MEN COBLONG sedikit tersenyum simpul.
Banyak teman-temannya sesama perempuan mulai menata diri untuk tidak tampil serba “wah”. Mereka takut dikatai perempuan hedon. Hedon berasal dari kata hedonisme. Artinya boros atau menghambur-hamburkan uang demi kesenangan duniwawi.
Arti lebih detail, pandangan hidup yang menganggap bahwa orang akan menjadi bahagia dengan mencari kebahagiaan sebanyak mungkin dan sedapat mungkin menghindari perasaan-perasaan yang menyakitkan.
Hedonisme merupakan ajaran atau pandangan bahwa kesenangan atau kenikmatan merupakan tujuan hidup dan tindakan manusia.
Perubahan gaya hidup teman-teman Men Coblong terjadi gara-gara Mabes Polri menerbitkan Surat Telegram Nomor: ST/30/XI/HUM.3.4./2019/DIVPROPAM tertanggal 15 November 2019. Surat itu berisi peraturan disiplin anggota Polri, kode etik profesi Polri, dan kepemilikan barang mewah oleh pegawai negeri di Polri.
Surat telegram yang ditandatangani oleh Kadiv Propam Polri Irjen Pol Listyo Sigit Prabowo itu menyebutkan bahwa Polri meminta jajarannya bersikap sederhana sejalan dengan cita-cita mewujudkan tata pemerintahan yang baik dan bersih. Polri juga meminta para pegawai negeri di lingkungan Polri untuk bersikap antikorupsi dan menerapkan pola hidup sederhana untuk mewujudkan pegawai negeri yang profesional dan bersih.
Sejumlah poin pola hidup sederhana yang harus dipedomani yakni tidak menunjukkan, memakai, dan memamerkan barang-barang mewah dalam kehidupan sehari-hari, baik di kedinasan maupun di ruang publik. Selanjutnya, polisi diminta hidup sederhana di lingkungan internal Polri maupun kehidupan bermasyarakat. Anggota Polri juga diminta tidak mengunggah foto dan video pada media sosial yang menunjukkan gaya hidup hedonis karena dapat menimbulkan kecemburuan sosial.
“Benar-benar bagus surat sakti yang dikeluarkan aparat negara sekelas kepolisian itu. Aku sekarang jadi mikir jika harus memposting barang-barang yang baru saja aku beli. Kau tahu Men Coblong, seluruh foto Instagramku sekarang ini sudah berubah arah,” kata teman Men Coblong.
“Berubah arah bagaimana?” Men Coblong tersenyum menatap sahabatnya dengan serius.
Sudah puluhan tahun Men Coblong bersahabat. Dia tahu persis sahabatnya itu berjuang keras untuk membangun toko roti. Bahkan Men Coblong tahu persis sahabatnya itu berjualan dengan menggunakan jaringan pertemanan, menjual beragam kue-kue yang dibuatnya sendiri.
Sahabatnya itu juga sangat aktif dan rajin mengikuti beragam kursus memasak yang diadakan di hotel-hotel besar di Bali. Biasanya sehabis ikut kursus ilmu yang didapat sahabatnya itu dipraktikkan, lalu mengundang teman-teman dekatnya makan bersama atau mencicipi keahliannya.
Bagi Men Coblong sahabatnya itu pekerja keras. Saat ini dia sudah memiliki sekitar 50 karyawan. Sudah memiliki pelanggan besar toko-toko roti dan cafe-cafe besar. Bisa dibayangkan keuntungan yang masuk ke kantongnya.
Sejak usahanya maju memang ada yang berubah dari sahabat Men Coblong itu. Penampilannya berbeda. Selalu tampil trendi. Bahkan kadang-kadang Men Coblong merasa aneh juga melihat penampilan sahabatnya.
Kadang-kadang barang-barang dan gaya busana yang menempel di tubuhnya membuat Men Coblong merasa sahabat baiknya itu menjadi orang lain. Dandanannya dan selera busananya kadang-kadang tidak cocok dengan usianya. Syukurlah dengan adanya surat sakti Kapolri membuat hampir semua sahabat Men Coblong menghapus foto-foto “mejeng” di media sosial.
“Malu juga dikatai perempuan hedon,” sahut sahabat Men Coblong itu serius.
Men Coblong menarik napas. Semoga saja larangan itu tidak hanya menjadikan surat sakti itu viral, tetapi serius dilakukan oleh seluruh pengempu kekuasaan untuk mulai hidup “ramah” dan “merakyat” bukankah gaji mereka juga tidak tinggi-tinggi amat. [b]