Empat tahun berlalu dan DPRD Bali masih saja tak jelas.
Kemarin, Pasubayan Desa Adat Tolak Reklamasi Teluk Benoa kembali mendatangi gedung DPRD Bali. Kali ini, tak ada satu pun anggota dewan yang bersedia menemui mereka.
Bahkan, Sekretaris Dewan justru pergi.
Aksi kemarin sendiri merupakan aksi lanjutan oleh Pasubayan untuk menuntut sikap DPRD Bali terkait rencana reklamasi Teluk Benoa. Sebelumnya, pada 3 Oktober lalu, Pasubayan telah mendatangi gedung DPRD Bali juga.
Namun, pada saat dialog tersebut, sikap DPRD Bali juga tidak jelas. Pasubayan kemudian memberikan batas waktu selama sepuluh hari sejak 3 Oktober agar DPRD Bali mengambil sikap.
Bendesa Adat Buduk, Ida Bagus Ketut Purbanegara mengatakan Pasubayan menuntut agar DPRD Bali bersurat kepada Presiden untuk meminta pencabutan Perpres 51 Tahun 2014. Pasubayan juga meminta agar DPRD Bali merekomendasikan kepada Gubernur Bali agar segera bersurat kepada Presiden untuk hal sama, meminta pencabutan Perpres 51 Tahun 2014.
Namun, DPRD tidak juga melakukannya.
Untuk menagih janji kepada DPRD Bali, Pasubayan menuntut DPRD Bali agar bersikap. “Kami menuntut DPRD Bali segera bersikap secara kelembagaan untuk menolak rencana reklamasi Teluk Benoa dan meminta agar Perpres 51 tahun 2014 dibatalkan,” kata Purbanegara.
“Selanjutnya sikap DPRD Bali tersebut dikirim kepada Presiden agar Presiden segera membatalkan Perpres Nomor 51 tahun 2014 dan mengembalikan kawasan Teluk Benoa sebagai kawasan konservasi,” tambahnya.
Pada pertemuan sebelumnya DPRD Bali juga tidak tegas, apakah mau menerbitkan rekomendasi kepada Gubernur Bali atau tidak.
Purbanegara menegaskan Pasubayan Desa Adat dan seluruh komponen di dalamnya terus konsisten meminta Presiden segera menolak Reklamasi Teluk Benoa dan segera membatalkan Perpres Nomor 51 tahun 2014.
“Sudah saatnya DPRD Bali bersikap atas rencana reklamasi Teluk Benoa, bukan malah sebaliknya, tidak mau bersikap dengan alasan menunggu keputusan dari Presiden,” katanya.
Ketidakjelasan sikap itu, menurutnya, hanya akan melecehkan fungsi lembaga legislatif, perjuangan rakyat Bali, dan nalar publik.
Tidak Muncul
Di dalam aksi tersebut, massa juga meminta anggota DPRD Bali untuk menemui massa. Namun, berkali-kali dipanggil anggota Dewan yang selama ini belum jelas sikapnya tidak ada muncul. DPRD Bali beralasan, mereka tidak mau menemui rakyatnya karena tidak bersurat.
Hal tersebut dibantah keras oleh Koordinator Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa (ForBALI) Wayan Gendo Suardana. Ia menyampaikan bahwa telah mengirimkan surat pemberitahuan ke polisi dan polisi sudah berkoordinasi dengan Anggota Dewan.
“Ini menunjukkan bahwa mereka memang tidak mau menerima rakyat dengan alasan-alasan formal,” ujar Gendo.
Koordinator ForBALI tersebut lantas meminta Sekretaris Dewan juga hadir untuk menemui rakyatnya. Setelah berdiskusi panjang, akhirnya Sekretaris Dewan, I Wayan Suarjana datang menemui massa aksi.
Sebelum Sekretaris Dewan menjelaskan, Koordinator ForBALI juga meminta agar dijelaskan di hadapan rakyat alasan-alasan DPRD Bali tidak mau menemui rakyatnya. “Kenapa kepolisian menjaga gedung ini dengan ketat sementara anggota DPRD-nya tidak ada dalam gedung ini,” kata Gendo.
Sayangnya Sekretaris Dewan tidak menerangkan apapun. Pihaknya mengaku tidak tahu ke mana para Wakil Rakyat tersebut pergi. Dari atas mobil komando dia justru hanya menyampaikan alasan-alasan yang ala kadarnya. “Ini bukan kewenangan saya. Hari ini bapak yang terhormat masih ada yang dikerjakan, masing- masing,” ujarnya.
Aksi kemarin berlangsung saat masih jam kantor. Namun anggota DPRD Bali juga sudah tidak ada ditempat dengan alasan tugas ke luar kota.
Untuk memastikan keberadaan DPRD Bali, Tim Hukum ForBALI mencari staf yang mencatat tugas anggota dewan. Namun, staf yang ditemui tidak mampu menunjukkan bukti absen dan keterangan dinas para anggota dewan.
Tidak puas dengan jawaban tersebut, Gendo bersama tim hukum ForBALI masuk ke ruangan-ruangan di gedung DPRD Bali yang dijaga ketat oleh polisi. Setelah sempat berbicara dengan Kapolresta Denpasar, sebagian peserta aksi akhirnya bisa memasuki gedung.
Bukannya memberikan informasi, Sekretaris Dewan dan para staf yang diminta untuk menunjukkan bukti absen dan keterangan dinas para Anggota Dewan malah hilang tanpa jejak. Ruangannya kosong. Lampu ruangannya sudah mati. Bahkan ruang Sekretaris Dewan juga dikunci.
“Sekwan melarikan diri atau mencari data, saya tidak tahu. Tapi yang jelas Sekwan tidak ada di ruangan dan lampunya sudah mati. Artinya Sekretaris Dewan tidak punya itikad baik untuk menjelaskan dan membuktikan bahwa Anggota Dewan tugas keluar,” ujar Gendo sembari memastikan bahwa ruangannya sudah kosong.
Dalam orasinya Gendo menyampaikan, tidak ada rumusan apapun yang mengatakan rakyat harus bersurat ketika ingin menemui DPRD supaya mereka bisa terima. “Kalau mereka merasa tidak tahu kalau rakyat akan datang pada hari ini lalu bagaimana mereka koordinasi dengan pihak kepolisian sekian banyak pleton mereka di sini,” ujarnya.
“Aparat kepolisian pasti sudah melakukan koordinasi, tetapi Anggota Dewan saja yang tidak mau menemui kita,” tuding Gendo.
Tidak adanya anggota dewan kemarin memperjelas sikap DPRD Bali yang tak berpihak pada aksi tolak reklamasi Teluk Benoa. Empat tahun perjuangan menolak reklamasi seperti tak ada artinya bagi mereka yang dipilih rakyat tersebut. [b]