Oleh Arief Budiman
Sungguh berkah luar biasa bagi Bali menjadi tuan rumah UNFCCC selama dua minggu pada penghujung tahun 2007 ini. Terlepas dari tingkat kepuasan akan hasil yang dicapai dan tidak semata melihatnya dari sisi perjuangan terhadap “lingkungan hidup” yang sangat esensial, tapi juga mencermati side effect yang sangat besar bagi kebangkitan kembali Bali di sisi yang lain termasuk soal “branding”. Bali telah menjadi pusat perhatian yang sangat penting untuk ditindaklanjuti dengan pembangunan lainnya dalam berbagai bidang.
Bukti bukti nyata tersebut terangkum dalam beberapa hal seperti dibawah ini: Pertama dari sisi keamanan. Untuk mempersiapkan keamanan bagi acara ini, Bali secara bertahap telah “disiagakan” untuk “steril” baik oleh TNI maupun POLRI serta keamanan internasional. Berlangsungnya acara ini hingga selesai telah mencitrakan di sisi keamanan menjadikan kelangsungan acara menjadi sukses.
Kedua, dari sisi publikasi. Pemberitaan internasional secara marathon selama hampir sebulan baik sebelum maupun sesudah acara menjadikan ingatan dunia terhadap keberadaan Bali hadir kembali sehingga memunculkan kembali pencitraan Bali.
Ketiga, kehadiran delegasi, pengamat dan jurnalis internasional ke Bali dalam menghadiri acara ini telah menggeliatkan perekonomian Bali baik langsung maupun tidak langsung secara signifikan. Industri pariwisata, kalangan seni dan budaya, serta sector lain nampak sibuk mensukseskan acara ini melalui pemenuhan kebutuhan akan akomodasi, transportasi serta keperluan sumber daya insani yang memadai bagi suksesnya acara ini.
Keempat, pesan yang terkadung dalam misi acara ini menjadikan pendidikan masyarakat akan arti pentingnya menjaga lingkungan semakin meningkat. Hal ini tidak terlepas dari gencarnya pemberitaan media terhadap kandungan bahasan dalam pertemuan. Setidaknya dalam tingkat masyarakat awam beredar bahasan Bali akan tenggelam 50 tahun lagi, tapi jika manusianya mampu menyadari dan melakukan pencegahan hal itu tidak akan terjadi. Pesan moral dari kejadian ini telah membangun kesadaran terhadap peran penting manusia dalam menjaga lingkungannya.
Kelima, Dalam perannya masyarakat sipil telah berhasil menyampaikan sikap dan dorongan mengenai perannya dalam countering climate change. Salah satunya adalah dengan mengedepankan kearifan local atau local wisdom yang terbukti semenjak dahulu kala telah mengakomodasi filosofi menjaga lingkungan secara terus menerus yang dilakukan dalam ritual maupun tradisi. Bahkan konsep hari Nyepi yang bagi umat Hindu adalah ritual perenungan menjelang tahun baru Caka diajukan menjadi World Silent Day karena berhasil menghentikan pencemaran secara signifikan dalam dimensinya yang lebih universal. Hal ini menunjukkan bahwa “Negara Timur” atau development countries telah memiliki pemikiran global dalam eksistensinya selama ini. Jika konsep local wisdom ini juga dapat menjadi landasan penting bagi pembangunan di Bali niscaya akan membuat Bali menjadi lebih “long lasting”
Keenam atau yang terakhir adalah result dari acara ini dimana menjadi keputusan penting untuk menuju keputusan yang lebih besar. Telah terjadi kesepakatan-kesepakatan yang mampu mengakomodasi kepentingan yang lebih besar manfaatnya bagi masyarakat dunia. Jika kita menjadi kenal istilah “Protokol Kyoto” selama konferensi ini berlangsung maka sebentar lagi ada istilah baru yang juga akan selalu disebut oleh dunia internasional yaitu “Bali Roadmap”. Penggunaan istilah ini adalah pencitraan positip yang juga berpeluang dunia internasional “memetakan” kembali Bali dalam ingatannya.
Jadi, marilah kita juga menyambut berkah dan hikmah ini menjadi sesuatu yang berarti bagi pencitraan Bali yang lebih baik. Setidaknya menindaklanjuti apa yang telah dicapai oleh Bali dan mewujudkan program yang mungkin masih menjadi agenda selama ini. Senantiasa berpikir positip berinovasi bagi kehidupan yang lebih baik. Mengembangkan “responsible tourism” misalnya atau menggerakan “ekonomi kreatif”. Pastilah kebaikan akan datang dari segala penjuru.
sayangnya saya gak baca sinyal perubahan pandangan penguasa kebijakan pariwisata bali soal responsible tourism itu di antara UNFCCC ini. Acara ini hanya dianggap berkah durian runtuh, bukan jalan untuk berbenah cara-cara kita menangani turis dan lingkungan.
Ayo bu Lode bikin tulisan terus tentang responsible tourism. Juga temen yang lain. Barangkali penguasa kebijakan pariwisata belum paham betul apa dan bagaimana itu responsible tourism. Untuk Bali, it’s a way to go…