Oleh Luh De Suriyani
Seratus tukik dilepaskan ke laut oleh anak-anak dan masyarakat yang mengadopsinya, Minggu akhir September lalu di pantai utara Serangan, Denpasar. Bagian dari penggalian dana untuk program konservasi penyu di kawasan yang dulunya adalah salah satu pulau tempat populasi penyu terbesar di Bali.
Puluhan anak-anak dan orang tua mereka terlibat dalam program adopsi tukik untuk konservasi itu. Masing-masing anak mendapatkan satu ekor tukik atau anak penyu untuk donasi sebesar Rp 75 ribu. Banyak di antara anak-anak sayang melepaskan penyu mereka ke lepas pantai karena baru pertama kali melihat hewan yang sudah cukup langka ini.
“Sebelum melepaskan tukik, make your wish. One, two, three, go!” seru salah seorang panitia dari Rotaracts Clubs of Bali memberi aba-aba pelepasan tukik. Dengan hati-hati anak-anak didampingi orang tuanya mulai membiarkan tukik memulai langkah pertamanya di lautan lepas setelah dipelihara selama sekitar dua bulan di Turtle Conservation and Education Center (TCEC) Serangan.
“Saya beri nama di Pretty. Berenang ya cepat ya,” seru Michael, anak laki-laki berusia enam tahun ini. Tukik dari indukan penyu Lekang (Lepidochelys olivaceae) ini pun mulai mencari air laut.
Sebelum pelepasan tukik, anak-anak dan orang tua mereka diberikan penyuluhan soal masalah penyu dan upaya melestarikannya.
Menurut Christian Jaya, Ketua Panitia kegiatan ini, hasil donasi yang terkumpul dari fund rising ini digunakan untuk membiayai biaya pemeliharaan ribuan tukik lain di TCEC. “Program donasi ini sangat disukai karena memberi kesempatan anak-anak mengenal penyu, program konservasi, sekaligus menganggap penyu itu adik mereka,” katanya.
TCEC di Serangan dikelola oleh masyarakat adat setelah mendapat mandat dari pemerintah daerah Bali untuk melakukan konservasi dan pengembangbiakan penyu untuk konsumsi dan upacara adat. “Dulu, masyarakat serangan adalah penjual sate dan makanan dari penyu karena sangat banyak penyu. Lama kelamaan penyu sangat cepat berkurang dan diprotes pemerhati lingkungan,” ujar Wayan Geria, warga Serangan dan pengelola TCEC.
Setelah advokasi bertahun-tahun dari sejumlah LSM, maka keluar peraturan pemerintah daerah soal kuota pemanfaatan penyu untuk konsumsi dan upacara adat. Masyarakat Serangan pun kini makin berkurang menjual olahan penyu dan mendirikan TCEC. Program konservasi ini disukai karena bisa menjadi salah satu atraksi wisata sekaligus pemberdayaan masyarakat.
Menurut Geria, pihaknya masih kesulitan membiayai pusat penangkaran penyu itu karena tidak mendapat dana dari pemerintah daerah. “Adopsi penyu ini adalah salah satu program yang cukup digemari. Karena itu mohon Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali sebagai lembaga regulator memberikan ijin untuk program ini,” pinta Geria yang mengaku diperingatkan BKSDA karena tidak meminta ijin sebelumnya.
Geria mengaku siap menunjukkan laporan keuangan soal pertanggungjawaban dana dari program adopsi itu. “Silakan cek, karena biaya penangkaran sangat besar seperti biaya pakan dan operasional,” katanya. Tak hanya itu, untuk mendapatkan tukik, TCEC juga mengadopsi sarang-sarang penyu di sejumlah pantai di Bali yang dilindungi oleh nelayan setempat.
Biaya adopsi satu sarang penyu berisi 100-150 telur seharga Rp 400 ribu. Ini adalah insentif bagi nelayan yang menemukan sarang penyu di beberapa tempat di Bali seperti perairan Kabupaten Negara dan Pantai Lebih, Gianyar.
Selain itu, menurutnya sebagian tukik harus didistribusikan ke laut karena sepuluh kolam penampungannya kini tidak lagi muat untuk memelihara tukik itu sampai besar.
Salah seorang ahli lingkungan yang juga mengadvokasi konservasi penyu, Ida Bagus Windia Adnyana mengatakan program advokasi ini adalah suatu hal yang riil bisa dilakukan untuk program pendidikan dan penggalian dana.
“Dari sudut pandang biologist, melakukan pelepasan penyu memang tidak bisa sembarangan karena masing-masing jenis penyu memiliki karakteristik berbeda,” ujar Windia yang mengajar di Lab Patology Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana.
Windia yang pernah menjadi WWF Indonesia’s Marine Turtle campaign leader ini menambahkan, setiap tukik yang dilepasliarkan memang memiliki tingkat kehidupan sangat kecil, kurang dari sepuluh persen. Aktivitas manusia di pantai, jaring nelayan, dan predator adalah masalah utama bagi tukik.
Di Bali hanya ada empat jenis penyu yang masih bisa hidup yakni Penyu Hijau (Chelonia mydas), Penyu Lekang, Penyu Belimbing (Dermochelys coriaceae), dan Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata).
Selain di Serangan, Pantai Kuta adalah tempat yang paling sering dipakai untuk pelepasliaran tukik. Antusiasme turis dan pengunjung pantai membuat program ini terus berlanjut. Sampai Satgas Pantai Kuta juga membuat kandang-kandang penetasan penyu yang difasilitasi BKSDA Bali. [b]
Catatan: Naskah ini dimuat The Jakarta Post
saya sangat senang membaca artikel ini dan terinspirasi dengan program donasi tersebut..
saya juga bergiat di kegiatan konservasi, salah satunya spesies penyu.. semoga penyu tetap lestari!!
saya tidak setuju dengan pembesaran,di serangan tuch penyu palsu karena mereka membeli dari perancak trus ditetaskan di TCEC jadi bohong penyu mendarat disana,trus dijual 50 ribu untuk dilepaskan bayangkan untungnya berap kalo kalikan 100 ekor,beli nya cuma 100 ribu persarang.ini nma nya bisnis terselubung,kalo di kuta saya melihat itu asli mendart disitu tidak dibesarkan langsung lepas,bak itu isinya pasir bukan air,bak pasir untuk telor biar menetas karena pantai kuta padat turis takut diinjak gitu lhoooo
“Dari sudut pandang biologist, melakukan pelepasan penyu memang tidak bisa sembarangan karena masing-masing jenis penyu memiliki karakteristik berbeda,” ujar Windia yang mengajar di Lab Patology Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana.
Ngomong aja lhooo,kenapa lho ijinkan mereka ambil tuch telor penyu di perancak-jembrana yang jaraknya ratusan kilo,kamu dulu kan disana TCEC.janganlah jadi anjing mengogong kafilah berlalu.kalo mau buat penyu bahagia jangan pake eksploitasi begitu,besarin penyu perlu ratusan tahun karena penyu dewasa 30 tahun,udah keburu mati kita 🙁
benar serangan TCEC beli ptelor penyu dari jembrana-perancak,harganya 300ribu,trus dijual tukik per ekor 50 ribu kalikan 100 ekor jadi barapa dunk Bli?
sistem ini namanya cost-benefit-sharing, dan disepakati oleh pemda-ksda-phdi sebagai solusi untuk mengurangi/menghentikan perdagangan penyu di serangan. telur/tukik diperoleh dari lokasi peneluran minor (kecil) diseputar bali dan direlease oleh tcec. Uangnya mereka bagi, yang sebagian tentunya untuk menambah biaya patroli di lokasi peneluran (mis. perancak, pemuteran, dll). Kalau ada yang beranggapan ini adalah jual-beli ya boleh-boleh saja. Yang jelas, mengorbankan beberapa sarang telur penyu sebagai pengganti terbunuhnya beberapa ekor penyu dewasa jelas lebih menguntungkan dari sudut pandang konservasi. Desain kegiatan yang dilakukan tcec memang masih harus ditingkatkan agar bisa ‘diterima’ oleh lebih banyak orang. salam
Yang namanya ilegal ya tetap ilegal Bos! gak perlu pake istilah asing-asing begituan. Kalo serangan bole artinya tempat lain juga bole dong…Coba bayangin jika Bali ini dipenuhi tepat kayak beginian lepas dari “talenan” masuk ke bak penampungan sama saja MATI penyunya !
Jika kita merasa orang yang peduli dengan pelestarian penyu mari kita tunjukan perjuangan yang nyata dalam upaya pelestarian penyu, tidak hanya menghujat usaha yang dilakukan teman-teman diserangan, saya akan angkat topi bila teman teman yang tidak setuju bisa menunjukan cara yang lebih baik. dan sebaiknya kita lihat permasalahan penyu secara menyeluruh terutama di Bali Selatan, Bali selatan tidak sama dengan perancak. apakah anda pernah tahu tentang kesulitan teman-teman di perancak dalam usaha pelestarian penyu. mari kita tidak hanya berkoar-koar tentang penghentian perdagangan penyu karena sebelumnya ada banyak orang yang hidup dari perdagangan penyu dan karena itu perdagangan penyu sulit di berantas. beberapa teman LSM berkampanye diberbagai tempat seperti mall, Daerah pariwisata, Media untuk penghentian perdagangan penyu serta menunjukan data kalau Di Bali masih terjadi perdagangan penyu, memang itu perlu tetapi bagi saya pribadi hal tersebut kurang bagus apalagi bali sebagai objek wisata, sebaiknya kita bekerja dan mendalami dilapangan dimana permasalahan itu terjadi, melakukan perbaikan internal sehingga hasilnya bisa kita tunjukan terhadap dunia luar.
Untuk kegiatan teman-teman diserangan, Saya melihat tujuan yang cukup mulia, menyelamatkan telur, membantu penyediaan kebutuhan penyu upacara dari pembesaran, memberikan pengetahuan kepada pengunjung bahkan anak sekolah tentang penyu dan keadaannya yang akhirnya agar kita sadar, berhenti mengkonsumsi penyu dan membantu pelestarian penyu. tentu hal itu tidaklah mudah, butuh proses panjang mengubah paradigma masyarakat tentang pemanfaatan penyu. Jika semua pihak seperti, pemerintah, penegak hukum, masyarakat dan pihak terkait bekerja sesuai tugas dan perananya tentu permasalahan penyu bukanlah hal yang sulit di atasi.
Fakta yang terjadi dilapangan, adalah jika masyarakat menemukan telur maka akan berakhir dipasar, jika masyarakat menemukan penyu maka akan berakhir di pedagang. Jika masyarakat membutuhkan penyu dia akan datang ke pedagang penyu.
lalu apa yang bisa kita lakukan? melaporkan ke petugas? atau apa.
Teman-teman diserangan hanya mencoba agar telur yang biasanya berakhir dipasar bisa menetas dan kembali kealam, penyu yang berakhir dipedagang tidak dibunuh dan kembali kealam, dan tidak lagi ada yang menggunakan alasan upacara untuk melegalkan perdagangan penyu, karena bhisama Pandhita PHDI sudah memberikan batasan yang jelas tentang pemanfaatan penyu untuk upacara sehingga bisa dikontrol dan dipertanggungjawabkan.
Biaya yang dibutuhkan untuk kegiatan itu tidaklah sedikit. untuk itu saat mereka punya tukik, mereka dibantu oleh pihak lain atau mengundang orang untuk jadi adopter dalam pelepasan tukik kembali kealam. Sama seperti LSM besar atau kecil pasti punya donatur, nah TCEC ini cuma punya donatur yang kecil-kecil, karena selama ini sebagian besar biayanya diusahakan sendiri. itupun tidak sering, walaupun ada orang ingin jadi adopter tapi tukiknya tidak ada, mereka malah menyarankan agar datang ke BKSDA Bali.
Tentang telur yang didapat dari perancak saya fikir itu bagian dari usaha membangun jaringan kerja dan saling membantu, apalagi saat krisis seperti sekarang ini tidaklah mudah mendapat bantuan dana dari pihak lain, saya fikir wajar kalau teman teman yang melakukan kegiatan pelestarian penyu berusaha membangun strategis yang tepat untuk kebelanjutan kegiatannya. yang paling penting adalah penyu itu dilepas kembali kelaut.
Saran saya mungkin teman-teman perlu menyelami lebih dalam mengenai beberapa kegiatan/kelompok pelestari penyu di Bali, dan sebaiknya kita sumbangkan sesuatu untuk usaha pelestarian daripada mencaci apa yang telah dilakukan orang lain.
Bos, berapaan 1 butir telor bisa supply berapa?
Kalau peduli penyu laut, ditempat saya sudah ribuan tukik yang dilepaskan. Pantai Peneluran Penyu di Sukamade sudah melepaskan tukik untuk sampai dengan bulan Oktober 2009 saja sudah mencapai kurang lebih 120 ribu. Siapa yang berminat?????
Terima kasih buat tim penyelamat penyu Sukamade. Tapi tukiknya jangan di tawar-tawarkan ya pak. Peneluran sukamade itu kan di kawasan taman nasional. Sudah pasti akan selalu banyak tukik yang dilepas setiap hari. Yang paling penting adalah bagaimana meningkatkan aktivitas penyelamatan sarang telur penyu agar jumlah tukik tetap tinggi, dan penyu tetap lestari. Yang lebih penting lagi adalah bagaimana caranya agar tukik-tukik tersebut bisa menetas secara alamiah. Butuh waktu memang ….
Tanjung Benoa dari tahun 1986 hingga sekarang melepaskan tukik bahkan mencapai ribuan ekor, namun ada beberapa pihak seperti tidak mengakui, seolah-olah hanya kuta dan serangan saja melepas penyu. Tanjung Benoa pernah mendapat penghargaan dari Gubernur Bali pada tahun 2002, karena mampu menetaskan telur penyu hijau dengan angka penetasan 95% dan menjadi tukik dilepaskan ke laut sebanyak 3000 ekor. Tanjung benoa sama sekali tidak pernah menjua tukik. Itu ini siatip murni dari kepedulian kami dengan lingkungan agar populasi penyu dapat diselamatkan.
Asik juga menyelmatkan lingkungan dapat duit, rekan2 bisa minta info supplier telur penyu or tukik di Bali? saya berani beli mahal, ngiler lihat profit marginya….
Btw, legal gak ya? Saya gak pake alasan upcara, menyelamatkan lingkungan, profit sharing go to hell… pokoknya bisnis… Soalnya malu bisnis pake banyak bacot. Pokoknya cari untung titik.
Sayangnya di sudut kota Denpasar masih banyak di jual sate penyu..ini menunjukkan pemerintah masih kurang serius melindungi hewan yg dilindungi ini ..