Ternyata, musisi juga suka menikmati produk bajakan karya orang lain.
Saat ini sudah banyak karya dihasilkan umat manusia di muka bumi ini. Karya ini baik karya seni, karya teknologi, karya ilmiah, bahkan sampai karya golongan juga ada. Eh, itu Golongan Karya ya. Karya-karya tersebut tentunya diciptakan dengan suatu usaha oleh penciptanya, baik dari usaha sederhana maupun sampai yang memerlukan usaha sangat menyita waktu dan tenaga.
Penciptaan karya tersebut diiringi juga dengan menghormati hasil karya. Si pencipta pun ingin dihormati hasil karyanya.
Saat ini memang penghormatan terhadap suatu hasil karya masih kurang. Salah satunya adalah masalah pembajakan hasil karya si pencipta. Di mana-mana memang pembajakan alias piracy ini paling sering terjadi dan paling ditakuti oleh si pemilik hak cipta karya tersebut. Pembajakan paling sulit dihindari, terutama di industri seni khususnya seni musik maupun industri software/perangkat lunak.
Saya juga termasuk salah satu orang yang sering menggunakan “karya bajakan tersebut”. Yah, ini karena situasi kondisi yang mendukung juga yaitu kurangnya dana membeli yang asli, banyaknya tersedia karya-karya bajakan terutama di dunia maya (baca : internet/online) dan sangat mudah mendapatkannya. Selain itu saya juga melihat-lihat si pencipta karya. Kalau dirasa sudah kaya, yah saya masih tega untuk memakai produk karya bajakannya. Hehehe.. Silakan maki-maki saya. Tapi, yah, begitulah keadaannya saat ini, terutama di Indonesia.
Perhatian saya di tulisan ini adalah, pembajakan karya ini juga sering dilakukan para pencipta hasil karya walaupun dalam hal ini bukan produknya sendiri.
Bingung ya? Begini, banyak saya temui beberapa pencipta hasil karya seni terutama musik (saya lebih khusus membahas hasil karya seni terutama musik), yang sering berkoar-koar untuk mengatakan anti pembajakan, jangan membajak, bahkan sampai bahasa kasar “pembajak anjing, bangsat, tai, dllnya”. Ungkapan ini pun mereka sounding baik di sambpul produk mereka, di layar kaca (video klip), maupun dengan statemen-statemen mereka di media termasuk jejaring sosial.
Namun, mereka baik secara sengaja, sadar, tidak sengaja, maupun tidak sadar juga menggunakan produk-produk bajakan hasil karya orang lain. Yeah, mungkin ironi memang.
Saya pernah menemui seorang seniman musik yang sangat getol menyuarakan dengan lantang kata-kata stop pembajakan produk-produknya terutama saat di atas panggung. Namun, saya sempat liat laptopnya, ternyata dia menggunakan produk Windows bajakan. Beberapa produk dari Adobe juga bajakan. Dan, tentunya produk Office-nya juga bajakan.
Dalam hati, “Meh, patuh masih membajak” alias, “Meh, ternyata sama membajaka juga.”
Kemudian seniman musik lain juga pernah saya temui di pusat pembelian CD/DVD terkenal “S” di Jl Diponegoro, Denpasar. Waktu itu pas saya di sampingnya, dia datang bersama temannya. Dia bicara ke penjaga, “Mbak, pelem ini sudah bagus gambarnya? Lagi pengen beli karena males ke bioskop,” begitu katanya.
Sekali lagi saya berguman, “meh patuh masih pembajak…”.
Masih banyak sih hal seperti dicatas saya temui. Bahkan ada yang sampai membuka counter HP yang memperjualbelikan lagu-lagu baik untuk jadi ringtone atau untuk didengarkan. Dan, saya rasa ini ilegal. Lagu ini biasanya dijual Rp 5.000 untuk 5 lagu.
Tidak hanya hasil seni, pernah juga saya melihat, salah seorang seniman musik membeli baju-baju surf palsu (non original) di Pasar Seni Kuta. Padahal, saya tahu dia juga rajin meneriakkan anti pembajakan karyanya.
Memang yang saya temui cukup banyak dan cukup membuat saya “geli”. Di satu sisi mereka meneriakkan anti pembajakan untuk karya seni mereka. Namun, di sisi lain mereka menggunakan produk-produk bajakan jenis lainnya. Mungkin mereka ini mengartikan pembajakan hanya sebatas hasil karya mereka atau hasil dari jenis yang sama dengan hasil karyanya.
Yah, begitulah. Tidak ada yang disalahkan maupun dibenarkan, tapi setidaknya mereka juga konsisten dan konsekuen dengan bagaimana menolak pembajakan dan bagaimana tidak menggunakan produk bajakan. Semoga.. [b]
Foto dari internet.