Sehubungan dengan Hari Peduli Autis (2/04), Pusat terapi autis Narwastu serta BaleBengong bermain bersama anak-anak di Narwastu (06/04) Sempidi, Kabupaten Badung. Perayaan dengan berkumpul, bercerita dan bersenang-senang.
Konsepnya bukan kegiatan untuk anak-anak saja. Tapi mengajak publik mengenal keseharian anak dengan autis. Ivy Sudjana, salah satu pemrakarsa kegiatan ingin mengajak publik terbatas untuk bisa merasakan pengalaman membersamai anak dengan autis selama setengah hari. Melihat respons-responsnya secara langsung, tanpa settingan. Dengan maksud meningkatkan pemahaman bagaimana anak autis, orang tua dan terapis menghadapi tantangan tertentu setiap harinya.
Bersama 17 anak dengan autis yang terapi di Narwastu dibuka dari perkenalan singkat. Dilanjutkan menggambar dan mewarnai bersama. Bercerita tentang hal-hal kesukaan mereka melalui gambaran. Ada yang menggambar kartun kesukaannya, buah kesukaan atau sekadar memenuhi kertas dengan coretan.
Jika selama ini acara untuk memperingati hari peduli autis, lebih banyak untuk menunjukkan keinginan bahwa mereka memiliki kelebihan tertentu atau kemampuan yang nyaris setara anak biasa. Sekali ini justru ingin mengajak publik terbatas untuk bisa merasakan pengalaman membersamai mereka.
“Sebagai ibunya Arsa yang autis dan sudah merintis wirausaha dengan @perca_ya_arsa, saya memberanikan diri untuk mengajukan upaya kolaborasi bersama @narwastu_12. Idenya justru sederhana. Kegiatan ini bisa jadi pintu teman-teman (umum, terbatas) untuk memahami keseharian teman-teman autis di bawah bimbingan Bunda @siluhtriastuti,” ajak Ivy. Ia aktif menulis dan mengajak publik memahami autism dengan menulis dan berjejaring. Selain menulis di Balebengong, salah satu artikelnya yang populer adalah ini. Kisahnya dari nol mengenal autis sampai membesarkan anaknya.
Ia menulis di zine yang dibuatnya, anak autis adalah anak yang mengalami gangguan tumbuh kembang karena stusi menemukan struktur dan kadar kimia otak individu autis yang berbeda. Jadi bukan penyakit.
Mengenal lebih banyak pengalaman belajar bersama anak-anak autis dari obrolan pembimbing Narwastu, Siluh Ratih Triastuti. Untuk anak-anak belajar dari pagi sampai jam 12 siang. Sedangkan yang remaja sekolah sampai 5 sore. Konsepnya dibuat seperti belajar di rumah.
Kegiatan semuanya terjadwal. Jam 11 siang waktunya anak-anak makan, mereka membawa bekal masing-masing. Setiap anak remaja juga mendapat jadwal menemani Bunda Ratih belanja keperluan sehari-hari di Narwastu.
Prama salah satu remaja yang juga diterapi di Narwastu memiliki karakter keteraturan tinggi pada setiap hal. Misalnya ketika menjemur handuk, ia akan selesai menaruh handuk sampai presisi. Namun ia sangat tekun. Bunda Ratih memberikan tugas untuk merapikan pensil warna seusai kegiatan kami ketika itu. Benar, satu per satu pensil warna disusun sesuai ukuran, merek hingga bentuknya.
“Prama, tidak perlu sampai presisi begitu, yang penting pensilnya rapi,” cetus Bunda Ratih.
Bunda Ratih menceritakan salah satu kebiasaan yang bisa terlihat pada anak bimbingannya. Yang bisa dilakukan lebih intens mengenalkan dan melatih kebiasaan agar anak-anak bisa melakukan pekerjaan sehari-hari.
Ada juga Karin, remaja perempuan sahabat Prama. Ketika mendapat tugas menyapu, Karin selalu mencari Prama. Biasanya Karin lebih banyak mendominasi dan mengarahkan. Sedangkan Prama akan mengikuti.
Banyak juga cerita-cerita lain yang menemani hari-hari Bunda Ratih. Puluhan tahun bersama anak-anak autis, banyak hal yang juga dikhawatirkan Bunda Ratih. Ia sering berdiskusi dengan Ivy. Mencari jalan-jalan alternatif untuk menjaga dan pengembangan tumbuh anak dengan autis.
“Yang menjadi kekhawatiran kami terlebih pada anak remaja dengan autis. Apalagi remaja perempuan, saya sangat khawatir bagaimana mengenalkan mereka tentang pertumbuhan reproduksi, pengetahuan bagaimana menjaga. Itu sangat sulit. Lebih-lebih kasus pelecehan terhadap anak autis semakin marak,” cerita Ratih berbagi kekhawatirannya.