Teks dan Foto Luh De Suriyani
Muhamad Fadil, 7 tahun, harus merelakan kaki kanannya diamputasi setelah dua tahun menjalani perawatan di Rumah Sakit Sanglah Denpasar. Fadil menjalani operasi amputasi, Selasa pekan lalu.
Pada November 2007, sebuah truk tangki bahan bakar menggilas Fadil ketika bermain di luar rumah di Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur. Kaki kanannya remuk, dengan luka di sejumlah wajah dan tangannya.
Kini, Fadil mengharapkan mendapat bantuan kaki palsu, agar bisa segera sekolah dan bermain. “Sudah ada yayasan, saya lupa namanya sudah menawarkan kaki palsu tapi saya tidak tahu tindak lanjutnya,” ujar Edi, ayahnya yang juga sudah dua tahun bertempat tinggal di rumah sakit bersama istrinya.
Rabu kemarin, ia terlihat tenang, setelah merasa kesakitan sepanjang hari sebelumnya. Ia masih tergantung pada kantung infus. Ketika ditanya apakah ia menyetujui kakinya diamputasi, Fadil mengangguk. “Biar bisa bermain,” ujarnya pendek.
Selama dua tahun hanya terlentang di dipan rumah sakit, Fadil mengaku punya banyak teman sesama pasien anak yang sakit. Di ruangannya, memang ada lima bed lain. Namun, temannya datang dan pergi. Hanya Fadil yang bertahan di ruang Angsoka 3 rumah sakit terbesar di Bali itu.
Fadil terlihat ingin banyak berkomunikasi, namun seperti malu. Wajahnya bersih dan berbinar ketika diberikan mainan. Tidak ada satu pun mainan di satu-satunya meja kecil yang ada untuk menyimpan barang-barangnya. Juga tidak ada radio dan televisi.
Kakinya diamputasi sampai di atas lutut. Ia memegang lututnya erat.
Sementara kaki kanannya terlihat kurus, dengan banyak bekas luka dan tusukan. Kulitnya banyak terkelupas dan bopeng-bopeng karena digunakan untuk menyembuhkan kaki kanannya.
“Fadil dirujuk ke Denpasar karena rumah sakit di Manggarai, NTT tidak bisa mengobati,” ujar Edi. Sejak itulah ia dan seluruh keluarga pindah ke Denpasar dan selama dua tahun bertempat tinggal di Sanglah.
Edi kini sama sekali tak punya pekerjaan. Sebelumnya ia memiliki bengkel kecil di Manggarai. “Saya tidak bisa meninggalkan anak. Istri juga harus merawat dua anak saya yang lain,” ujarnya.
Untungnya, biaya pengobatannya gratis setelah mengantongi surat jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas), pengganti program asuransi masyarakat miskin (Askeskin).
Edi berjanji setelah mendapat bantuan kaki palsu, ia akan terus mendampingi agar bisa berjalan dan sekolah. Ia tidak mau anaknya mengisolasi diri.
“Saya ingin Fadil secepatnya bisa keluar dar rumah sakit dan rawat jalan saja di Manggarai. Biar Fadil lebih leluasa bermain dengan temannya,” kata Edi bersemangat. Ia terlihat menyimpan semangat tinggi untuk masa depan anaknya.
Dua hari ini, RS Sanglah belum bisa memberikan penjelasan tentang kondisi medis Fadil. “Yang bisa menjelaskan sedang tugas luar kota,” ujar dr. Ken Wirasandhi, Kepala Seksi Pelayanan medis bidang rawat jalan. Ken mengatakan amputasi barangkali solusi terbaik dan disetujui keluarga setelah dua tahun upaya penyelamatan kaki kanannya tak berhasil. [b]
Tulisan dimuat pula di http://www.thejakartapost.com/news/2009/08/29/boy-poor-family-gets-new-leg039-after-2year-ordeal.html