Gaung penolakan rencana reklamasi Teluk Benoa mulai melewati batas negara.
Protes terhadap keinginan investor “mengurug laut” di Bali Selatan kali ini muncul dari negeri “Uncle Sam”. Tepatnya di kota Philaddelphia, kota terbesar di negara bagian Pennsylvania, Amerika Serikat.
Mereka, para penolak yang melintas warga negara ini mengatasnamakan “Solidaritas Indo-Philly”. Bentuk solidaritas mereka berupa klip lagu lewat Youtube.
Jika ingin menikmatinya, anda bisa melihatnya pada link di bawah ini.
Nama band Struggle Unity tentu tidak asing bagi anak muda Denpasar yang menggemari musik Hardcore di akhir-akhir tahun sembilan puluhan, ketika aksesoris band belum disponsori distro, dan band-band “Undergorund” masih bisa dibayar dengan berbotol-botol arak. Tidak sedikit muda-mudi Denpasar gemar menyambangi panggung musik cadas pada awal-awal kejatuhan Soeharto itu terkesima dengan aksi sang vokalis dari band ini.
Dialah Dion, penyanyi utama dalam klip di link ini dan sekaligus pencetus di balik karya visual tersebut. Lagu yang didendangkan kali ini jauh dari suara parau kemarahan, tetapi kalau menyelami liriknya maka maknanya garang menantang.
Mungkin klip ini terlihat remeh bagi orang yang doyan menilai bagus atau tidaknya visual berdasarkan kualitas peralatan canggih si pembuat dalam menciptakan gambar. Akan berbeda nilainya kalau kita melepaskan diri dari pengutamaan alat. Jika mengaitkan klip yang dibuat dengan kamera pockect dan beberapa kamera dari mobile phone ini dengan konteks kehidupan, sejarah dan misi si pembuat maka clip ini tidak bisa diremehkan.
Klip ini adalah “aksi visual” yang mirip dengan aksi di jalanan. Dion menunjukan sikapnya bersama banyak orang yang muncul silih berganti hingga jumlah ratusan lewat “ruang publik” juga, yaitu dunia maya.
Di sela-sela kesibukannya bekerja dan bersekolah, pemuda rantau ini tidak mau membuang-buang waktu kosongnya. Memang proses rekaman “dendang penolakan” ini hanya berlangsung semalam, namun proses mobilisasi ratusan orang tersebut berlangsung cukup lama yaitu memakan waktu satu setengah bulan. Di saat nongkrong Dion selalu menyempatkan diri mendiskusikan persoalan reklamasi ini kepada teman-teman bandnya yang beda warga negara.
Tidak cukup hanya kawan-kawan di band, pemuda yang mengidolakan band besar asal USA, Pearl Jam ini juga mengajak orang-orang Indonesia di sana untuk peduli dan menunjukan sikap terhadap rencana mega proyek ini. Hasil kerja kerasnya memobilisasi masa terlihat jelas ketika satu persatu muncul orang-orang menunjukan tanda penolakan “Solidaritas Indo Phily, Bali Tolak Reklamasi”, dengan setting tempat berbeda-beda entah itu di stasiun kereta, di jalanan, ataupun di ruang sekolah.
Pembalikan
Apa yang dilakukan Solidaritas Indo-Phily adalah sebuah pembalikan terhadap perspektif dominan tentang Bali yang dikenal dunia sebagai pulau surga. Mereka tidak mau bermanis-manis seperti apa yang dilakukan para pejabat, public relation hotel, atau investor vila saat mengenalkan Bali ke masyarakat internasional. Para petinggi negeri ini ingin mengontrol perpsektif khalayak dunia agar mitos “surga” terawat apik.
Lewat “aksi visual” ini Solidaritas Indo-Phily membongkar mitos yang telah sukses mengontrol imajinasi masyarakat internasional, dan mantap membungkam isi hati manusia Bali agar selalu bersenyum manis di mata dunia demi pariwisata. Dion bersama kawan-kawan menghadirkan di balik senyum indah manusia Bali yaitu sawah, ladang dan sekarang lautannya amblas dikapling oleh investor.
Solidaritas Indo-Phily ingin mengajak masyarakat internasional untuk tidak memposisikan dirinya sebagai “tourist” semata ketika melihat Bali, namun memposisikan dirinya sebagai manusia berempati.
Hasrat romantisme acapkali muncul di kalangan “imigran” yang berada jauh dari tanah airnya. Kerasnya hidup di negeri rantau membuat mereka merindukan dan membayangkan momen-momen indah di kampung halaman. Bagi Dion hasrat romantisme perantau tidak cukup hanya sebatas nostalgia, namun juga kritis.
Tentu saja Dion mempunyai kenangan indah di Bali, dan karena itu Dion tidak terima jika keindahan Bali yang tinggal sedikit ini semakin dipercepat kehancurannya.
Bagi Dion dan para penolak, kerusakan lingkungan di Bali akan bertambah parah jika proyek reklamasi ini direalisasikan. Bayangan abrasi begitu nyata di masa depan karena beban maha berat daratan buatan seluas 838 hektar tersebut akan menekan air laut, kemudian mendorong gelombang air laut ke pesisir.
Rencananya tempat wisata super mewah akan berdiri di atas daratan buatan seluas 838 hektar tersebut. Karena itu sikap permisif pemerintah terhadap proyek ini terasa ganjil padahal teluk Benoa adalah wilayah konservasi. Teror krisis air menjelma di benak warga yang air kerannya acapkali tersendat.
Warga takut air akan diarahkan untuk menghidupi sirkuit F1, Disneyland, lapangan golf, art center dan hotel mewah yang konon semuanya itu akan dibangun di atas daratan buatan tersebut.
Hentikan Penghancuran
Dion berteriak garang dengan mantap menyatakan diri lewat lagu ini:
Hentikan penghancuran, Tak Butuh Reklamasi Benoa, Tak butuh reklamasi alam raya, tak butuh Dysneland, Lebih baik konservasi, tuk masa depan yang sehat
Apa yang dilakukan Dion saat mengajak orang-orang di negeri tempat dia merantau untuk peduli dan bersolidaritas adalah sebuah upaya “menolak nunggu”.
Mungkin kita bisa berteori “aksi visual” Dion dan kawan-kawan tidaklah efektif, tetapi persoalannya bukan tentang efektif atau bukan namun mau bergerak atau pasrah di saat media internasional belum melihat sexy kasus tolak reklamasi ini. Dia tidak mau menunggu lama berita tentang rencana reklamasi Teluk Benoa sampai ke telinga khalayak di Amerika.
Pada dasarnya tragedi-tragedi ketidakadilan yang tak berkesudahan di segala penjuru dunia ikut berkompetisi mencari empati audiens manca negara lewat media internasional. Lewat YouTube, Dion dan kawan-kawan berupaya mencari celah meskipun sempit agar teriakan protesnya didengar khalayak dunia maya yang melintas negeri. Di bawah clip di You Tube ini mereka sertakan petisi tolak reklamasi yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Selain itu terpampang juga alasan penolakan dan lirik lagu ini ke dalam bahasa Inggris.
Tulisan ini bukan bermaksud menjadikan Dion seorang manusia spesial. Dia adalah salah satu orang dari sekian banyak manusia yang terketuk hatinya menunjukan sikap penolakan. Latar belakang, proses dan motivasi kemunculan “aksi visual” ini penting di “copy- paste” bagi manusia yang berada jauh di sana. Apalagi dimudahkan oleh sosial media yang semakin gampang diakses, dan juga ponsel zaman kini telah memiliki multi fasilitas dari internet, perekam suara hingga perekam visual.
Nilai yang ingin ditunjukan “Solidaritas Indo-Phily” lewat klip ini adalah persoalan reklamasi di Teluk Benoa bukanlah persoalan masyarakat di sekitar tempat itu saja. Pemikiran sempit yang didengungkan para rakus bahwa persoalan reklamasi ini hanyalah persoalan masyarakat di sekitar Benoa tentu dapat dibaca sebagai upaya menyekat skala kepedulian.
Penguasa rakus suka memecah belah solidaritas dengan mendakwa kepedulian dari luar patut dicurigai. Kalau dalam bahasa penguasa “kepedulian” dari luar adalah sebuah bentuk provokasi bukan empati.
Patut dicamkan bahwa setiap gerakan tak cukup menggantungkan diri terhadap solidaritas internal, namun solidaritas yang melintas batas. Kepedulian pada dasarnya tidak mengenal sekat karena itu kepedulian mampu menghancurkan tembok. Kepedulian itu mirip dengan lagu yang bisa membuat tubuh manusia bergetar tanpa disadari. Selamat menikmati dendang dari Solidaritas Indo-Phily. Selamat bergetar. [b]