Teks Pande Baik, Foto Anton Muhajir
Terjebak di tengah kemacetan lalu lintas Catur Muka, Denpasar lantaran ingin menyaksikan secara langsung satu persatu ogoh-ogoh yang mendapatkan juara per kecamatan sekota Denpasar bersama anak istri membuat peluh saya bercucuran. Tangan mulai pegal menahan kopling dan gas. Keramaian hari ini memang lain dari biasanya.
Puluhan, ratusan bahkan ribuan kamera berusaha mengabadikan satu persatu barisan para raksasa yang terpampang di tepi jalan sehari sebelum Hari Raya Nyepi. Dari kamera beragam ponsel hingga digital kamera beragam tipe lalu lalang dari satu ogoh-ogoh ke lainnya. Dari yang berjalan kaki, di atas sepeda motor hingga dari dalam mobil, penuh sesak di ruas jalan yang hanya setengahnya saja dapat digunakan.
Barisan raksasa yang dibuat dalam kurun waktu kurang lebih sebulan sebelumnya tampak gagah dengan warna warni rupa dan keangkerannya. Hal itu tergambar begitu jelas dari raut muka dan tingkah laku yang ada. Mulai dari kisah pewayangan, Mahabrata dan Ramayana hingga yang menyindir perilaku manusia seperti kegemarannya mengurik togel. Dari yang bertemakan sosial dengan suntikan anti rabies hingga penokohan kartun Ipin & Upin berusaha ditampilkan oleh para arsitek di daerah masing-masing.
Keluwesan hasil visual dipadu dengan ide konstruksi yang makin membuat kami terkesima, membuat keyakinan itu tumbuh bahwa benar mereka pantas menyandang gelar juara pada Lomba Ogoh-Ogoh yang diadakan oleh Pemerintah Kota Denpasar tahun ini. Rata-rata hanya bergantung pada satu konstruksi pokok yang menalangi sekian banyak sosok diatasnya. Ada yang beruba pecut (cemeti), tongkat, tumpuan salah satu kaki, kain hingga wayang, mencerminkan betapa kokohnya pondasi dasar yang digunakan.
Memang harus diakui bahwa wajar ada pihak-pihak yang tidak puas dengan hasil atau nilai penjurian yang telah dilakukan minggu sebelumnya, karena rata-rata ogoh-ogoh yang ada benar-benar mengagumkan, menakjubkan dan membanggakan. Bahwa ternyata Kota Denpasar menyimpan banyak arsitek mumpuni di bidang seni dan terbukti mampu mewujudkannya dalam satu hasil karya apik, tidak hanya sebatas teori.
Menyusuri satu persatu jalanan Kota Denpasar pasca terlepas dari kemacetan yang terjadi, makin membuat kami terkagum-kagum. Entah berapa juta biaya yang telah dihabiskan untuk merancang dan mewujudkan sekian banyak ogoh-ogoh di seantero Kota Denpasar. Dari yang sebesar raksasa hingga sekecil mungil buatan anak-anak. Dari yang asal jadi hingga yang mencerminkan keakuratan desain dan pemikiran banyak kepala, membuat harapan kami membuncah. Semoga saja setelah lomba ini usai, tidak akan terjadi sesuatu hal yang buruk dan menodai kesucian Hari Raya Nyepi Tahun Baru Caka 1932 esok hari…
Sambil menanti perhelatan Lomba nanti malam, dari Pusat Kota Denpasar, Saya beserta keluarga mengucapkan Selamat merayakan Hari Raya Nyepi Tahun Baru Caka 1932…
live video streamingnya, dong pak pande..
saya sih kasian ma jurinya, gimana beban mereka menilai karena semua finaslis hampir sama bentuk, besar, dan gayanya. terlebih mikiin betapa heroiknya mereka pentas dan membela daerah masing2.
hadiahnya dibagi rata gen
tolong kejelian pak juri untuk menilai hasil karya anak2 muda dalam perlombaan ogoh2 biar nantinya maendapat hasil yang maksimal dan untuk kota denpasar sebagai, kota berwawasan budaya ,kreatip dan unggul.Selamt hari raya Nyepi saka 1932
hidup kota denpasar.
Terlepas dari pro dan kontra soal kajian apakah Ogoh-ogoh tepat dengan perayaan Hari Raya Nyepi, saya termasuk orang yang kagum dengan kreativitas dan segala hal yang berkaitan dengan Ogoh-ogoh. Sudah selayaknya, karya dan pawai ogoh-ogoh itu benar-benar dikemas dalam bentuk event yang lebih profesional. Semuanya diharapkan bisa menjadi sebuah atraksi budaya yang menarik dan menjadi muara dari kreativitas anak muda Bali ditingkat Banjar. Kreativitas seni yang akan menjadi jiwa bagi generasi muda Bali agar tetap ingat siapa sesungguhnya diri mereka dan darimana mereka berasal.