Blanjong berasal dari dua kata, yakni belahan dan ngenjung.
Belahan berarti pecahan, sedangkan ngenjung adalah istilah dalam Bahasa Bali Alus yang berarti kapal nelayan. Berawal ketika pecahan kapal Belanda terdampar pertama kali di pesisir Sanur, yang tepatnya kini di pesisir Blanjong. Peristiwa inilah yang menjadi awal sejarah nama Blanjong.
Blanjong adalah nama daerah di Desa Intaran, Sanur, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar, Bali. Di daerah ini juga ditemukan Prasasti Pilar tepatnya di dekat Banjar Blanjong. Kemudian prasasti tersebut diberi nama Prasasti Blanjong.
“Prasasti Blanjong melambangkan tugu kemenangan,” ungkap Mangku Segara. Beliau seorang pemangku (sebutan orang suci di Bali-red) yang senantiasa menemani para wisatawan asing maupun lokal yang berkunjung ke Cagar Budaya Prasasti Blanjong.
Blanjong merupakan tonggak kemenangan ketika Sri Kesari Warmadewa memimpin Bali.
Uniknya, Prasasti Blanjong memakai bahasa bilingual yakni Bahasa Bali Kuno yang ditulis dengan huruf Pra–Negari serta Bahasa Sansekerta yang ditulis menggunakan huruf Kawi. Dalam prasasti tersebut, tertulis: “Pada tahun 835 çaka Bulan Phalguna, seorang raja yang mempunyai kekuasaan di seluruh penjuru dunia beristana di Keraton Sanghadwala, bernama Çri Kesari telah mengalahkan musuh-musuhnya di Gurun dan di Swal. Inilah yang harus diketahui sampai kemudian hari.”
Juru Kunci
Berdasarkan isi prasasti tersebut diketahui pengukuhan Prasasti Blanjong terjadi pada tahun 835 Saka. Dalam pemeliharannya Prasasti Blanjong sempat mengalami pemugaran beberapa kali. Prasasti dengan tinggi 177 cm dan diameter 62 cm ini, menarik wisatawan asing dan domestik untuk mengunjungi jejak–jejak sejarah Bali Kuno.
Hingga Prasasti Blanjong yang ditempatkan dalam lemari kaca akhirnya. Departemen Kebudayaan dan Pariwisata mengeluarkan Undang–undang perlindungan Nomor 11 Tahun 2010 dan menetapkan Prasasti Blanjong sebagai salah satu cagar budaya di Bali.
Prasasti Blanjong kini ditempatkan pada sebuah lemari besar yang terbuat dari kaca. Bertujuan agar prasasti tersebut dapat dilihat dari luar dengan leluasa. Tetapi tak banyak orang yang boleh masuk ke dalam lemari kaca tersebut. Hanya sang juru kunci yaitu Mangku Segara yang memiliki wewenang. Terlihat pula masyarakat setempat yang sedang menghaturkan sesaji berupa canang sari (salah satu jenis persembahan masyarakat Hindu-red) untuk menghormati prasasti tersebut.
Kini jejak–jejak pemerintahan Sri Kesari Warmadewa ini sudah terawat cukup apik. Dilindungi pula oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Wilayah Kerja Provinsi Bali, NTT dan NTB. Tepat di sebelah kiri lemari kaca terdapat sebuah meja yang di atasnya tampak sebuah buku kunjungan serta sebuah buku yang menerangkan tentang isi dari Prasasti Blanjong tersebut.
Sebenarnya, Prasasti Blanjong berada pada sebuah lingkungan pura. Pura tersebut bernama Pura Blanjong. Selain Prasasti Blanjong, di pura tersebut juga dapat ditemukan beberapa arca peninggalan dari pemerintahan Sri Kesari Warmadewa.
Arca yang paling populer adalah Arca Ganesha yang kini disimpan di areal Pura Blanjong. Sedangkan arca lain hanya bersifat fragmatis dikarenakan penggambarannya kurang jelas dan yang tersisa hanya beberapa bagian. Sementara arca lain, seperti Arca Perwujudan yang kini sudah dipindahkan ke Museum Bali menggambarkan seorang Dewi yang berdiri tegak dengan bentuk wajah bulat telur, mengenakan mahkota yang bertingkat, serta perhiasan seperti anting dan kalung. Diduga arca ini adalah perwujudan dari permaisuri Sri Kesari Warmadewa.
Setali tiga uang dengan Arca Perwujudan, Arca Terakota dan Arca Binatang kini juga disimpan di Museum Bali dengan kode yang terpisah. Hal ini bertujuan agar peninggalan budaya dapat disatukan dalam satu tempat. [b]