MEN COBLONG lega melihat pelantikan Presiden dan Wakil Presiden berjalan lancar.
Semua terlihat riang. Semua terlihat lapang dada. Men Coblong tidak ingin berpikiran buruk mencoba membaca bahasa tubuh para petinggi negeri yang ikut merayakan pesta pelantikan pemimpin negeri ini. Sebab, dari layar TV terpapar jelas aroma persahabatan.
Soal tulus dan tidak, Men Coblong tidak ingin ambil pusing. Sudah terlalu lelah Men Coblong berseteru dengan teman-teman SD, SMP, SMA dan teman kuliah.
Aneh sekali. Yang bertarung Jokowi dan Prabowo, tetapi yang babak belur justru pertemanan, persahabatan, persaudaraan. Bahkan masa-masa panas itu masih terasa hawanya sampai saat ini.
Syukurlah tahap pelantikan adem, karena cuaca sudah terlalu panas. Apa salahnya para pemimpin juga tidak ikut menambah panas negeri dengan tingkah dan polahnya. Agaknya sebagai presiden Jokowi paham sesekali rakyat juga perlu dihibur.
Pagi-pagi Men Coblong sudah bersiap melirik pesawat TV sambil menyiapkan menu makan pagi. Wah, lucu sekali para calon menteri itu berdatangan satu persatu. Semua rata-rata berpakaian seragam, bawah hitam, atas putih. Wajah mereka juga rata-rata semringah tidak ada yang merengut.
Yang tampil agak beda justru Prabowo Subianto dan Eddy Prabowo. Mereka berdua mengenakan celana krim. Men Coblong sedikit terganggu juga, tapi sekali lagi harus berpikiran positif. Karena toh dua tokoh yang dulu berseberangan sangat keras itu mau juga masuk ke dalam kubu pemenang. Lega rasanya setelah keluar dua tokoh Gerindra itu juga tersenyum manis.
Panggung-panggung itu bagi Men Coblong memang pertunjukan sangat manis. Syukurlah mereka mau juga menjadi pembantu presiden. Karena kalau dicermati Undang-undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Negara menegaskan, menteri bertugas membantu presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Menteri harus dipastikan membantu Presiden bukan membebani.
Men Coblong sangat berharap terutama bagi menteri-menteri yang dari partai politik sadar, bahwa panggung yang dipertontonkan dengan sangat baik dan menghibur bagi rakyat adalah pangggung para pembantu presiden.
Hal sama juga berlalu bagi wakil menteri. Bahkan Presiden duduk di tangga depan Istana Merdeka. “Saya kira memang duduk itu memfilosofikan rendah hati, merakyat, tetapi tetap harus bekerja keras karena diumumkan dalam kondisi yang panas luar biasa. Bisa saja dikenalkan di dalam ruangan yang ber-AC sejuk, tapi kita ingin keterbukaan sehingga di tempat terbuka,” tutur Jokowi rileks.
Panggung para pembantu itu akhirnya selesai. Sekarang rakyat tinggal menunggu, apakah para pembantu presiden itu bisa bekerja.
Hawa pelantikan masih meninggalkan aroma. Beberapa tokoh politik sudah grasa-grusu membuat beragam pernyataan dengan kalimat seperti biasa, berputar-putar. Padahal intinya tidak puas karena jagoan mereka tidak mendapat tempat sesuai tempat yang diinginkan.
Men Coblong menarik napas ketika teringat Presiden mengungkap dapur di balik seleksi menteri-wakil menteri Kabinet Indonesia Maju. Beliau menerima lebih dari 300 nama calon.
“Dalam seminggu ini, saya dan Pak Wakil Presiden sibuk membentuk kabinet mengangkat menteri dan wakil menteri. Pekerjaan yang sangat berat. Ini pekerjaan yang sangat berat,” kata Presiden di Jakarta, Sabtu (26/10/2019).
Presiden pun mengaku dalam penyusunan kabinet, sudah mempertimbangkan dari segala arah. Mulai dari suku, agama, hingga parpol juga menentukan kalangan profesional. Nama yang masuk lebih dari 300 orang, padahal jumlah menterinya hanya 34,” katanya. Men Coblong terbelalak. Dan paham berat menyusun kabinet yang harus beragam karena memang Indonesia adalah Bhinneka Tunggal Ika.
“Oleh sebab itu, saya sadar mungkin yang senang atau yang gembira karena terwakili dalam kabinet itu hanya 34 orang yang dilantik. Yang kecewa berarti berarti lebih dari 266 orang pasti kecewa. Artinya, yang kecewa pasti lebih banyak dari yang senang dan mungkin juga sebagian dari yang hadir ada yang kecewa. Jadi saya mohon maaf tidak bisa mengakomodir semuanya karena ruangnya hanya 34,” lanjutnya.
Men Coblong hanya bisa menarik napas. Semoga riak-riak ketidakpuasan itu tidak lagi menjadi bahan perseteruan yang menguras energi.
Senin besok, 28 Oktober rakyat Indonesia merayakan hari besar dalam hidup berbangsa, Sumpah Pemuda. Inilah satu tonggak utama dalam sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia. Ikrar ini dianggap sebagai kristalisasi semangat untuk menegaskan cita-cita berdirinya negara Indonesia.
Keputusan ini menegaskan cita-cita akan ada “tanah air Indonesia”, “bangsa Indonesia”, dan “bahasa Indonesia”. Keputusan ini juga diharapkan menjadi asas bagi setiap “perkumpulan kebangsaan Indonesia” dan agar “disiarkan dalam berbagai surat kabar dan dibacakan di muka rapat perkumpulan-perkumpulan”.
Pada 28 Oktober tahun 1928 itu para pemuda dari berbagai suku dan daerah di Indonesia mengikrarkan sumpah yang baru. Pertama, Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia. Kedua, kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa satu, bangsa Indonesia. Ketiga, kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Jadi berhentilah ribut. Mari bekerja membuat membangun Indonesia agar maju. Panggung sudah disediakan rakyat, ayo mainkan pementasan baik yang mampu membuat rakyat bahagia. [b]