Tak mudah menemukan buku-buku alternatif di Bali.
Selain karena memang sedikit peminatnya, kadang-kadang juga karena buku-buku tersebut dilarang pemerintah atau malah digerebek kalangan fundamentalis.
Buku alternatif di sini sebenarnya mengacu ke pemikiran, penulis, atau tema-tema di luar arus utama. Bahasa kerennya, buku-buku kiri. Misalnya, buku tentang sejarah G30S dari sejarawan independen, bukan versi Orde Baru.
Atau buku tentang perlawanan terhadap pariwisata di Bali. Atau tentang musik underground di pulau ini.
Bersyukurlah kini ada Taman Baca Kesiman (TBK), perpustakaan baru yang terbuka untuk siapa saja.
TBK baru dibuka sekitar dya bulan lalu. Pengelolanya Agung Alit, salah satu aktivis Bali yang juga pemilik Mitra Bali, usaha di bidang perdagangan berkeadilan (fair trade).
Sejak dibuka dua bulan lalu, TBK menjadi tempat kumpul kalangan aktivis dan pecinta buku.
Ribuan koleksi di TBK sebagian besar adalah buku-buku pemikiran alternatif. Ada novel, majalah, dan buku-buku bacaan. Misalnya karya Pramoedya Ananta Toer, Noam Chomsky, hingga pemikir Iran Ali Syariati. Tema buku juga beragam dari sastra, musik, budaya hingga politik.
Hingga saat ini, pengunjung bebas membaca semua buku tersebut gratis. “Tapi untuk sementara belum boleh dibawa pulang karena sistemnya belum siap,” kata Agung Alit.
Lokasi yang relatif sunyi, meskipun berada di pinggir jalan besar, membuat TBK nyaman sebagai tempat baca. Pengunjung bebas untuk memilih tempat membaca seperti di ruangan, kursi di halaman, atau lapangan rumput di samping perpustakaan.
Selain ribuan buku di perpustakaannya, TBK juga menyediakan kafe kecil untuk pengunjung. Karena itu, TBK juga bisa jadi sekadar tempat untuk ngobrol santai tanpa harus membaca buku. Masyarakat umum bebas ke taman baca ini.
Lapangan rumput seluas kira-kira 10 are juga bisa jadi tempat main bagi anak-anak. Jadi, ketika orang-orang tua serius baca, si anak-anak bebas main di sana.
Di lapangan rumput itu pula, saat ini makin sering diadakan diskusi tentang isu-isu yang juga alternatif. Misalnya, musik blues dan perlawanan terhadap reklamasi di Teluk Benoa, sejarah kekerasan 1965, dan lain-lain.
Tak hanya untuk membaca, tempat baru ini juga makin sering jadi tempat diskusi pu
Semua melengkapi TBK sebagai tempat singgah asyik bagi keluarga pecinta buku. [b]