Oleh Anton Muhajir
Dengan penuh suka cita, Aryani Putri dan teman-temannya menerima buku dari Putu Eka Dharmartha. Putri, siswa kelas VIII di SMP Negeri 10 Denpasar, tersebut segera membagi tiga kardus buku tersebut dengan teman-temannya akhir pekan lalu.
Bersama empat teman lainnya, Putri memilah buku-buku tersebut. Ada novel, komik, buku pelajaran, majalah, dan lain-lain. Gede Santika dan Mei Rismawati, dua teman Putri, mencatat satu per satu buku bantuan dari Eka. Total ada sekitar 250 judul buku. Semuanya menambah koleksi buku milik Putri dan teman-temannya yang tergabung dalam Naknik Community, komunitas anak-anak di pinggiran Denpasar Utara.
Naknik Community adalah salah satu tempat pembagian buku oleh Bali Youth Corner, komunitas remaja di Bali. Selain Naknik, Eka dan teman-temannya juga membagi buku itu di Sekolah Anak Kampung Siomay di Renon dan Lifeskill School di Lapangan Kapten Japa, Padanggalak. Tiga komunitas ini merupakan sekolah alternatif untuk anak-anak pinggiran.
“Kami memang menyasar komunitas-komunitas alternatif yang selama ini tidak mendapat perhatian banyak orang,” kata Eka.
Pembagian buku itu merupakan program Bali Youth Corner. Eka adalah pendiri komunitas ini bersama temannya, Lindia Palupi. Sejak enam bulan lalu, mereka mulai kegiatan amal yang ditujukan untuk kalangan remaja tersebut. “Ide awalnya karena kami melihat kegiatan serupa di Jawa. Kami pikir akan bagus juga kalau kami mengadakan hal serupa di Bali,” kata Eka.
Apalagi Eka juga memang punya banyak buku bekas. “Daripada dibakar, kan lebih baik disumbangkan ke orang lain,” tambah Eka.
Informasi book charity itu dilakukan melalui blog, SMS, mailing list, dan pamflet ke berbagai komunitas remaja di Bali. Tak disangka, kegiatan amal itu mendapat respon positif dari banyak pihak. “Kami mendapat buku sampai ribuan judul. Ada sekitar 20 kardus buku dari teman-teman kami sendiri,” tambah Eka.
Semula Eka dan teman-temannya mau membagi buku itu lewat Dinas Pendidikan. “Tapi ribet birokrasinya. Makanya ke kelompok lain saja,” ujarnya.
Dengan demikian, lanjutnya, Bali Youth Corner akan lebih dikenal oleh sesama komunitas remaja di Bali. Sebab, komunitas ini memang dibentuk untuk tempat berbagi informasi antar komunitas remaja di Bali.
Menurut Eka, alumni Sekolah Tinggi Pariwisata Bali, komunitas ini didirikan pada 1 Agustus 2007 lalu. “Kami ingin menjadikan Bali Youth Corner sebagai tempat untuk bertukar info tentang komunitas remaja di Bali,” kata Eka yang kini bekerja di perusahaan trainning dan developtment.
“Saya belum menemukan tempat yang bisa menyatukan berbagai komunitas remaja di Bali. Nah, kami ingin Bali Youth Corner ini bisa mengakomodir komunitas-komunitas yang ada,” tambahnya.
Setidaknya ada empat kegiatan utama komunitas ini. Antara lain kampanye di blog, kegiatan amal, dan siaran di radio. Blog, kata Eka, diharapkan bisa menjadi tempat publikasi berbagai agenda remaja di Bali. “Jadi kalau ada orang ingin tahu apa sih kegiatan remaja-remaja di Bali saat ini, kita tinggal klik di blog itu,” ujar Eka yang juga anggota Bali Blogger Community (BBC).
Adapun siaran di radio, dilakukan tiap minggu sekali di Paradise FM, radio berbahasa Inggris di Bali. Materi siaran, lagi-lagi terkait dengan dunia remaja. “Sayangnya meski sudah diberi tempat, banyak remaja yang belum menggunakan kesempatan ini. Remaja di Bali sepertinya terlalu manja-manja,” katanya.
Kegiatan amal dilakukan tidak tentu, tergantung pada event apa yang sedang ramai di Bali. Pada Kuta Karnival (KK) Oktober lalu, misalnya, Bali Youth Corner membuat stand khusus di tempat pameran kegiatan promosi komunitas pelaku pariwisata di Kuta itu. Di stand tersebut, Bali Youth Corner memamerkan karya-karya arsitek muda di Bali yang rata-rata baru lulus. Lindia Palupi, anggota lain komunitas ini memang bekerja seabagai arsitek.
Berbagi buku adalah kegiatan yang sekarang sedang dilakukan. Eka tak hanya mengumpulkan buku, dia juga membaginya ke beberapa komunitas remaja di Bali, termasuk untuk Putri dan teman-temannya di Naknik Community.
“Senanglah dapat buku gratis,” sahut Putri ketika ditanya tentang pembagian buku tersebut.
“Apalagi kalau (dapat) buku pelajaran. Soalnya buku sekolah sekarang mahal,” lanjutnya.
Eka tak kalah senangnya dengan respon Putri. Tiga hari kemudian, dia dan temannya datang kembali ke tempat Naknik. Mereka membawa dua kardus buku lagi. [b]