
“Oh iya selama aku naik bus gak pernah bayar wkwkwk karena mahasiswa digratiskan, jadi bisa hemat,” tulis Cokti dalam obrolan whatsapp bersama saya. Meskipun tergolong sekte baru dalam dunia moda transportasi umum, tapi Cokti mengaku akan naik bus lagi jika ada kesempatan.
Mahasiswa bernama lengkap Cokorda Istri Krisna Wardani Pemayun ini baru dua kali memilih transportasi umum berupa Bus Sarbagita sebagai pilihan menuju Universitas Udayana (Unud). Kala itu, Cokti berangkat dari Halte Kampus Unud Sudirman menuju Kampus Unud Jimbaran.
Cokti dengan pakaian ala anak kampus (kemeja, celana panjang, dan sepatu) berangkat dari Sudirman sekitar pukul 10.30 dan tiba pada pukul 11.30. Waktu yang dihabiskan mahasiswa tingkat akhir ini di perjalanan selama 1 jam. “Jadinya tidak capek dijalan dan tidak kepanasan,” terang Cokti.
Meskipun membutuhkan waktu tempuh keberangkatan yang cukup lama dibanding menggunakan sepeda motor, tetapi Cokti mengaku saat perjalanan kembali dari Kampus Jimbaran dirinya merasa waktu tempuhnya lebih cepat. Cokti mengaku jika ada kesempatan, dirinya akan menggunakan bus lagi.
Tak kepanasan di jalanan, tetapi Cokti mengakui konsekuensi lainnya selama menaiki bus, berdesakan. “Tapi kurangnya kadang kalau lagi penuh bus-nya kita sampai berdiri berdesak-desakan,” jelas mahasiswa jurusan hukum itu. Namun, penuhnya bus bukan penghalang Cokti untuk menggunakan bus, dirinya paham bahwa saat hari kerja bus senantiasa dipenuhi penumpang.

Senada dengan Cokti, Putra mahasiswa Unud tingkat akhir ini juga beberapa kali menggunakan bus. Alasannya serupa, nyaman, tidak kepanasan, dan dapat menikmati perjalanan lebih jauh. Sebagai mahasiswa, Putra merasa tarif yang digratiskan sangat menghemat kantong keuangannya. Selain mahasiswa atau pelajar, yang mendapatkan akses gratis menaiki bus Trans Sarbagita di antaranya anak kecil/balita, lansia dengan menunjukkan KTP, dan penyandang disabilitas. Sedangkan bagi masyarakat umum di luar kategori tersebut wajib membayar seharga Rp4.400 dengan menggunakan kartu maupun QRIS.
Pelayanan moda transportasi umum di Bali khususnya layanan bus yang disediakan terbagi menjadi dua pengelolaan. Pertama, Trans Metro Dewata (Teman Bus Bali – Satria Trans Jaya). Terdapat 5 titik utama, seperti K1B dari Sentral Parkir Kuta menuju Terminal Persiapan; K2B dari Terminal Ubung menuju Bandara Ngurah Rai; K3B dari Terminal Ubung menuju Matahari Terbit; K4B dari Gor Ngurah Rai menuju Monkey Forest; dan K5B dari Sentral Parkir Kuta menuju Politeknik Negeri Bali. Ini tarif untuk umum dikenakan Rp4.400 tadi.
Satu lagi pengelolaan Trans Sarbagita dari Pemprov Bali dan PPD memiliki dua titik utama perjalanan, Pertama disebut TS1 dari Gor Ngurah Rai menuju Garuda Wisnu Kencana (GWK). Satunya lagi, TS2 dari Gor Ngurah Rai menuju ITDC Nusa Dua. Tarif untuk umum dikenakan sebesar Rp3.500 dan untuk pelajar digratiskan. Detail perjalanan dapat diakses dalam peta berikut s.id/TransitMapBali.

Beberapa studi berusaha mencari tahu, efektifkah transportasi umum khususnya bus mengurangi kemacetan. Salah satunya dari jurnal yang ditulis I Made Agus Putrayasa dan Ni Kadek Sri Maharani, berjudul Efektifitas Bus Trans Sarbagita Trayek Kota – GWK dalam Mengurangi Kemacetan di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung, yang diterbitkan tahun 2014.
Jurnal dengan metode deskriptif kuantitatif dalam analisis data ini menggunakan 36 responden pengguna jasa Bus Trans Sarbagita Trayek Kota – GWK. Terdapat 3 poin penting yang berkaitan dengan aksesibilitas suatu angkutan umum, yaitu kemudahan untuk mencapai halte angkutan umum, kemudahan untuk mendapatkan angkutan umum penumpang, dan kemudahan perjalanan ke daerah tujuan dengan menggunakan fasilitas angkutan umum. Sedangkan kajian untuk mengukur efektivitas menggunakan 4 indikator seperti kapasitas bus, ketepatan waktu, keamanan dan kenyamanan, serta tarif/harga.
Kesimpulan yang didapatkan dari riset tersebut bahwa Bus Trans Sarbagita Trayek Kota – GWK dinilai efektif dari segi aksesibilitas dan kapasitas bahkan Bus Trans Sarbagita Trayek Kota – GWK ini dinilai sangat efektif bila ditinjau dari segi keamanan dan kenyamanan serta tarif/harga.

Ni Ketut Ayu Fitarini, mahasiswa baru Unud mengungkapkan ada niat dirinya untuk naik bus meskipun bukan untuk perjalanan ke kampus. “Mau coba naik bus mungkin untuk jalan-jalan saja,” jelasnya. Ketika ditanya mengapa tidak mencoba menggunakan bus saat menuju kampus, gadis dengan rambut sebahu ini menjawab simpel, “takut terlambat.”
Alasan sederhana gadis yang karib disapa Fita ini sesuai dengan hasil riset I Made Agus Putrayasa dan Ni Kadek Sri Maharani. Bahwa Bus Trans Sarbagita Trayek Kota – GWK dinilai tidak efektif dari segi ketepatan waktu. Hal itu dikarena Bus Trans Sarbagita Trayek Kota – GWK yang sering terkena kemacetan pada kawasan Patung Dewa Ruci sehingga membuat waktu perjalanan mereka lebih lama dibandingkan dengan menggunakan kendaraan pribadi. Jam keberangkatan Bus Trans Sarbagita Trayek Kota – GWK di setiap halte ini juga jadi persoalan, sebab terkadang tidak sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan, yaitu setiap 15 menit.