Teks dan Foto Ni Nyoman Ramiati
Melalui pengolahan limbah ternak menjadi biogas rumah, sejumlah desa di Bali bersiap menuju kemandirian energi.
Warga Banjar Penyabangan, Desa Kerta, Kecamatan Payangan, Gianyar salah satu contohnya. Sebanyak 44 rumah di banjar ini telah beralih menggunakan biru sehingga tidak tergantung pada energi dari LPG.
Ni Made Bondol, 75 tahun, merupakan salah satu warga Banjar Penyabangan yang sekarang beralih menggunakan bahan bakar biogas rumah dari semula memakai gas LPG atau kayu bakar. Sejak empat bulan lalu, nenek lima cucu ini menggunakan biogas rumah yang diolah dari kotoran sapi miliknya.
Sumber utama biogas rumah milik Bondol tersebut berasal dari digester di samping kandang berjarak sekitar 10 meter di depan rumahnya. Tiap hari digester berbentuk kubah (fix dome) berukuran 9 meter kubik tersebut menampung sekitar 40 kg kotoran dari 8 ekor sapi miliknya. Setelah diolah, kotoran hewan tersebut dialirkan melalui pipa ke dapur rumah di mana Bondol memasak dua kali setiap hari.
Setelah diambil gasnya, kotoran sapi tersebut dialirkan ke tempat lain dan siap digunakan sebagai pupuk organik. Nyoman Suwena, cucu Bondol, menggunakan pupuk organik tersebut untuk menyuburkan tanamannya, seperti jeruk, pepaya, dan lain-lain di sekitar 1 hektar lahan kebunnya. “Hasilnya sama subur dan banyaknya. Tapi, saya bisa lebih hemat karena tidak lagi perlu beli pupuk kimia,” kata Suwena.
Suwena biasa membeli pupuk kimia antara 5 – 8 sak tiap 5 bulan sekali untuk menyuburkan tanamannya. Harganya sekitar Rp 100.000 per sak. “Sekarang saya tinggal mengambil pupuk sendiri kapan pun saya mau,” tambahnya.
Penggunaan biogas rumah oleh warga Penyabangan terjadi seiring masuknya program Biogas Rumah (BIRU), kerjasama Pemerintah Indonesia dan Belanda. Program yang diinisiasi Hivos dan didanai Pemerintah Belanda ini dimulai pada Mei 2009. Tujuannya untuk menciptakan sumber energi baru terbarukan ramah lingkungan dan berkelanjutan di Indonesia.
Program BIRU mulai berkembang di Lombok, NTB sejak Juli 2010 dan Bali sejak Sepember 2010. Di Bali, selain di Gianyar, biogas rumah juga dilakukan di Bangli, Buleleng, Tabanan, Badung dan Klungkung. Hingga akhir Maret 2011 ini, terdapat 58 keluarga di Bali yang sudah membangun dan memanfaatkan biogas rumah dari limbah ternak, baik sapi, babi maupun ayam, untuk kebutuhan rumah tangga.
I Gede Suarja, Koordinator BIRU Wilayah Lombok dan Bali mengatakan Indonesia, termasuk Bali sebenarnya memiliki potensi sumber energi biogas, sebagai energi terbarukan, sangat besar. Sebagian besar keluarga petani memelihara hewan ternak, seperti sapi, ayam, maupun babi yang menghasilkan kotoran sebagai sumber energi biogas. Sebagai ilustrasi, keluarga petani di Bali rata-rata memiliki 2-3 ekor sapi dan 4-5 ekor babi, cukup untuk menghasilkan kotoran yang dibutuhkan untuk biogas.
Namun, menurut Suarja, potensi ini belum dimanfaatkan secara optimal, meski harga bahan bakar minyak terus naik akibat ketergantungan tinggi pada bahan bakar minyak. “BIRU bisa menjadi salah satu solusi tepat untuk menjawab kebutuhan energi alternatif bagi rumah tangga di Indonesia, khususnya Bali,” katanya.
Untuk wilayah Bali, Suarja menambahkan, program BIRU menargetkan membangun reaktor biogas rumah ini sebanyak 500 – 600 unit hingga tahun 2012. “Program ini sesuai dengan misi Bali menuju provinsi green and clean dan Bali pulau organik,” tambahnya.
Program BIRU di Bali dilakukan bekerjasama dengan sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) lokal, sebagai lembaga mitra pembangun (Construction Partner Organization – CPO). Lembaga mitra lokal bertanggungjawab mengoorganisir para tukang lokal untuk dilatih oleh tim BIRU menjadi tenaga tukang biogas bersertifkat sesuai standar BIRU. Untuk wilayah Bali, CPO BIRU antara lain Yayasan Bali Organic Association (BOA), Yayasan Manikaya Kauci (YMK), Yayasan IDEP Selaras Alam, dan Yayasan Sunari.
Lembaga mitra lokal ini kemudian bekerjasama dengan warga-warga masyarakat (pemilik ternak) di pedesaan yang berminat membangun reaktor biogas rumah, termasuk warga di Penyabangan.
Nyoman Suardana, Sekretaris Desa Kerta, menyatakan melalui program BIRU, warganya kini bisa memenuhi kebutuhan energi gas dan pupuk organiknya sendiri. “Kami akan menambah terus jumlah warga pengguna biogas rumah agar kami bisa memenuhi kebutuhan energi dan pupuk sendiri,” ujarnya. [b]