Pagi ini, Pemuda Desa Adat Kuta mengikuti pertemuan dengan Gubernur Bali Made Mangku Pastika.
Dalam dialog rutin oleh Gubernur Bali itu, Pemuda Adat Kuta menyampaikan aspirasinya terkait kondisi pusat pariwisata Bali tersebut. Inilah tujuh poin tuntutan yang dibacakan I Gede Ari Astina alias Jerinx yang juga musisi dan aktivis tersebut.
1. Pemberdayaan Bisnis Lokal: Bisnis di Kuta sebagian besar sudah dikuasai oleh asing. Bisnis lokal semakin terpinggirkan. Kami menuntut keberpihakan Pemerintah dalam hal pembatasan jumlah investor asing yang masuk ke Kuta, penertiban segala bentuk usaha yang tidak memiliki izin serta tidak mempersulit izin-izin usaha yang dimiliki oleh warga lokal.
Selama ini warga lokal kesulitan bersaing dengan bisnis-bisnis yang dimiliki asing karena dengan modal yang jauh lebih besar serta kedekatan emosional yang dimilikinya, bisnis asing otomatis lebih dipercaya oleh wisatawan asing. Ada fenomena jika wisatawan asing datang ke Bali hanya untuk memperkaya bisnis yang dimiliki oleh warga asing. Lokal cukup hanya menjadi penonton.
2. Perbaiki Mindset Aparat Hukum: Berkaca dari kasus kasus yang terjadi di Kuta, sudah menjadi rahasia umum jika aparat kurang serius dalam mengedepankan kenyamanan warga dan lebih berpihak kepada hal-hal yang menguntungkan diri sendiri. Kuta sebagai gerbang pariwisata Bali sudah seharusnya mendapat pengamanan ekstra di mana itu jelas-jelas merupakan tugas pemerintah dan aparat.
Selama ini aparat terkesan terlalu mengandalkan warga lokal dalam hal mengamankan Kuta. Bagaimana warga lokal bisa mengembangkan potensi dirinya dan bersaing dengan bisnis-bisnis asing jika setiap malam kita ditugaskan menjaga keamanan?
3. Ketertiban Umum: Kami menuntut pemerintah lebih tegas dalam menerapkan jam operasional diskotik / club di Kuta, agar maksimal tutup pukul 2 malam. Kuta adalah desa yang penduduknya perlu istirahat dengan tenang. Kami juga menuntut pemerintah memberi tindakan tegas kepada club/diskotik yang diskriminatif terhadap warga lokal.
4. Filterisasi Wisatawan: Karena citra Kuta yang semakin ‘murah’, kualitas turis yang berkunjung ke Kuta pun mengalami penurunan termasuk tingkah dan perilakunya. Sudah banyak terjadi kasus-kasus memalukan yang disebabkan oleh perilaku turis-turis yang kurang berkualitas.
Kami menuntut pemerintah agar membuat sebuah sistem filterisasi wisatawan yang masuk ke Bali. Misalnya, syarat-syarat berkunjung diperketat agar Kuta/Bali tidak terkesan terlalu murahan di mata para turis. Jangan sampai terkesan Kuta/Bali mengobral diri.
5. Pembatasan Kendaraan: Tidak hanya macet, Kuta juga mengalami kesemrawutan dalam hal transportasi. Kami menuntut pemerintah agar menertibkan dan mengedukasi rental-rental motor yang seringkali menyewakan motornya kepada turis yang tidak mengetahui peraturan lalu-lintas di sini.
Kami juga menuntut agar pemerintah membatasi jumlah taxi yang beroperasi di Kuta karena taxi seringkali menjadi sumber kemacetan di daerah kami. Maksimalkan fungsi Central Parkir Kuta. Batasi jumlah kendaraan.
6. Tata Bangunan Kota :
Maraknya pembangunan gedung-gedung tinggi yang tidak mengindahkan lingkungan sekitar, ruko bisa disulap jadi hotel, central parkir di sulap jadi hotel, bangun hotel tapi tidak ada parkir, lama- kelamaan Kuta akan menjadi seperti mini Jakarta, tidak ada sentuhan Bali-nya.
7. Pertahankan Harga Diri. Kami menuntut pemerintah agar secara serius dan intensif mengedukasi warga untuk tidak menjadi budak pariwisata. Turis yang lebih memerlukan Bali, bukan kita yang harus mengemis kepada turis. Dengan harga diri yang terjaga, rasa hormat dan apresiasi akan datang dengan sendirinya.
Teks dikirim Jerinx.
1,3,4,5,7 prioritas – mesti!