Berbicara tentang desa tidak akan pernah kehabisan cerita. Tak akan ada cerita yang sama, membuat saya antusias mengenal dan mengunjungi desa. Awal Mei menjadi perjalanan kembali Kelas Jurnalisme Warga beranjak ke arah utara pulau Bali. Ke Desa Les, Kabupaten Buleleng.
Melewati rute sekitar 3 jam perjalanan dari Denpasar Utara menuju Desa Les. Perjalanan tak membosankan karena kami menempuh rute Kintamani. Daerah yang konon juga menjadi salah satu bagian kekerabatan Desa Les.
“Desa Les ada di balik bukit itu,” tanda pak sopir yang mengantar kami ketika sampai di Desa Madenan.
Kami melewati beberapa bukit, dan tentu saja itu membuat saya seperti diorientasi arah. Tidak mengenal dimana utara dan selatan. Setiba di Desa Les, yang paling mudah ditemui adalah pantai. Tak lupa juga desas desus tentang kuliner tersohor yang hanya dimiliki Desa Les. Bubuh Mengguh dan Jukut Blook. Kuliner adalah salah satu motivasi kami tidak sabar untuk berjumpa dengan desa-desa di Bali.
Sebelum mengenal lebih jauh kuliner Desa Les, kami berkenalan lebih dulu dengan peserta KJW Les. Sebagai kelompok anak muda yang baru dibentuk dalam Karang Taruna antusias semakin terasa. Tantangan perkenalan dengan teknik merangkai kata senada dengan nama panggilan disampaikan dengan asik.
“Perkenalkan nama saya Eka Nerwiasih, sekian dan terima kasih,” perkenalan Eka diikuti gelak tawa teman-temannya.
Beranjak ke agenda utama pengenalan dasar-dasar penulisan jurnalistik yang dibawakan oleh jurnalis lokal Eka Prasetya. Materi pembuatan video pendek melalui ponsel juga disampaikan oleh jurnalis tv lokal, Kardian Narayana.
Praktek-praktek kecil pasca materi menjadi kesempatan peserta KJW mengenal pembuatan karya jurnalistik. Tidak lebih dari 10 menit, peserta KJW Les ditantang menyelesaikan tugas-tugas.
Peserta terbanyak sepanjang KJW 2020-2022, sebanyak 24 peserta terlibat aktif dalam kelas. Dengan ragam latar belakang dari pelajar dan ada juga yang sudah bekerja. Akhir agenda kami kembali berkumpul bersama di wantilan kantor Desa Les setelah menyelesaikan praktek-praktek kecil dari pemateri.
Waktunya mengenal Desa Les dari potensi-potensi desa yang akan dituju menjadi lokasi liputan. Sebagai bagian agenda hari kedua untuk menerapkan materi yang dipaparkan hari sebelumnya. Mendedah kebiasaan masyarakat, dipilih 8 topik untuk didalami menjadi karya jurnalistik.
Menjelajah sumber air di hulu desa menjadi topik yang tak pernah kehilangan peminat. Apalagi dikerjakan oleh para muda yang suka jalan-jalan. Potensi alam pertama yang dipilih adalah air terjun Yeh Mampeh dan yeh Anakan. Diulas dengan cerita dan pengalaman perjalanan ke air terjun itu. Tidak lupa juga dikutip tentang cerita-cerita legenda yang melekat dengan keberadaan air terjun itu.
Setingkat lebih ekstrim, kelompok Kartika membuka jalan menuju Yangudi. Salah satu banjar yang berada di atas bukit. Setelah perjalanan panjang melewati hutan dan jurang, membuka jalan secara manual, akhirnya bisa mencapai lokasi liputan. Bukit Yangudi memiliki potensi sebagai bumi perkemahan.
Tak hanya lokasi kemping, sekali perjalanan itu, kelompok liputan Yangudi juga mengulas salah satu petani pembuat produk di wilayah Banjar Yangudi itu. Petani gula juruh. Seperti tur di perbukitan, bisa melihat secara langsung pembuatan gula juruh di Banjar Yangudi.
Meski melebihi waktu pembuatan karya, kelompok Yangudi berhasil menyelesaikan karyanya. Selain keseruan perjalanan ke Yangudi, kelompok lain juga terus menggarap liputan-liputannya. Seperti mengenal salah satu seni di Desa Les yaitu Tapel Ngandong. Seni kontemporer yang hanya ada satu di desa itu menyimpan sejarah perjalanan panjang.
Beralih pada topik pengembakbiakan usaha madu oleh salah satu pemuda yang juga turut dalam pelatihan KJW Les. Selain itu, diceritakan pula tentang produk-produk Desa Les yang dipasarkan di BUMDes.
Ada juga cerita tentang pembuatan garam Les mengajak para muda berkenalan dengan istilah-istilah pengolahan garam tradisional. Belum lepas dari sisi pantai, diarsipkan juga keindahan isi laut les yang digambarkan dengan video bawah laut serta keterangan kondisi oleh pengelolanya.
Secara tidak langsung, peserta KJW Les juga berkenalan dengan salah satu lembaga pendidikan yang baru berdiri di desa mereka ketika liputan. Salah satu lembaga pendidikan yang menerapkan sistem pertanian berkelanjutan melalui konsep permakultur.
Selain sebagai tugas untuk mengenal dunia jurnalisme, liputan di desa sendiri mengajak peserta KJW mengenal lebih dekat hal-hal biasa yang ada di desanya. Pengalaman peserta KJW Les yang terarsipkan dalam karya jurnalistik bisa diakses lebih detail di web balebengong.id.