Oleh Swastinah Atmodjo
Setelah membangun berbagai infrastruktur termasuk perumahan warga, kini Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Nangroe Aceh Darusalam (NAD)-Nias membuat terobosan dalam pengembangan pariwisata di Aceh dan Nias yang sempat lumpuh perekonomiannya lantaran bencana tsunami 2004 silam.
Kepariwisataan Aceh harapan BRR diantaranya wisata bahari, wisata alam, MICE dan sebagainya. Paskabencana, Aceh semakin dikenal ke mancanegara. Sampai saat sekarang pun berbagai lembaga asing maupun perorangan masih melakukan program bantuan. Hal itu bisa menjadi sarana promosi pariwisata. Dengan dukungan keindahan alam, kekayaan budaya, ketersediaan fasilitas penunjang dan sumber daya manusia (SDM) yang bagus, kata salah seorang Direktur Program BRR Ricky Avenzora, Aceh bisa menjadi destinasi wisata dunia.
Dalam mewujudkan program tersebut, lanjut Ricky, BRR memulainya dengan pengembangan SDM termasuk mempersiapkan para pemandu wisata. “Seperti yang di Bali ini, kami mengirim 30 pemuda Aceh karena menginginkan ketersediaan pemandu-pemandu wisata bahari yang handal dan bisa menjadi motivator dalam pengembangan pariwisata khususnya dan perekonomian Aceh secara umum,” kata Ricky, yang merupakan salah seorang pakar pariwisata Indonesia.
Seperti diketahui, lanjutnya, Bali selama ini begitu dikenal wisatawan mancanegara karena budaya dan keindahan alamnya. Bali memiliki kawasan pantai yang menantang bagi para peselancar dan penyelam. Industri wisata baharinya pun cukup maju, katanya. Karena itulah pelatihan di Bali sengaja dikhususkan untuk para calon pemandu wisata bahari yaitu selam dan selancar.
Menurutnya, Aceh tidak kalah indah dari Bali. Beberapa wilayah pantainya selama ini sudah dikenal memiliki ombak yang menantang bagi para peselancar, misalnya Lhok’nga. Pun kawasan menyelam dengan keindahan bawah lautnya yang sudah mendunia semisal di Pulau Weh. Hanya, lanjut Ricky lagi, sejauh ini belum dikelola dan dipromosikan dengan optimal. Untuk itulah, tambahnya, ”Kami mengirim puluhan pemuda untuk menimba ilmu di Bali ini.”
Para pemuda terpilih tersebut berasal dari berbagai wilayah seperti Banda Aceh, Sabang, Sengkili dan Semelu. Pelatihan berlangsung 9 Agustus – 20 September 2007. Selain pelatihan dasar yang menyangkut teori dan praktik, para peserta juga mengikuti program magang pada sejumlah perusahaan. Dengan begitu, peserta mendapat pengalaman meng-handle tamu, juga mempelajari proses marketing dan promosi.
Ketigapuluh pemuda tersebut terbagi dalam dua kelompok pelatihan, selam dan selancar yang masing-masing 15 orang. Sejumlah dive master dan surf master yang dikoordinir Abhilawa Setyadi serta Ebong, selama dua pekan memberikan teori dan panduan. Selain transfer ilmu di dalam kelas, uji coba dilakukan ke berbagai lokasi.
Peserta pelatihan pemandu selancar, misalnya, sempat diajak ke sejumlah poin selancar dengan berbagai kondisi ombak dan tantangan yang selama ini menjadi favorit para surfer seperti Kuta, Dream Land, Padang-Padang, hingga Medewi. Instruktur mengagendakan pula kunjungan ke lokasi pembuatan papan selancar, kantor operator selancar, sekolah selancar, dan kantor penerbitan media komunitas. Hal sama diberikan untuk calon pemandu selam. Uji coba menyelam dilakukan ke kawasan Sanur, Tulamben, Menjangan, dan Tanjung Benoa Nusa Dua. Menyelam malam hari juga menjadi salah satu pengalaman menarik bagi peserta.
Di berbagai lokasi praktik tersebut, peserta diminta pula mempelajari bagaimana mengembangkan fasilitas akomodasi serta pelayanan wisata seperti penginapan dan restoran. Pun diinformasikan mengenai upaya pelestarian lingkungan yang melibatkan masyarakat setempat. Di kawasan Tulamben, misalnya, masyarakat patuh pada kesepakatan untuk tidak mengambil karang, kerang, ikan atau apapun. Penangakapan ikan hanya diperbolehkan dalam jarak tertentu dari garis pantai.
Diharapkan, peserta juga menggali informasi mengenai hubungan timbal balik antara investor atau pengelola akomodasi wisata dengan lembaga masyarakat yang ada. Dengan begitu, kata Ketua Panitia Pelatihan AA Dian Ekawati, ”Akan terjadi sinergi antara pengusaha, pemerintah dan masyarakat dalam pengembangan pariwisata setempat dengan tetap memperhatikan kepentingan lokal dan mengedepankan industri wisata yang ramah lingkungan.”
Tak kalah menarik adalah materi yang mempelajari bahaya dan cara penanganannya selama berselancar atau menyelam. Paparan mengenai berbagai jenis biota laut yang berbahaya, bagaimana penanganan serta obat jenis apa yang bisa dipergunakan sempat menjadi materi yang cukup menyita perhatian peserta. Pada sela acara, panitia memberikan pembekalan tentang etika dan tips menjadi pemandu wisata yang baik.
Agar berpengalaman mengemas sebuah kegiatan, peserta pelatihan diajak bergabung dengan panitia Kuta Karnival 2007. Selain menjadi volunteer, para pemuda Tanah Rencong ini turut dalam kegiatan Bali Paddle for Peace, membuka stand yang memamerkan puluhan foto keindahan alam dan hasil kerajinan masyarakat, serta ikut berparade pada penutupan Kuta Karnival.
Dalam kurun waktu yang sama, puluhan pemuda dan pemudi Aceh lainnya mengikuti pelatihan pemandu wisata di kawasan Jawa Barat untuk bidang wisata alam dan outbound. Usai pelatihan tahap pertama ini, BRR berencana menggelar pelatihan lain diantaranya untuk pengrajin, pelaku MICE, dan sebagainya. Menyambut antusiasnya peserta pelatihan, BRR berupaya menyediakan fasilitas penunjang operasional di Aceh bagi para peserta, semisal peralatan selam dan selancar. Pun mendorong terbentuknya komunitas selam maupun selancar yang akan melakukan berbagai program simpatik.
Ricky mengakui, banyak pihak yang awalnya kontra terkait program pelatihan diluar wilayah Aceh karena biayanya besar. ”Tapi kami tetap teguh pendirian karena keinginan membuat orang baru dengan baju baru, dari sisi profesionalisme kerja. Dengan berada di Bali seperti sekarang, peserta bisa menyaksikan langsung perkembangan pariwisata dari waktu ke waktu yang tidak sampai mengikis akar budaya masyarakatnya,” tambahnya. [b]
it is very good, a big progress, only now, the problem whether it can be performed as we hope or not. because i am afraid aceh will be BALI, it is really a tourism place that is famous in the world, but must sell all of their traditional culture, for example almost the people of bali have imitated a western thinking and life style.
sangat bagus
tapi BTW pa ricky dosen saya lho hahaha
saya tertarik dengan pariwisata n bahasa..
cita2 saya ingin mnjadi a guide..
skrg saya du2k d bngku smk..
bisakah saya?