MEN COBLONG benar-benar merasakan panas membasuh hatinya.
Poni menghiasi dahinya yang lebar terasa mencungkili dahi. Matanya jadi terasa ditusuk-tusuk oleh keruncingan ujung rambutnya yang memang kaku dan sulit diatur. Kata orang rambut lurus seperti dirinya adalah cermin dari karakter yang kaku dan sulit diatur.
Juga egois dan mau menang sendiri. Sulit dibantah.
Pokoknya merapal ramalan yang disuguhkan seorang teman kepadanya membuat Men Coblong merasa temannya itu sedang berusaha untuk menjadi seorang pencerita amatir yang sedang tertatih-tatih menata bahasa untuk mewujudkannya menjadi kalimat, kemudian alinea, kemudian paragraf, sampai akhirnya menjadi sebuah karangan.
Bagi Men Coblong lucu juga jika seorang teman yang telah diajaknya berteman puluhan tahun mencoba mendeteksi dirinya dengan beragam rapalan yang sesungguhnya sudah diketahui temannya itu, karena mereka memang telah bergaul puluhan tahun. Sebagai teman yang baik, dia tentu hafal beragam sifat Men Coblong. Juga sangat tahu dan mahir membaca hati dan pikiran, suka-tidaknya Men coblong terdeteksi dari ekspresi yang dilukiskan Men coblong dari raut wajah.
Uniknya, Men Coblong sangat menyukai permainan yang dilakukan temannya. Menikmati beragam “nujum” tidak masuk akal itu.
Seru juga beragam ciri-ciri fisik dari tubuh bisa dibaca sebagai kamus. Teman Men Coblong bisa membaca bentuk hidung, bentuk mata, juga bentuk jari-jari. Keruncingan bibir juga bisa dideteksi. Rasanya lucu juga orang-orang bisa dibaca dari ukuran-ukuran fisik yang dimiliki.
Men Coblong belakangan ini memang lagi hobi berat membaca beragam tanda-tanda yang terjadi di negeri ini karena belakangan ini negeri ini dijangkiti wabah mencoba tebak gambar. Dia juga mencoba membaca setiap pernyataan yang diluncurkan dengan ringan oleh para penguasa dan orang-orang yang sedang merintis ke jalan kekuasaan.
Tingkah mereka bagi Men Coblong lucu-lucu juga. Kata-kata yang diucapkan memerlukan ilmu bahasa tingkat tinggi. Rakyat dengan status sosial dan ekonomi pas-pasan seperti Men Coblong pun jadi “rada” geli juga melihat geliat para “aktor” itu. Kata-kata mereka lebih sulit dipahami dan lebih rumit dari puisi.
Yang membuat Men Coblong merasa sangat terganggu adalah geliat dan gelagat para “aktor” di panggung-panggung kekuasaan itu bagi Men Coblong sudah semacam wabah yang menulari beragam segmen kehidupan termasuk orang-orang di lingkungan Men Coblong. Orang-orang yang biasanya penuh tata krama, sopan, dan hormat pada orang lain jadi berubah egois dan parahnya mau menang sendiri.
Kebenaran mereka adalah kebenaran yang mutlak ala mereka sendiri, tidak peduli orang lain terganggu. Juga tidak peduli orang lain dirugikan. Yang penting ngotot, dan ribut. Salah pun tidak masalah. Urusan utama adalah menyelamatkan diri sendiri lebih penting dibanding mengurus beragam “table manner” hidup.
Orang-orang di lingkungan terasa berubah. Bukan lagi menggelikan, tetapi sudah merangsek membuat darah tinggi, dan kemarahan Men Coblong meluap ke ubun-ubun.
Suatu pagi karena dikejar rapat di kantor yang mendadak harus dihadiri, Men Coblong pun merasa waktu yang disiapkan dari rumah menuju kantor terasa sesak. Begitu mengeluarkan mobil, di depan garasi Men Coblong sudah disambut dengan segumpal kotoran anjing. Sialnya, sepatu kulit kebanggaan Men Coblong menginjak gumpalan itu yang membuat hati Men Coblong juga terasa terserang badai parah. Jantung pun ikut bereaksi, berdetak dengan cepat. Mau menyalahkan siapa? Anjing yang berkunjung ke depan pintu pagar rumah?
“Sebaiknya kau mulai menaruh segumpal daging beracun di depan pintu pagarmu,” seorang sahabat memberi tips ringan pada Men Coblong.
Memberi racun pada anjing? Waduh, Men Coblong menarik napas berat. Otaknya serasa beku. Hawa tidak nyaman seolah menetes mengaliri seluruh tubuh Men Coblong. Membayangkan anjing atau kucing, atau binatang peliharaan yang lain yang kebetulan mampir ke depan pintu Men Coblong akan menggelepar. Sungguh sebuah pemandangan yang sangat mengerikan.
Apalagi sejak kecil Men Coblong begitu dekat dengan beragam binatang-binatang peliharaan. Ayah Men Coblong hobi memelihara beragam jenis burung, bahkan ada burung yang bisa menyanyikan lagu-lagu kebangsaan. Burung yang sangat nasionalis! Juga ikan-ikan dari laut-laut terdalam lengkap dengan beragam rumput laut yang hidup di aquarium.
Sementara adik Men Coblong hobi memelihara anjing, bahkan diajak tidur. Yang lucu, nenek Men Coblong. Nenek hobi memelihara angsa putih. Pokoknya semua orang dalam keluarga Men Coblong memiliki hobi memelihara binatang dengan caranya masing-masing.
Dibesarkan di dalam keluarga yang penuh dengan beragam binatang peliharaan, tidak pernah memancing minat Men coblong untuk jatuh cinta pada salah satu jenis binatang-binatang itu. Binatang-binatang itu juga tidak pernah mengganggu dan membuat Men coblong naik pitam.
Sekarang di usia yang tidak lagi kanak-kanak, Men Coblong justru merasa selalu naik pitam melihat cara orang-orang di perumahan memelihara binatang. Ada tetangga yang memelihara beragam ayam aduan. Setiap pagi selalu memiliki ritual mengeluarkan puluhan ayam kurungan di depan rumah, membersihkan ayam-ayam dan kotorannya sehingga air yang berisi kotoran ayam dan bulu-bulu hanyut dan mengotori jalanan. Begitu juga kelakuan orang-orang yang memelihara burung.
Baunya? Bisa dibayangkan.
Yang paling menyebalkan adalah orang-orang yang memelihara anjing. Setiap jam-jam tertentu mereka melepas anjing mereka di jalanan, atau mengajak anjing-anjing lucu itu jalan-jalan. Anjing-anjing itu pun manut dan biasanya selalu membuang kotoran di jalan, yang pasti bukan di rumah si pemilik. Belum lagi ada orang-orang yang mengajak anjing-anjing mereka ke tempat-tempat umum, atau mengajak anjing-anjing ikut lari pagi biasanya anjing-anjing dijamin buang kotoran di tempat umum. Yang tentu aja sangat mengganggu kenyaman publik.
Men Coblong menatap sepatu botnya dengan geram. Mau protes ke mana? Anjing siapa yang telah “menyemir” sepatu kulitnya hari ini? Siapa yang disuruh bertanggungjawab membawa sepatun? Anjing? Atau pemiliknya? Kenapa mereka tidak mempersiapkan diri dengan baik, jika memelihara binatang, siapkan beragam kebutuhannya. Pikirkan juga cara membuang kotoran yang baik dan benar.
“Sekarang itu zaman orang ngotot! Kamu juga harus belajar ngotot. Syukur juga bisa berotot, minimal otot leher biar kuat berdebat! Salah-benar itu urusan belakang,” tips temannya terdengar dari telepon genggam Men Coblong. [b]