Teks dan Foto Anton Muhajir
Selain berdoa, wartawan juga mengecam pembunuhan wartawan Sun TV di Tual, Maluku.
Sekitar 60 jurnalis, aktivis, pemuka agama, dan sopir taksi di Denpasar Bali menggelar doa bersama untuk jurnalis Sun TV, Ridwan Salamun, yang tewas saat liputan di Tual, Maluku. Doa bersama pada Minggu (22/8) itu juga diisi pernyataan sikap.
Doa bersama di kantor Sun TV Denpasar tersebut digagas Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Denpasar dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Bali. Ketua AJI Denpasar, Rofiqi Hasan, mengatakan pembunuhan terhadap Ridwan Salamun merupakan ancaman terhadap hak publik untuk memperoleh informasi.
“Karena itulah kami mengecam keras dan mengutuk pembunuhan tersebut,” kata wartawan Tempo tersebut membacakan pernyataan sikap bersama.
Dalam pernyataan bersama mengatasnamakan Solidaritas Jurnalis Bali tersebut, peserta aksi juga mendesak pihak kepolisian untuk melakukan pengusutan dan penuntasan pembunuhan terhadap Ridwan Salamun. Mereka juga mendesak perusahaan media untuk memberikan perlindungan maksimal kepada para wartawannnya, khususnya yang bertugas di daerah konflik.
Selain itu, Solidaritas Jurnalis Bali juga mendesak perusahaan media untuk memberikan perhatian terhadap keluarga wartawan yang telah menjadi korban. “Kami juga meminta agar jurnalis dan organisasi profesi jurnalis terus memperhatikan dan mengawal pengungkapan kasus-kasus tersebut dan mendorong upaya perlindungan terhadap wartawan,” kata Rofiqi.
Selesai doa bersama dipimpin Agus Indra Udayana dari Ashram Gandhi Puri dan pernyataan sikap, peserta aksi menggelar tabur bunga di tepi jalan Diponegoro, Denpasar. Bunga ditabur di bawah spanduk berukuran sekitar 4×2 meter persegi dengan tulisan, “Stop Kekerasan pada Jurnalis. Kami Berduka atas Meninggalnya Ridwan Salamun.”
Tewasnya Ridwan saat meliput bentrok antarmassa di Tual, Maluku menambah daftar jurnalis korban kekerasan. Dalam catatan AJI Indonesia, selama satu tahun ini saja, dari Agustus 2009 sampai Agustus 2010 terjadi 40 kasus kekerasan pada jurnalis. Pada tahun sebelumnya ada 38 kasus. Sebagian besar kekerasan dilakukan oleh warga dan organisasi kemasyarakatan.
Selain pembunuhan dan penganiayaan bentuk-bentuk kekerasan pada jurnalis juga dilakukan dengan cara ancaman dan intimidasi, kriminalisasi atau gugatan perdata pencemaran nama, serta perampasan alat kerja. [b]