Keadilan gender dan perlindungan perempuan terus diperjuangkan. Hingga RUU TPKS yang kini sudah sah menjadi UU TPKS seperti menjadi angin segar. Namun, perjalanan tidak berhenti sampai di sana. Data soal kasus kekerasan pada perempuan juga turut digelorakan.
Infografis sebaran kasus kekerasan yang dipublikasi oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI pada website resminya, menjadi alarm bagaimana bentuk kekerasan yang sering terjadi. Data dihimpun dari website https://kekerasan.kemenpppa.go.id/ringkasan.
Korban kekerasan perempuan menurut umur paling banyak 30% rentang usia 25-44 tahun menjadi korban kekerasan seksual. Disusul usia remaja 13-17 tahun sebanyak 29.5% menjadi korban kekerasan seksual.
Jumlah kasus kekerasan pada perempuan di Provinsi Bali ada 175 kasus. Terdiri dari 35 korban laki-laki dan 152 korban perempuan.
Kasus paling banyak ada 61 kasus terjadi di Denpasar, 34 kasus terjadi di Gianyar. Selanjutnya di Buleleng ada sebanyak 29 kasus, sedangkan Badung sudah ada 15 kasus yang terjadi. Jembrana dan Karangasem masing-masing tercatat ada 10 kasus. Klungkung dan Bangli terjadi 7 dan 8 kasus. Yang paling rendah kasus yang terjadi di Tabanan.
Dari total kasus, ada 116 kasus yang terjadi di rumah tangga. Jenis kasus yang terjadi, 69 korban mengalami kekerasan secara psikis dan 57 kasus mengalami kekerasan seksual. Selanjutnya disusul dengan 38 kasus mengalami kekerasan fisik.
Dari sejumlah kasus kekerasan yang terjadi di Bali, korban paling banyak mengakses layanan bantuan hukum sebanyak 101 kasus. Baru kemudian mengakses layanan pengaduan ada sebanyak 68 kasus. Serta ada 63 yang mengakses layanan kesehatan.
Lagi-lagi, usia yang menjadi korban paling banyak di rentang 13-17 tahun yang terdata sebanyak 54 korban. Termasuk ada 52 korban dari usia 25-44. anak di bawah umur pun tak luput menjadi korban kekerasan ada sebanyak 31 kasus dari rentang usia 6-12 tahun. Dengan jumlah korban yang sama juga terjadi pada usia 18-24 tahun.
Dari sisi pendidikan, 59 korban mengenyam pendidikan SLTA/SMA. Ada 38 korban yang pendidikannya SLTP/SMP. Tak dipungkiri pula, kekerasan terjadi pada korban yang sudah mengenyam perguruan tinggi ada sebanyak 32 korban.
Dari 114 pelaku, kekerasan lebih banyak dilakukan oleh laki-laki ada 99 orang. Kemudian disusul oleh pelaku berjenis kelamin perempuan sebanyak 15 orang. Menyedihkannya kasus kekerasan dilakukan oleh orang terdekat. Tercatat ada 34 pelaku yang merupakan pasangannya sendiri suami/istri. Begitu pula 29 pelaku yang memiliki hubungan pacar/teman dengan korban.
Selain data yang dirilis Kemenpppa beberapa kelompok perempuan di Indonesia berkumpul di Bali menyuarakan persoalan yang dihadapi kelompoknya di masing-masing daerah. Mewakili 10 wilayah, 360 perempuan.
Dengan membawa kepentingan 360 perempuan, Aksi For Justice membawa agenda ini di Bali paling tidak agar terdengar dalam pertemuan berpengaruh pada G20 yang melibatkan pemangku kebijakan negara.
Sebagai salah satu perwakilan Bali, Ni Nengah Budawati menyuarakan bahwa ingin menyuarakan agenda terkait perlindungan perempuan berbasis gender dan HAM.
Berdasarkan data yang dirilis Komnas HAM pada 7 Maret 2022 kasus di Bali naik 81%. Telah terjadi 16 kasus per hari. Kekerasan dalam rumah tangga meningkat hingga 50%.
“KDRT berdampak kehidupan perempuan, cacat fisik hingga kematian,” kata Buda menegaskan.
Termasuk pula 15 kasus kekerasan seks, perkosaan, pemaksaan pernikahan, pemaksaan kontrasepsi yang tercatat. Sejak pandemi kasus perceraian juga meningkat yang disebabkan karena persoalan kekerasan seksual.
Tak jarang kekerasan justru terjadi pada perempuan pembela HAM. Sering mendapat intimidasi. Bahkan ancaman kematian. Di satu sisi ia berharap agar perempuan miskin yang terdampak bisa lebih mudah mengakses bantuan hukum. Negara mampu menjamin perlindungan perempuan korban kekerasan
Dari hasil pemikiran 360 perempuan yang berkumpul dalam Aksi For Justice berharap apa yang diperjuangkan ini dapat berkontribusi untuk kondisi perempuan saat ini.