Memperingati Hari Tani Nasional, puluhan aktivis menggelar doa bersama sekaligus menolak Bali International Park (BIP).
Puluhan aktivis tersebut dari elemen lintas agama, aktivis lingkungan dan mahasiswa. Mereka yang tergabung dalam Satya Graha tersebut menggelar doa di Lapangan Puputan Badung, tepat depan kediaman Gubernur Bali, Made Mangku Pastika.
Menurut Indra Udayana, Pimpinan Ashram Gandhi Puri “Chhatralaya” yang akrab disapa Gus Indra Udayana, aksi Satya Graha ini untuk memberikan pencerahan pada peserta Satya Graha dan masyarakat pada umumnya sebagai bentuk refleksi diri terhadap persoalan lingkungan dan agraria di Bali ini.
Aksi doa bersama elemen lintas agama ini diikuti berbagai lembaga, yaitu Walhi Bali, Ashram Gandhi Puri “Chhatralaya”, Frontier Bali, BEM UNUD, BEM UNHI, PMII, dan Anand Khrisna Center.
Menurut Koordinator Aksi, Dharmoko, doa bersama ini merupakan wujud solidaritas elemen lintas agama terhadap perjuangan petani Dompa Jimbaran yang tanahnya dicaplok investor untuk pembangunan BIP. Berdasarkan keterangan petani Dompa Jimbaran di beberapa media massa, Investor BIP membebaskan tanah para petani dengan menggunakan aparat negara, ancaman penggusuran, ganti rugi rendah serta penipuan kepada petani dengan memberi sertifikat tanah palsu.
Namun, sejak investor menguasai tanah tersebut, tidak pernah ada pembangunan di atasnya sesuai dengan izin yang diperoleh. Tindakan penelantaran tanah oleh investor ini jelas menghalangi akses petani pada kesejahteraan dan menyebabkan kerugian Negara. Berdasarkan UUPA (Undang-Undang Pokok Agraria) 1960, PP 11/2010, tanah yang ditelantarkan selama 17 tahun itu seharusnya berstatus tanah terlantar yang sudah dikuasai negara dan didistribusikan untuk kepentingan reforma agraria.
Dharmoko menilai Pemerintah Provinsi dan DPRD Bali lebih berpihak kepada investor. Hal ini terlihat sikap pemerintah yang bersikeras memberikan rekomendasi izin sekalipun tanah tersebut telah ditelantarkan selama 17 tahun. Perkembangan terakhir, proyek BIP juga terhambat lantaran menunggak Pajak Peralihan Hak atas Tanah pada BPN Badung senilai Rp 160 milyar.
Tarian India
Acara “Satya Graha” berjalan mulai pukul 10.00 Wita dengan dibuka Puja Tri Sandhya oleh Gus Indra Udayana. Dilanjutkan dengan doa dari kalangan muslim yang dipimpin oleh Adi dari Perhimpunan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).
Selain doa bersama, kegiatan “Satya Graha” ini juga diramaikan dengan acara pagelaran seni. Dua murid putri Asram Gandhi menyumbangkan tarian india bertemakan “Pembersihan Bumi” yang dilanjutkan dengan tarian putra “Kebyar Duduk”.
Dihadirkan pula aksi tearikal yang bertemakan perlawanan petani terhadap pembangunan Megaproyek Bali international park. Dalam Teater ini dihadirkan simbolisasi Gedung BIP yang mengkungkung petani di bawahnya. Aksi pagelaran seni ini yang atraktif ini menarik perhatian masyarakat yang melintas di seputaran lapangan Puputan Badung.
Acara kemudian ditutup dengan doa oleh guru spiritual, Gus Huda selaku Pimpinan Yayasan Nur Hidayah Ishaq. Dalam pernyataan sikap yang disampaikan, peserta doa bersama mempertegas sikapnya untuk menolak pembangunan BIP yang menggusur petani. Selain itu, peserta juga meminta pemerintah Bali baik eksekutif maupun legislatif untuk segera memberlakukan moratorium pembangunan sembari melakukan langkah-langkah antisipasi krisis air yang ada di depan mata.
Secara umum, peserta doa bersama menginginkan agar doa bersama ini dapat dijadikan refleksi bersama atas menurunnya kondisi lingkungan bali akibat eksploitasi tak kunjung henti. Serta menyoroti ketidaktegasan pemerintah untuk menegakkan PP 11/2010 terhadap tanah terlantar. Sehingga sampai saat ini masih banyak tanah terlantar yang dikuasai investor dimana menimbulkan kerugian bagi masyarakat dan pemerintah.
Rencananya kegiatan doa bersama ini akan dilakukan secara berkelanjutan untuk mendukung perjuangan gerakan penolakan BIP. “Kami akan mengadakan acara doa bersama ini bulan depan dengan mengundang pihak yang lebih luas,” ujar Gus Indra Udayana selaku penggagas gerakan solidaritas elemen lintas agama ini. [b]
smoga ‘elite bali’ membaca tulisan ini 😉
Persaingan bisnis yang mengatasnamakan rakyat…. ckckckck
Padahal masih banyak masyarakat Jimbaran yang setuju dengan adanya BIP..
Kalo tanahnya dibiarkan seperti itu terus juga tidak akan ada gunanya, petani disana kan bisa saja mengajukan syarat agar diangkat jadi tenaga kerja di BIP, apalagi sebagian besar kawasannya akan menjadi lahan penghijauan, sudah pasti memerlukan sangat banyak gardener.. permasalahan pokok dari petani2 tsb kan mata pencaharian,, kenapa ini dijadikan alasan untuk menentang BIP?ANEH