Oleh I Nyoman Winata
Saya mengasuh satu acara di televisi lokal di Semarang. Nama acaranya “Ngobrol Bareng Mbah Mangun”. Acaranya talk show dengan Bapak Ismangoen Notosapoetro atau Mbah Mangun, seorang tokoh masyarakat di Semarang. Pengalaman beliau cukup banyak di berbagai bidang seingga membuat beliau memiliki sejumlah pemikiran-pemikiran yang sederhana namun pas untuk dijadikan solusi bagi berbagai persoalan sosial yang dihadapi selama ini. Kami tidak maksud menggurui atau menceramahi pemirsa dengan materi obrolan, melainkan sekadar memberi wacana-wacana yang semoga saja bisa bermanfaat bagi pemirsa.
Jumat, 11 April 2008 saya mengangkat topik tentang nasib rakyat dan pejabat publik. Selama ini dua sisi ini selalu saja nampak bertolak belakang. Rakyat banyak yang semakin susah, pejabat publik banyak yang semakin kaya raya. Ironisnya banyak dari pejabat ini jelas-jelas hidup dari uang rakyat sebagian besar diraup melalui korupsi. Korupsi bisa saja dilegalkan melalui hukum atau aturan atau bisa juga melalui jalan gelap yakni suap menyuap. Meski ada beberapa yang sudah tertangkap tangan dan diancam dimejahijaukan karena suap menyuap, toh tidak menghentikan niat pejabat publik di Indonesia untuk berkorupsi.
Mbah Mangun dengan tegas mengatakan bahwa kelakukan pejabat publik yang tidak peduli dengan penderitaan rakyat dan asyik korupsi adalah cermin dari sakitnya bangsa ini. Bahkan sakit bangsa ini sudah terlalu kronis. Hanya saja, kata Mbah Mangun, rakyat negeri ini tidak mau mengakui penyakinya. “Kita sering mengatakan korupsi harus dilawan, tetapi coba kalau kita diberi kesempatan untuk menjadi pejabat, kemungkinan besar kita juga akan melakukan korupsi,” katanya. Maka sesungguhnya seluruh rakyat Indonesia tidak benar-benar menganggap korupsi sebagai suatu penyakit yang harus disembuhkan karena membiarkannya tetap ada dalam diri rakyat Indonesia sendiri.
Apapun yang dilakukan kini, mungkin sulit untuk menyembuhkan penyakit kronis bangsa Indonesia sebelum penyakit itu benar-benar diakui telah menjangkiti negeri ini. Apapun yang terjadi atas bangsa ini, lanjut Mbah Mangun mestinya dilihat sebagai persoalan karakter rakyat Indonesia itu sendiri. Kalau pejabat publiknya sakit, maka sumber sakitnya adalah rakyat sendiri. Apalagi dengan sistem pemilihan langsung untuk kepala daerah. Banyak kepala daerah yang pernah menjadi tersangka korupsi, tetap saja dipilih rakyat hanya karena diberi uang. Banyak koruptor yang dilingkungan rumahnya dihormati, disanjung-sanjung dan selalu diberi prioritas karena berani menyumbang uang demi kampung dalam jumlah besar. “Rakyat tidak pernah peduli apakah itu uang hasil korupsi atau uang haram”, katanya.
Inilah yang kemudian menjadikan para penjahat perampok uang rakyat tidak pernah merasa bahwa apa yang dilakukannya adalah melanggar hukum negara dan agama. Korupsi adalah dosa, tetapi rakyat tidak mempedulikannya karena uang hasil korupsi dan uang dari hasil kerja keras sama-sama bisa dibelanjakan untuk beli beras. Urusan dosa, adalah urusan nanti di akhirat.
“Orang Indonesia adalah orang yang tidak takut dengan Tuhan, tetapi mereka sangat takut pada agama,” Kata Mbah Mangun mengutip pernyataan seorang Kiai. Ya, orang Indonesia tidak pernah takut dengan Tuhan karena menganggap Sorga itu bisa dibeli dengan melakukan sebanyak-banyak ritual dan perjalanan keagamaan. Ada dua pemahaman yang dibingungkan oleh orang Indonesia. “Agama iku sandangan wong urip?” atau “Agama iku sangu ne wong mati?” orang indonesia lebih banyak memahami yang kedua. Jadi agama hanyalah dilakukan dan penting hanya untuk bekal mati, hidup enak di sorga. Sementara agama sebagai bagian dari manusia ketika hidup yang mengharuskan manusia melaksanakan upaya-upaya kemanusiaan tidak dianggap penting. Jadilah kemudian banyak orang menjadi koruptor agar bisa melaksanakan ritual agamanya.
Sakitnya bangsa ini dibuktikan ketika mereka, para koruptor ini tidak pernah diberi hukuman sosial di masyarakat. Mereka malah disanjung-sanjung dielu-elukan dan dijadikan panutan. Puncaknya ketika sang raja koruptor di Indonesia meninggal, televisi menyiarkannya dengan iringan lagu gugur bunga. Akh, bangsaku sedang sakit keras, mungkinkah engkau akan sembuh?? Mbah Mangun kehabisan kata-kata untuk menjawab pertanyaan saya ini.
Mas Win Saiki wis pinter boso jowo… wah hebat tenan…