Buku kumpulan cerita ini terbit pertama kali di Turki dengan judul Seher.
Dalam bahasa Indonesia, Seher sendiri mempunyai arti yang sekaligus menjadi judul buku ini yaitu “Subuh”. Karya ini ditelurkan oleh salah satu politikus progresif Turki, Selahattin Demirtas. Pengarangnya menulis buku ini dari dalam penjara ketika ditahan oleh rezim yang berkuasa.
Cerita-cerita dalam buku ini sejatinya menggambarakan bagaimana perasaan penulis mengenai Turki modern dan Timur Tengah. Mulai dari kehidupan sehari-hari hingga cerita-cerita mengenai orang-orang yang luput dari perhatian media. Cerita-cerita yang lebih sering tidak terdengar.
Cerpen pertama dalam buku ini berjudul “Laki-Laki Dalam Jiwa Kami”. Cerpen ini berkisar tentang dialog imjiner seseorang yang ditahan di dalam sebuah penjara dengan beberapa hewan-hewan penghuni penjara tersebut. Namun, dialog-dialog khayalan dari tokoh utama tersebut sesungguhnya menggambarkan bagaimana keadaan masyarakat yang cenderung patriarkal dan kesewenang-wenangan orang-oarng yang mempunyai kekuasaaan lebih.
Cerita selanjutnya berjudul “Subuh”. Cerita ini jauh lebih menarik dari cerita pertama. Alasannya, cerpen ini berkisah mengenai perempuan di keluarga yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai patriarkisme. Bahkan, pada tahap ekstrem, keluarga tersebut mewajarkan pembunuhan untuk menyelamatkan nilai-nilai yang mereka anggap layak untuk dipertahankan.
Cerita ketiga berjudul “Nazan Petugas Kebersihan”. Cerita ini merupakan penggambaran mengenai represifnya aparat penegak hukum. Bagaimana tidak, Nizan si karakter utama yang tidak tahu apa-apa bisa terseret dalam penangkapan oleh aparat terhadap para demonstran yang dianggap merusuh. Kira-kira cerita ini mulai terasa tidak asing bukan?
Berikutnya, ada cerita berjudul “Salam untuk Si Mata Hitam”, “Surat Untuk Petugas Pembaca Surat di Penjara”, “Gadis Laut” dan beberpa cerita lainnya.
Ada 13 cerita terpisah dan berdiri sendiri dalam buku ini. Akan tetapi, setiap cerita memiliki pesan-pesan tersendiri yang layak untuk disimak. Salah satu cerita menarik lainnya dengan judul, “Ahh, Asuman!”. Jika disederhanakan, cerita ini merupakan cerita tentang kecintaan seseorang terhadap orang yang ia sayangi. Sayangnya, cinta memang tidak selalu membawa akhir yang bahagia. Namun, tentu pelajaran-pelajaran lain bisa diambil pada kisah tersebut.
Dalam buku ini, saya akhirnya memilih “Akan Berakhir Bahagia” sebagai cerpen yang paling berkesan selama membaca karya ini. Cerita sederhana yang bisa ditangkap sebagai pengingat bahwa kita menjalani hidup seakan-akan seperti mesin yang terus bergerak. Berlari seperti ada seokor anjing yang siap menerkam kita. Kita terburu-buru seakan mengejar sesuatu. Dalam cerpen ini kita diajak untuk berfikir kembali mengenai semua hal itu. Mungkin dianjurkan lagi untuk mendengar lagi petuah Stink dalam lagunya yang berbunyi kira-kira, ‘A gentleman walk, but never run’.
Membaca kumpulan cerpen ini memang memiliki kenikmatan tersendiri. Cerita-cerita mengenai keseharian dari masyarakat Turki dan Timur Tengah yang penuh sopan santun membahwa kita seakan-akan masuk dan menjadi bagian dari mereka. Cerita sedih mengenai tokoh ‘Seher’ yang rela mengorbankan dirinya untuk kehormatan keluarganya. Bukan hanya memberikan efek haru, lebih dari itu efek yang ditimbulakan malah sebaliknya, perlawanan atas ketertindasan memang harus lebih lantang disuarakan. Cerita mengenai Nazan juga cerita yang makin hari makin terasa dekat.
Resistensi merupakan kata kunci yang menarik untuk dibicarakan setelah membaca buku ini. Saya sebagai pembaca tidak terlalu banyak menemukan kekurangan pada buku ini, tapi tentu buku terjemahan hampir pasti selalu mempunyai kekurangan. Misanya panggilan ‘Abi’ untuk orang yang lebih tua tentu akan membingungkan jika penerjemah tidak menjelaskan konteks sosial dari kata tersebut. Meskipun demikian, menurut saya penerjemah sudah berupaya dengan baik untuk membuat buku ini sedekat mungkin dengan karya aslinya.
Cerpen-cerpen lain yang tidak saya bahas dalam resensi ini juga tidak kalah menggugah. Oleh karena itu, buku tipis terbitan Marjin Kiri ini terasa makin penting untuk dibaca dalam suasana akhir-akhir ini. [b]