Transisi cara penularan dari import case ke transmisi lokal
Barangkali Kamis, 4 Juni 2020 lalu bukanlah hari yang spesial. Namun, ada hal penting yang mesti kita, masyarakat Bali perhatikan. Kasus konfirmasi Covid-19 di Bali yang mulanya didominasi oleh kasus Pelaku Perjalanan Luar Negeri sekarang sudah berganti didominasi transmisi lokal.
COVID-19 di Bali sudah berganti kendaraan. Dia menggunakan ‘kendaraan’ transmisi lokal dalam penularannya.
Pada awal COVID-19 masuk dan ditemukan kasusnya di Pulau Bali, tidak jarang kita mendengar bahwa penyakit COVID-19 hanya datang dari luar pulau saja atau import case. Kebanyakan yang terkonfirmasi positif COVID-19 adalah Pelaku Perjalanan Luar Negeri (PPLN) yang terpapar virus di luar negeri sana dan didapati positif COVID-19 saat berada di Pulau Bali.
Pernyataan tersebut benar adanya menilik data yang dipublikasikan oleh Pemerintah Provinsi Bali dalam websitenya. Dari awal mulai ditemukannya kasus konfirmasi positif di Pulau Bali sampai dengan Rabu, 3 Juni 2020, kasus konfirmasi COVID-19 memang masih didominasi oleh PPLN. Namun, sehari setelahnya, pada Kamis, 4 Juni 2020, kasus konfirmasi positif di Provinsi Bali didominasi oleh transmisi lokal.
Sampai artikel ini ditulis, pada Minggu 14 Juni 2020, transmisi lokal di Provinsi Bali tercatat sebanyak 428 (57,6 persen) kasus dari total 741 kasus positif. Sebaran transmisi lokal tertinggi terjadi di Kota Denpasar dan yang terendah sejauh ini terjadi di Kabupaten Jembrana.
Momen saat penularan dengan cara transmisi lokal sudah menyalip penularan PPLN menjadikan Bali sudah melewati masa transisi cara penularannya. Penularan yang didominasi dengan transmisi lokal juga terjadi di banyak daerah di Indonesia. Kelihatannya Bali juga mengalami hal serupa.
Gubernur Bali, beberapa hari lalu dalam keterangan persnya juga menyampaikan bahwa adanya kecenderungan meningkatnya transmisi lokal, dan menghimbau masyarakat untuk waspada agar penularan tidak semakin meluas.
Transmisi lokal sudah dialami lebih dulu oleh banyak negara di dunia dan banyak daerah di Indonesia. Bali yang termasuk ‘baru’ memulai masa transmisi lokalnya harus banyak belajar dari negara dan daerah lain tersebut. Kolaborasi yang apik dari pemerintah dan masyarakat tidak boleh sedikitpun absen dalam hal ini. Salah-menyalahkan hanya mempersulit keadaan.
Pentingnya cara komunikasi dan evaluasi mutlak diperlukan untuk menghindari adanya kesalahpahaman dan ketidak percayaan yang menimbulkan kerugian bagi orang banyak.
Walaupun dalam keadaan yang sulit seperti sekarang, kita semua perlu sadar, bahwa terjadinya transmisi lokal memang sangat sulit dihindari. Sedari awal memang seakan hanya menunggu waktu saja kapan COVID-19 di Bali berganti ‘kendaraan’ ke transmisi lokal, dan akhirnya kita hadapi sekarang.
Sudah sepatutnya kewaspadaan harus dijaga dengan kadar yang maksimum, tidak berlebihan sehingga menimbulkan kepanikan, dan tidak kurang sehingga menimbulkan abai terhadap ‘kendaraan’ baru COVID-19 di Bali, yakni transmisi lokal. [b]