Di ujung liburan Galungan yang nyambung dengan liburan Idul Fitri, saya jalan-jalan ke Bali Pulina.
Agrowisata kebun kopi dan coklat di Tegallalang, Gianyar ini memang menawan. Sampai-sampai saya membuat status di Facebook dengan empat foto dan untaian kesan berikut: “Di Bali Pulina tak perlu bertanya mau ke mana lagi karena di sini aneka jenis kopi memanjakan selera dalam alam nan menawan”.
Bali Pulina terletak sekitar 5 menit di sebelah utara objek wisata sawah berundak di Ceking, Tegallalang, atau sekitar 8 km utara Ubud.
Karena saat itu hari libur, jalanan sempit di sekitar Ceking padat mobil. Ada mobil yang parkir, ada yang menurunkan penumpang, lalu lintas dua arah itu pun macet. Hari lain mungkin lebih lancar.
Sesampai di Bali Pulina, ruas parkir tampak penuh. Ada sekitar 30 mobil, tetapi syukur ada satu-dua yang keluar sehingga kami dapat slot parkir yang enak.
Tampaknya kunjungan ke Bali Pulina mengalir, membuat ruang parkir yang terbatas selalu bisa menampung pendatang baru tiba.
Kirain Gratis
Ketika kami melangkah ke gerbang Bali Pulina, tidak ada tanda-tanda pengunjung mesti membayar tiket masuk. Memang, sebelum berangkat, saya sempat cek di sebuah blog berbahasa Inggris yang menyatakan bahwa turis tidak dipungut bayaran alias free.
Saya tidak percaya bahwa free, tapi saya tidak melihat ada sistem tiket masuk yang jelas di pintu gerbang.
Tapi, begitu kami melangkah masuk, petugas memanggil ke pojok dan menyodorkan tiket seharga Rp 100 ribu. Tiket itu termasuk minuman dan pisan goreng.
“Apakah turis bayar seratus ribu juga?” saya bertanya. Petugas mengatakan turis bayar, tetapi dia tidak menyebutkan berapa harga tiket untuk bule. “Untuk tamu, kami ada kerja sama dengan hotel,” tambahnya singkat.
Di tangan petugas tiket terdapat kartu plastik berisi nomor yang diberikan untuk turis asing. Seorang pemandu wisata mengatakan turis asing memang gratis karena diharapkan turis berbelanja, membeli kopi sebagai kompensasi tiket.
Entah bagaimana sebenarnya karena belum tentu setiap turis belanja.
Terlepas dari soal tiket, agrowisata ini memang populer. Saya sempat cek di situs TripAdvisor (21 Juli 2015), ternyata banyak komentar tentang Bali Pulina yang bagus. Tempat ini mendapat rating 4,5 dari lima points. Dari 146 reviewer, terhitung 81 mengatakan excellent dan 51 very good. Hanya 4 yang memberikan ‘terrible’ alias buruk.
Tempat ini mendapat rating 4,5 dari lima points. Dari 146 reviewer, terhitung 81 mengatakan excellent dan 51 very good. Hanya 4 yang memberikan ‘terrible’ alias buruk.
Kopi dan Lubak
Begitu masuk ke arena Bali Pulina, pengunjung bisa melihat pohon kopi dan coklat. Ada juga beberapa lubak (penghasil kopi luwak) dalam kerangkeng. Di halaman, terdapat kopi mentah yang dijemur.
Di bangunan kecil seperti dapur, ada petugas tua menyanyah atau menyangrai (menggoreng tanpa minyak) kopi dengan api dari kayu bakar. Di sebelahnya ada alat penumbuk kopi dan sidi (penyaring).
Turis bisa mencoba menumbuk, dan merasakan dengan meraba halusnya kopi serbuk.
Turis yang berkunjung mendapat pemandangan proses pembuatan dan penumbukan kopi sampai menjadi bubuk siap diseduh. Ada juga beberapa kerangkekng lain berisi beberapa lubak. Di sebelah lubak ada buah kopi merah yang akan dimakan lubak dan dikeluarkan dalam kotorannya.
Itulah proses terbuatnya kopi luwak.
Testing Kopi dan Pisang Goreng
Setelah berkelok melihat kebun kopi dan coklat serta tanaman hias lainnya, beberapa nyiur, kami akhirnya tiba di ruang seperti warung. Di sana petugas meminta tiket untuk ditukarkan dengan kopi testing dan pisang goreng.
Penyajian kopi testing memang khas dan menarik. Ada delapan cangkir keramik kecil (sloki) yang berisi delapan jenis minuman berbeda, mulai dari coklat, teh ginger, kopi ginger, dan kopi Bali. Kedelapan sloki kopi dan teh itu ditaruh dalam sebilah kayu berlekuk, berjejer, seperti pemegang.
Lalu-lalang pelayan membawa sebilah papan berisi sloki minuman merupakan pemandangan tersendiri.
Untuk testing, kopi luwak tidak termasuk. “Nanti bisa dipesan gratis di luar yang di-testing,” ujar pelayan ramah. Sepiring pisang goreng yang berpemanis madu juga dihidangkan bersama testing. Lezat sekali.
Akhirnya kami memesan kopi luwak dan kopi jahe (ginger). Keduanya sedap sekali.
Yang membuat minum kopi menjadi asyik adalah suasana warung di perkebunan dan pemandangan indah mempesona di lembah dan di seberang warung.
Yang membuat minum kopi menjadi asyik adalah suasana warung di perkebunan dan pemandangan indah mempesona di lembah dan di seberang warung.
Di sekitar warung suasana hijau, banyak pepohonan. Di seberang lembah, ada sawah berundak, yang mirip indahnya dengan sawah di Ceking.
Duduk di warung kopi Bali Pulina kurang lebih seperti duduk di restoran atau kafé di Ubud, dengan pemandangan nyiur melambai, alang-alang hijau, atau sungai yang damai.
Bedanya, di Bali Pulina hanya ada kopi, tidak ada hidangan lain. Suasananya alami, memang sedikit kurang ‘wah’ dibandingkan restoran beneran.
Mahal, Tapi Asyik
Nilai tiket masuk Rp 100 ribu awalnya terasa mahal, tapi akhirnya ‘terbayar’ oleh minuman dan keasyikan menikmati pemandangan. Sebagai perbandingan, harga secangkir minum kopi di restoran di Kuta atau Mall Bali Galleria adalah Rp 34 ribu, lalu sekeping snack/kue sekitar Rp 25 ribu.
Dengan perbandingan itu, harga testing kopi, pisang goreng, dan kopi pasca-testing bisa total mencapai Rp 75 ribu, sehingga harga tiket masuk jatuhnya hanya Rp 25 ribu, cukup wajar. Parkir kendaraan tidak dikutip lagi.
Pengunjung yang datang dengan anak-anak, pihak Bali Pulina menyediakan tempat aktivitas anak-anak seperti menggambar atau main gamelan bambu atau angklung.
Foto-foto
Ketika kami datang, ada sekitar 75 turis dating dan pergi, minum kopi sambil menikmati pemandangan indah dan tentu saja foto-foto dari segala sudut.
Di depan warung tempat kami duduk, ada panggung kayu yang disebut dengan Kembang Kopi Stage, terbuat dari kayu dipancang dari lembah.
Panggung ini cukup luas, lancip seperti dek perahu. Daya tampung panggung kayu itu 20 orang, tertulis jelas di pintu masuk. Ini peringatan bagus, untuk safety.
Dari panggung ini pemandangan tampak lebih indah, menoleh ke bawah lembah atau ke seberang sawah dan bukit hijau.
Andaikan saja di Bali Pulina ada restoran dengan banyak menu pilihan, mungkin bisa menjadi alasan untuk datang ke tempat yang indah ini lebih dari sekali.
Ada juga panggung lebih kecil, di depannya. Di tempat ini turis asyik berfoto-foto, berselfie ria di era ramainya media sosial. Sayang sekali kami datang sore hari sehingga foto menjadi backlight.
Datang pagi hari, pasti lebih asyik foto-fotonya. Asyik pula, minum kopi pagi di alam penuh pesona, sajian khas Bali Pulina. Hanya saja, tidak ada alasan kuat untuk datang kedua kalinya tanpa alasan khusus.
Andaikan saja di Bali Pulina ada restoran dengan banyak menu pilihan, mungkin bisa menjadi alasan untuk datang ke tempat yang indah ini lebih dari sekali. Hanya saja, apakah tamu yang hendak makan harus bayar tiket masuk Rp 100 ribu? [b]
Tulisannya bagus dan lengkap sekali pak. Mohon izin saya sadur dan saya pakai referensi sedikit untuk blog saya juga.
Untuk tiket Rp. 100ribu per orang itu saya bisa maklum. Ketika dulu mereka belum memberlakukan tiket pengunjung lokal yang kebanyakan ABG membludak dan tanpa berbelanja. Dan itu jelas menganggu “dagangan” mereka.
Tiket Rp. 100ribu sepertinya cara halus mereka menekan lonjakan pengunjung lokal yang hanya mau masuk dan numpang foto selfi pak.
ada unsur pembelajaran untuk anak2 yg juga menjadi nilai tambah tempat ini. interaksi anak dengan alam plus melihat langsung bubuk kopi di proses secara tradisional, melihat binatang lubak yg mungkin sdh sangat jarang kita lihati plus mencoba kupi lubak itu sendiri 😀 #tulisan keren
ikutan copy dan share pak , bagus artikelnya , sy minta ijin copy ya di web sya , nanti sy cantumkan untuk penulis
Untuk anak 8 thn apa free atau ada harga khusus? Saya mau kesana akhir tahun
tidak ada harga khusus. jika beruntung bisa dapat gratis.