-Alang. Selain atap alang-alang dan bale bengong, Eldah juga menjual batu koral, pasir, tanah urug, hingga tali ijuk.
Barang-barang yang bagi sebagian orang mungkin tidak berguna itu ternyata laris manis juga. Sore itu di tempat kerjanya di Jl By Pass IB Mantra, Eldah mendapat pesanan membuat bale bengong dari salah satu turis Eropa. “Dia pesan untuk villanya di Nusa Lembongan,” kata Eldah.
Untuk membuat atap alang-alang, Eldah hanya mengandalkan delapan pekerjanya di gudang, demikian dia menyebut tempat kerja lain di Jl By Pass Ngurah Rai. Sedangkan untuk mengerjakan bale bengong dan pemasangan atap alang-alang hingga jadi, dia bekerja sama dengan tukang lain. Mirip kerja outsourcing lah. Membuat bale bengong dan pemasangan atap alang-alang ini memang lebih rumit. “Soalnya bahan bangunannya bambu, jadi lebih rumit. Kalau kayu lebih gampang,” kata Gusti, tukang yang biasa kerja sama dengan Eldah.
Saat ini, pesanan membuat atap alang-alang dan bale bengong di Eldah lebih banyak dari pemilik villa. Pekan lalu itu dia sedang mengerjakan atap alang-alang untuk dua villa di Singaraja, Bali utara. Tak hanya dalam negeri, alang-alang made in Denpasar itu juga diekspor ke Australia, Jepang, dan Arab Saudi. [+++]
peruasahan kami adalah perusahaan yang sanggup menyediakan ijuk dalm jumlah besar, berbagai jenis ijuk baik itu untuk matrial atapun untuk peroduksi. perusahaan kami sanggup menyediakan ijuk dalam jumlah yang cukup besar. jika bapak membutuhkan ijuk bisa hubungi saya di no 085224030304/02657000503
saya mau menawarkan kerjasama pengadaan atap alang-alang untuk membantu stok. bila berminat hub saya 021-99803432