Jangan buru-buru buang botol plastik yang sudah habis dipakai.
Lebih baik dimanfaatkan ulang menjadi menjadi barang baru yang lebih bermanfaat. Eco-brick atau batu bata ramah lingkungan hanya salah satunya. Tidak hanya mengurangi sampah plastik tetapi juga bisa membuat produk berguna dan cantik.
Minggu, 23 Februari 2018 lalu, beberapa komunitas memperingati Hari Peduli Sampah Nasional yang jatuh pada 21 Februari 2018. Mereka mengadakan kegiatan bertema “Cerita Konservasi Hari Peduli Sampah Nasional” di Fountain Stage, Beachwalk Shopping Centre, Kuta.
Komunitas yang tergabung adalah Komunitas World Wildlife Fund for Nature (WWF) Bali, Komunitas 60+ Earth Hour (EH) Bali, Komunitas Marine Buddies Bali, dan Komunitas Maine Debries Bali.
Acara diskusi dan talkshow dibagi menjadi dua sesi. Sesi pertama mengahadirkan Diskusi Kopi Laut yang mengangkat masalah mengenai cara kreatif menyikapi sampah. Sesi kedua merupakan workshop seni mengolah sampah membuat Eco-brick dari botol plastik.
Sesi workshop ini begitu menarik. Pasa sesi ini anggota dan relawan dari Komunitas Earth Hour Bali memberikan praktik langsung ke peserta Cerita Konservasi untuk mengurangi sampah dengan metode recycle (mengolah kembali sampah menjadi barang atau produk baru yang bermanfaat).
Sebelumnya Komunitas Earth Hour Bali sudah mempersiapkan puluhan botol air mineral bekas ukuran 600 ml. Botol-botol bekas yang sudah dibawa selanjutnya akan dibuat beberapa Eco-brick yang bisa digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Berbekal lem tembak, selotip dan kreatifitas para anggota Komunitas Earth Hour Bali, botol-botol air mineral disulap menjadi sebuah bangku yang eksotis.
Untuk membuktikan kekuatan dan daya tahan bangku Eco-brick, seorang peserta Diskusi dan Talkshow berusia 4 tahun diminta untu duduk diatas bangku yang terbuat dari botol air mineral bekas. Dan ternyata botol-botol ini tidak penyok dan sangat kuat untuk diduduki bahkan sekalipun orang dewasa yang mencobanya.
Para peserta pun bertepuk tangan dengan Eco-brick buatan para anggota Komunitas Earth Hour Bali.
Eco-brick yang dibuat menyerupai bangku duduk ini bila dipermak lebih cantik lagi bisa dichat dengan warna-warna dan gambar sesuai dengan selera. Bahkan bila ditekuni Eco-brick dapat dijual dan menjadi sebuah industri kreatif dalam sebuah inovasi pemanfaatn sampah plastik.
Koordinator Komunitas Earth Hour Bali yaitu Sutan Tantowi Dermawan mengungkapkan bahwa Eco-brick merupakan solusi kreatif untuk pemanfaatan sampah plastik seperti dari botol air mineral. Diharapkan melalui demo Eco brick masyarakat bisa lebih sadar bahwa sampah plastik bisa dikurangi dengan mengolahnya kembali menjadi sesuatu yang bernilai ekonomis.
“Jangan buru-buru membuang botol plastik ke tong sampah, sampah plastik bisa dikurangi dengan mengolah kembali menjadi Eco-brick. Sampah bisa diubah menjadi sesuatu yang memiliki nilai ekonomis dan memiliki harga jual yang tinggi bila kreatif mengolahnya,” jelas Sutan.
Sebelum membuat bata ramah lingkungan, para peserta juga mengikuti diskusi kopi laut. Pembicaranya adalah Imam Musthofa (Sunda Banda Seacape and Fisheries Leader WWF Indonesia), I Gede Hendrawan (Coastal and Enviromental Oceanography Researcher Universitas Udayana), dan I Ketut Wisada (Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Denpasar).
Sesi diskusi kopi laut banyak membedah permasalahan lingkungan yang ada di perairan Bali dan solusi tepat untuk mengurangi sampah di pulau ini yang notabene merupakan daerah destinasi Pariwisata yang begitu padat. [b]
Perlu kampanye buat, recycle/reduce/reuse.
Di Lombok, di tepi kali Jangkok ada ‘bank sampah’ di kampung budaya (rumah warna-warni). Bawa sampah yang berguna, mereka beli.
Bekas apa saja jadi ‘work of art’.
Ban mobil jadi hand-bag, seperti yang ada di toko mewah.
Bekas bungkus kopi jadi dompet.
Imagine that!
Kini sudah dapat pesanan dari luar negeri.
Kita perlu saling ‘asih/asah/asuh’!
Tak ada salahnya kalau sekian ribu botol besar plastik dibuat jadi yacht, berlayar antara Kusamba (Bali) – Ampenan (Lombok).
Why not?
The sky is the limit.