Dari tangan perempuan-perempuan dengan HIV dan AIDS, lahirlah perhiasan bercahaya.
Nyaris tiap hari Yayasan Dua Hati menjadi bengkel kerajinan produksi Bali Diamond. Mereka memproduksi gelang dan kalung, dua aksesoris yang dijual sebagai dukungan bagi ODHA.
Seperti awal Juli lalu sekitar tiga perempuan berkumpul pagi hari untuk memulai membuat pesanan. Mereka mengeksplorasi bentuk-bentuk baru untuk kalung dan gelang. Salah satu perempuan membawa dua anaknya bekerja. Anak laki dan perempuan ini bermain sambil menemani ibunya.
Bengkel kerja ini hanya sebuah ruangan ukuran sekitar 40 meter persegi memanfaatkan ruang rapat lembaga swadaya masyarakat (LSM) penanggulangan AIDS di Bali yang dulunya bernama Yayasan Hatihati itu. Para pengerajin duduk lesehan merangkai serta mendiskusikan model apa yang paling disukai dan bagaimana mereka menggenjot hasil penjualan.
Setahunan ini, mereka membuat gelang dan kalung yang dirangkai dari manik-manik warna warni. Namun Bali Diamond membuka pintu jika ada peluang lain untuk produksi jenis atau model lain.
“Pilih bikin gelang monte Jepang ini karena kebetulan ada kawan yang bisa ngajarin dan spesialisasinya di sana. Semua orang bisa memasarkan,” kata Yurike Fernandus, perempuan 41 tahun yang sudah lebih 5 tahun terbuka dengan status dan kehidupannya ini.
Saat ini, produk Bali Diamond lebih banyak dititip ke teman yang punya butik dan pameran-pameran. Jualan online lewat web DuahatiBali.org lewat page artshop komunitas. “Ini semua kita belum pernah mengerjakan, selama diberi kepercayaan Tuhan kita bisa dan mampu kenapa tak terus maju?” seru Yoke, panggilannya optimis.
Membagi Beban Hidup
Soal optimisme ini tak pernah hilang dari rona wajah Yoke. Bisa dibilang saat ini, dialah perempuan yang paling aktif berkampanye pencegahan dan ikut mengadvokasi kasus-kasus diskriminasi pada ODHA tanpa harus bekerja di lembaga terkait HIV/AIDS. Misalnya jika ada anak-anak yang didiskriminasi oleh sekolah. Ia memiliki sejumlah cerita soal ini di Bali.
“Saya ingin membagi beban hidup dengan membuka status positif HIV,” katanya.
Virus ini ditularkan oleh suaminya yang tentara dan baru diketahui setelah meninggal. Anak bungsunya juga tertular HIV karena ketika hamil belum mengetahui statusnya. “Saya harus bertahan untuk ketiga anak laki-laki saya. Ini bukan kesalahan saya kenapa malu, kenapa menanggung beban sendiri?” tanyanya.
Kisah hidup Yoke dan anak ketiganya ini diadopsi jadi naskah film berjudul Nada untuk Asa. Semua penjualan tiket disumbangkan ke RS Saint Corolus oleh Keusukupan Agung Jakarta yang menjadi salah satu pemodal film yang dirilis Februari lalu.
Para pejabat TNI mengundang Yoke setelah melihat film ini karena melibatkan salah satu prajurit. Sampai kini, Yoke sendirian mengasuh tiga anak laki-lakinya dan baru saja merayakan Galungan di rumah mendiang suaminya.
Sebelum mengelola Bali Diamond, para perempuan positif HIV di Bali membuat pesanan gelang dengan nama 100 biji kebaikan. Mary Fisher, aktivis terkenal dari Amerika Serikat yang juga ODHA, mencari teman-teman yang positif. Saat itu Yoke Koordinator Provinsi Bali Ikatan Perempuan Positif Indonesia (IPPI). Mary yang berkampanye lwat gelang ini menginginkan legalitas seperti lembaga.
Lalu produksi atas nama Yayasan Dua Hati. Semua bahan dan modal pembuat gelang dikirim Mary termasuk melatih pengerajin selama 4 hari. Gelang 100 biji kebaikan ini tak boleh dijual bebas hanya berdasar pesanan yang dikelola Mary.
Setelah pesanan gelang berkurang, sementara para pengerajin kadung berkumpul, mereka ingin terus bekerja. Lahirlah gelang dan kalung jenis baru dengan merk dan nama kelompok Bali Diamond ini.
“Karena yang kerja perempuan semua saya merasa mereka seperti diamond yang harus dijaga,” ujar Yoke.
Monte-monte dari Jepang dirangkai model rempel dengan kombinasi warna. Ada yang hitam dan putih, putih biru, dan lainnya. Harga gelang dan kalung berkisar Rp 20-150 ribu sesuai jumlah bahan baku terpakai. Produksi tergantung kemampuan pengerajinnya. Yang aktif berproduksi, akan mendapat upah lebih banyak.
Namun kelompok pengerajin ini seperti sebuah kelompok dukungan sebaya. Saling membagi informasi tentang obat antiretroviral (ARV) yang harus dikonsumsi tiap hari untuk membatasi pertumbuhan virus, pendidikan anak-anak mereka, dan optimisme.
Salah satunya bisa terus berkarya dan bersaing melalui Bali Diamond yang juga bisa dilihat produknya di instagram melalui akun “Duahatibalishop”. Upaya untuk mengasah para berlian ini untuk tetap bercahaya. [b]