Teks Luh De Suriyani, Foto Agus Sumberdana
Selama empat hari tiga malam, 23 orang anggota DPRD Bali “bayangan” bersidang di tengah dinginnya Kebun Raya Bedugul, 29 November – 3 Desember lalu. Ada empat parpol yang terbentuk di “Negara Bedugul” ini. Mereka adalah Partai Demokrasi Kemerdekaan Indonesia (PDKI), Partai Pemersatu Bangsa (P2B), Partai Sapta Banda, PGDI, dan Partai Lilin Kedinginan.
Tak hanya merumuskan visi dan misi parpol, mereka juga turun ke lapangan untuk mencari solusi atas persoalan warga di sekitar Bedugul. Ada lima kelompok warga yang disasar, yakni petani, pengepul produk pertanian, pedagang kaki lima, pedagang pasar tradisional, dan pelaku wisata.
“Ini metode pelatihan yang baik setelah saya mengikuti dengan penuh,” ujar I Made Arka, kader muda dari Partai Demokrat.
Sebanyak 23 kader muda partai politik (parpol) di Bali mengikuti Pelatihan Program Parlemen Pemuda di Guest House VIP, Kebun Raya Bedugul, Kabupaten Tabanan, Bali. Pelatihan ini adalah sesi pertama. Sementara sesi II akan dilaksanakan di Hotel Inna Bali, Jalan Veteran Denpasar, pada 9-12 Desember 2009.
Program Parlemen Pemuda ini bekerja sama dengan tujuh parpol yang mendapat kursi di DPRD Bali. Yakni PDIP, Golkar, Gerindra, Hanura, PNI-M, PNBK, dan Demokrat. Dilaksanakan oleh Indonesian Parliamentary Center (IPC) dan Sloka Institute untuk daerah Bali.
Fungsi partai politik berdasarkan UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik meliputi tiga hal, yaitu melakukan pendidikan politik, mengartikulasikan kepentingan masyarakat, dan melakukan integrasi politik. Ditilik fungsinya, partai politik sejatinya berperan sentral dalam infrastruktur kehidupan berdemokrasi dan bernegara. Dengan demikian fungsi pendidikan politik yang diamanatkan kepada partai politik tidak hanya bagi kader partai, tetapi juga masyarakat agar terwujud masyarakat yang sadar akan hak dan kewajiban sebagai warga negara.
“Amanah dan harapan yang tinggi dari masyarakat rupanya belum mampu dipenuhi oleh sebahagian besar parpol hingga saat ini, parpol masih terjebak pada urusan yang semata kekuasaan, konflik internal, sentralisasi kekuasaan dan beberapa hal lain yang pada akhirnya membuat citra parpol semakin turun,” ujar Sulastio, Direktur IPC. Untuk itu guna memperbaiki fungsi parpol, tidak ada jalan lain kecuali membangun meritokrasi politik. Disamping itu, terdapat hal penting yang dapat dilakukan parpol, yaitu membentuk sistem kaderisasi partai yang sistematik.
Sayangnya belum banyak parpol yang memiliki konsep dan mekanisme pengkaderan yang baik terlebih jika itu ditujukan untuk tugas-tugas yang disandarkan kepada parpol yang salah satunya yaitu mengisi jabatan – jabatan politik. Setiap kali menghadapi pemilu, parpol sepertinya kesulitan mengisi daftar calon di setiap dapil dari ketentuan 125 persen. Tidak semua parpol memenuhinya bahkan terdapat parpol yang hanya diisi oleh 1 atau 2 orang calon. Apalagi jika dikaitkan dengan kewajiban 30 persen perempuan, lagi-lagi parpol mengeluh sulit untuk memenuhinya terutama di daerah.
Minimnya kapasitas dan pengalaman kader parpol yang berhasil menduduki jabatan politik juga berefek ketika kader parpol tersebut masuk ke dalam parlemen sehingga mereka mengalami kesulitan dalam bekerja. Hal ini berimbas pada citra parpol yang asumsinya kemudian parpol menjadi kurang baik.
Beberapa persoalan diatas tentu saja membutuhkan berbagai pembenahan, sebagai salah satu elemen masyarakat sipil terdorong untuk membantu parpol memperbaiki kondisi tersebut melalui konsep parlemen pemuda (Youth Parliament). Program ini diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif usulan model pendidikan kader bagi parpol untuk merekrut dan meningkatkan kapasitas kader – kader parpol ke arah yang lebih baik. [b]
Hebat! Semoga mereka nantinya bisa jadi legislator yang handal! Yang mengerti kebutuhan rakyat di atas kebutuhan partainya.
🙂
Dari “bayangan” bin maya semoga bisa menjadi nyata