Pandemi corona mengubah banyak orang termasuk warga Nusa Penida.
Sebelum terjadi pandemi COVID-19, I Ketut Dana bekerja sebagai sopir dan pemandu wisata. Dia mengantar wisatawan yang sedang berlibur di Bali. Begitu wabah corona melanda dunia praktis wisatawan tak ada yang berpelesir ke Bali, ia pun kehilangan pekerjaanya.
Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, Ketut Dana tak patah arang. Ia banting stir menjadi pedagang sosis, ham, bacon dan urutan. Dia mengantarnya langsung ke rumah-rumah. Cara pemasarannya, Ketut menggunakan promosi daring (online) melalui sosial media.
Ditanya alasan berjualan olahan daging, warga Banjar Subia, Nusa Penida ini mengatakan usaha ini dipilihnya karena olahan daging itu produksi adiknya. Usaha tersebut sebenarnya sebelum virus corona. Dia pernah menjalaninya dengan memasok penginapan, tetapi kurang fokus karena kesibukan di tour and travel.
“Selain itu olahan daging ini adalah usaha bahan makanan yang masih laku di tengah pandemi virus corona,” kata Ketut Beralasan.
Apakah dirinya akan melanjutkan bisnis olahan daging ketika pandemi virus COVID-19 berakhir, Ketut Dana menjawab ia akan tetap menjalankan bisnis ini sambal menjalankan bisnis tour and travel lagi.
“Saya akan memperbaiki manajemen agar kedua-duanya bisa jalan,” lanjutnya.
Menurut Dana, kendala yang dia hadapi sekarang adalah menurunnua daya beli masyarakat. Apalagi, pelanggannya lebih banyak ekspatriat yang memang menyukai olahan daging.
Mengejar Cita-cita
Selain Ketut Dana, hal serupa juga terjadi pada I Putu Sukawidana. Sebelum virus corona merebak, dia berprofesi sebagai pengelola jasa angkutan speedboat di Nusa Penida. Kini ia beralih profesi sebagai penjual babi guling dan ayam bakar. Ia mengaku membeli babi dan ayam langsung ke peternak kemudian panggang untuk selanjutnya dijual.
Namun, sebelum memanggang ayam ataupun mengguling babi, Putu Sukawidana terlebih dahulu berpromosi di media social. Siapa-siapa yang hendak memesan babi gulingnya. Biasanya Putu membuat paket Rp 100.000 dan Rp 50.000. Sasaran pasarnya untuk dikonsumsi dan upacara yadnya masyarakat.
Dana mulai berjualan di minggu terakhir April 2020. Dia mengaku memilih usaha babi guling karena memang cita-cita dari dulu karena saya bisa meracik bumbu dan masyarakat menggemari makanan ini.
“Walaupun hasilnya tak seberapa, setidaknya bisa mencukupi kebutuhan membeli beras dan lauk pauk di tengah pandemi virus corona ini di mana semua sektor ekonomi lesu,” ujar Putu Sukawidana.
Putu melanjutkan dirinya akan tetap menjalankan usaha babi guling ini walaupun wabah virus corona ini telah berakhir.
“Ini kesempatan saya melanjutkan usaha ini,” lanjutnya.
Meskipun demikian, usaha rintisan ini tak mudah bagi Putu. Misalnya, modal panas hasil meminjam sehingga takut kalau tak laku bisa rugi dan tak bisa mengembalikan uang. Belum lagi air PDAM di Banjar Pilah tempatnya sudah sebulan mati.
“Tak kalah repotnya dari semua saya masih saya kerjakan sendiri termasuk mengirimnya kepada para pemesan babi gulingnya,” kata Putu mengakhiri percakapannya. [b]
Comments 1