Komite Kerja Advokasi Lingkungan (KEKAL) Bali, Front Demokrasi Perjuangan Rakyat (FRONTIER) Bali beserta WALHI Bali tanggapi bencana yang menimpa Bali dewasa ini. I Made Juli Untung Pratama, dari KEKAL Bali menilai bencana yang menimpa Bali akhir-akhir ini seperti banjir dan tanah longsor merupakan bencana lingkungan, bukan bencana alam.
Kejadian tersebut terjadi akibat dari rusaknya lingkungan hidup dikarenakan tidak adanya kebijakan Pemerintah Bali yang bertujuan untuk menyelamatkan lingkungan. “Kejadian tersebut terjadi akibat rusaknya lingkungan hidup,” ungkapnya pada Jumat (21/10/2022) dalam acara Jumpa Pers yang diadakan oleh 350 Indonesia dan Extencion Rebelion (XR) Indonesia yang bertempat di Kubu Kopi.
Selain itu Untung Pratama menambahkan bukanya memperbaiki tatanan lingkungan hidup, sebaliknya pemerintah malah membangun proyek-proyek yang merusak alam seperti pembangunan Pusat Kebudayaan Bali di kawasan rawan bencana. Membangun Jalan Tol Gilimanuk-Mengwi yang akan menerabas sawah dan hutan serta adanya rencana pembangunan Terminal LNG di Kawasan Mangrove dan Pesisir Sanur yang justru menambah dari deretan proyek yang meningkatkan alih fungsi lahan dan buruknya mitigasi bencana di Bali. “Hilangnya 6 nyawa atas bencana banjir dan tanah longsor merupakan akibat dari kebijakan Pemerintah Bali yang abai terhadap perlindungan dan pelestarian lingkungan sehingga terjadinya bencana lingkungan,” tegasnya.
Anak Agung Gede Surya Sentana, dari FRONTIER Bali menyayangkan di tengah terjadinya bencana dimana-mana pemerintah masih kukuh terhadap kebijakannya melancarkan proyek-proyek perusak alam yang akan menimbulkan bencana lebih serius ke depannya. Disamping itu ia juga menilai, kejadian banjir di Jembrana yang sempat memutus akses jembatan bukan semata-mata karena cuaca ekstrem saja tetapi karena adanya kerusakan lingkungan hidup. “Adanya banjir di Jembrana sampai memutus akses jalan, dimana terdapat kayu-kayu besar yang berserakan menandakan bahwa keadaan hutan di Bali tak baik-baik saja,” pungkas Gung Surya.
Terakhir Made Krisna Dinata selaku Direktur Walhi Bali menyampaikan bahwa di tengah persiapan venue G-20 dimana wajah bali dipoles sedemikian rupa, seolah-olah selaras dengan prinsip perlindungan dan pelestarian lingkungan hidup dengan menampilkan Mangrove sebagai showcasenya justru berbanding terbalik dengan fakta yang terjadi. Mangrove terancam akibat proyek Terminal LNG yang tentunya akan berakibat buruk bagi mitigasi bencana Bali. “Kami mendesak Pemerintah Propinsi Bali agar segera menghentikan proyek-proyek yang berpotensi membawa Bali ke arah ancaman serius bencana lingkungan,” tutupnya.