Air setinggi lutut orang dewasa itu mengalir deras.
Pagi ini, saya terpaksa berbalik arah, mencari jalan lain agar tidak masuk ke air kecoklatan itu. Padahal, hampir tiap pagi saya melewati gang di Jalan Gatsu I Denpasar Utara tersebut untuk berangkat kerja dan mengantar anak sekolah.
Tapi, ternyata tak cuma di gang tersebut. Di ujung Jalan Gatsu I Denpasar pun sama saja. Ujung jalan selebar kira-kira 6 meter ini pun penuh dengan air setinggi lutut orang dewasa.
Hujan deras hanya sekitar 15 menit di Denpasar pagi ini sudah membuat jalan tersebut serupa sungai meskipun hanya di bagian ujung.
Kejadian banjir, atau bahasa halusnya genangan air, kerap terjadi di sebagian Denpasar lima tahun terakhir. Nyaris tiap kali terjadi hujan deras, beberapa tempat di kota ini pun segera kena banjir meski hanya sebentar.
Seingat saya, selama saya tinggal di Bali sejak 17 tahun lalu, banjir seperti itu amat jarang terjadi sebelumnya. Tapi, sekarang nyaris tiap tahun ketika musim hujan datang.
Banjir-banjir kecil ini, menurut saya, sebenarnya sebuah pertanda. Kota ini, termasuk Bali bagian selatan pada umumnya, perlu penataan lebih serius. Agar air hujan yang sebenarnya berkah tersebut tak kemudian berbalik jadi musibah.
Sayangnya, tanda-tanda tersebut sepertinya tak terlalu dibaca pemimpin di negeri ini. Salah satu yang paling mutakhir adalah kebijakan Gubernur Bali yang memberikan izin rencana reklamasi di Teluk Benoa, Kuta Selatan, Kabupaten Badung.
Seksi
Sebelum lanjut soal kira-kira bagaimana dampak reklamasi Teluk Benoa nanti, mari kita pelajari dulu betapa seksi Teluk Benoa ini. Secara ekonomis, Teluk Badung ini memang daerah sangat strategis. Teluk Benoa merupakan titik temu dari tiga kawasan pariwisata ternama di Bali: Sanur, Kuta, dan Nusa Dua.
Sanur bisa disebut sebagai perintis pariwisata di Bali. Sejak tahun 1960-an, tempat ini menjadi tujuan turis-turis mancanegara maupun domestik. Hingga saat ini Sanur masih menjadi salah satu pusat pariwisata Bali.
Adapun Kuta, sejak 1970-an terus berkembang hingga sekarang menjadi ikon pariwisata Bali. Kuta adalah tempat tujuan utama turis-turis domestik dan mancanegara. Jalan-jalan ke Bali tanpa ke Kuta, bagi sebagian besar turis lokal akan hambar terasa. Kuta masih jadi magnet utama pariwisata Bali.
Lalu, Nusa Dua adalah pusat konvensi utama di Bali. Berbagai pertemuan penting baik skala nasional maupun internasional diadakan di sini. Nusa Dua adalah pusat pariwisata konvensi ternama di Indonesia, bahkan mungkin di Asia Tenggara.
Teluk Benoa, secara administratif masuk wilayah Kabupaten Badung dan Kota Denpasar, dua daerah terkaya di Bali. Teluk ini pun persis berada di seberang Bandara Ngurah Rai, Pelabuhan Benoa, dan kini dilewati jalan tol di atas laut pertama di Bali. Intinya, Teluk Benoa adalah daerah menggiurkan dari sisi geografis maupun ekonomis.
Maka, berbagai investor yang memuja ekonomi pun mengincarnya. PT Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI), milik taipan Tommy Winata, termasuk satu di antaranya. Mereka ingin membangun fasilitas pariwisata mewah di teluk ini.
Tapi, Teluk Benoa bukanlah daerah untuk dieksploitasi. Secara ekologi, daerah ini merupakan rumah dari berbagai ekosistem seperti hutan bakau, padang lamun, ikan, terumbu karang, dan lain-lain.
Secara legal, ada aturan-aturan yang melindungi kawasan ini sebagai daerah konservasi dan tidak boleh dieksploitasi. Misalnya Peraturan Presiden (Perpres) No. 45 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan (Sarbagita). Menurut Perpres ini, perairan Teluk Benoa merupakan Kawasan Konservasi Perairan.
Menurut UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Teluk Benoa juga salah satu jenis Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Toh, dengan berbagai cara, PT TWBI memaksakan niat mengubah kawasan ini menjadi daerah eksploitasi untuk pariwisata. Mereka akan membuat fasilitas pariwisata berkelas dunia serupa Walt Disney. Ada lapangan golf, perumahan elite, pelabuhan, mall, dan seterusnya.
Meskipun ditentang banyak kelompok warga di Teluk Benoa sendiri ataupun masyarakat lain, nyatanya niat mereklamasi Teluk Benoa demi pembangunan fasilitas pariwisata itu tetap berlanjut.
Berkaca
Ketika para aktivis dan warga terus bersuara menolak rencana reklamasi itu, alam pun seperti turut bersuara. Mereka memberikan peringatan kepada Bali. Bahwa reklamasi itu bisa mengancam Bali di bagian selatan.
Apakah ini berlebihan? Mari lihat fakta-fakta berikut untuk berkaca.
Banjir bandang terjadi di Manado pekan lalu. Banjir ini menenggelamkan kota di tepi pantai Laut Sulawesi tersebut. Sekitar 40 ribu warga terpaksa mengungsi.
Salah satu penyebab banjir bandang di Manado tersebut adalah reklamasi di Pantai Manado.
Banjir bandang di Manado, terjadi bersamaan dengan banjir di Jakarta yang memang langganan tiap tahun. Tahun ini, banjir membuat kerugian hingga ratusan miliar rupiah per hari. Salah satu penyebabnya, pendangkalan di hulu.
Tentu banyak penyebab lain banjir di Manado dan Jakarta. Tapi, bagi saya, dua hal tersebut amat relevan menjadi contoh bagi Bali, reklamasi pantai dan pendangkalan di hulu. Dua hal itu yang akan terjadi di kawasan Teluk Benoa dan sekitarnya jika reklamasi terjadi.
Mari kita lihat satu per satu.
Jika rencana PT TWBI tetap dilaksanakan, maka kawasan Teluk Benoa akan direklamasi hingga seluas kira-kira 838 hektar. Kawasan yang semula berupa teluk ini, di mana air bisa mengalir bebas, kemudian akan direklamasi dengan pasir yang dikeruk dari daerah Sawangan, sisi selatan Bali.
Logika saja, jika kemudian teluk ini direklamasi, maka ke mana air-air di sana akan mengalir? Bukankah sudah hukum alam, air akan menghancurkan apapun yang membendungnya. Air mengalir harus disalurkan, tidak hanya ditahan.
Masalahnya, air di Teluk Benoa ini datang dari mana-mana. Teluk ini bagian dari apa yang disebut kawasan Prapat Benoa seluas 1.373,5 hektar. Kawasan ini menjadi tempat berakhirnya aliran sungai-sungai besar maupun kecil di daerah Bali selatan. Teluk Benoa adalah hulu bagi sungai-sungai tersebut.
Secara alamiah, Teluk Benoa adalah reservoir atau tempat penampungan bagi daerah-daerah sekitarnya. Karena masih ada Teluk Benoa, air hujan di Nusa Dua, Tuban, Kuta, Denpasar, dan sekitarnya tidak menggenang dan menjadi banjir dalam skala besar.
Menurut kajian Conservation International (2013) yang mengutip data dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Unda Anyar, Teluk Benoa menampung air dari lima sungai besar yaitu Tukad Unda, Tukad Mati, Tukad Sama, Tukad Tuban, dan Tukad Bualu. Sungai-sungai ini melewati daerah di sekitarnya seperti Bualu, Denpasar, Jimbaran, dan sekitarnya.
Selain sungai-sungai yang bermuara langsung di dalam teluk, terdapat lagi beberapa sungai yang mempengaruhi Teluk Benoa sisi luar bagian utara. Sungai-sungai ini berasal dari alur rawa. Mereka adalah Tukad Loloan, Tukad Ngenjung, Tukad Punggawa, dan Tukad Buaji. Ada pula kanal-kanal kecil ke arah teluk ini.
Di sisi lain, Teluk Benoa pun daerah pasang surut bagi air laut. Air pasang di kawasan ini berasal dari Selat Badung dan Samudera Hindia. Pasang surut ini terjadi tiap dua hari sekali.
Karena itulah, menurut kajian CI, jika reklamasi Teluk Benoa tetap dilakukan, maka akan terjadi penggenangan dan banjir di sekitar Teluk Benoa. Logikanya, jumlah air masuk akan lebih banyak, atau setidaknya sama, namun tempat untuk menampung air justru berkurang. Sebagian air pun akan menggenangi daerah sekitarnya yang mempunyai topografi rendah.
Maka, waspadalah daerah dengan topografi seperti Sanur Kauh, Suwung Kangin, Pesanggaran, Pemogan, Simpang Dewa Ruci, Bandara Ngurah Rai dan Tanjung Benoa.
Menunggu
Baiklah, mari kita sederhanakan semua fakta di atas. Teluk Benoa adalah rumah bagi air di Bali bagian selatan bagian selatan. Ada belasan sungai yang berakhir di sini. Teluk Benoa adalah juga tempat terjadinya pasang surut air laut.
Pada musim hujan, air-air dari hilir menjadi lebih banyak. Berlimpah karena sawah-sawah sudah musnah berganti menjadi perumahan maupun fasilitas pariwisata. Air-air tersebut mengalir menuju Teluk Benoa melewati daerah-daerah penting seperti Denpasar, Jimbaran, Kuta, dan seterusnya.
Karena itu, reklamasi di Teluk Benoa akan membuat kawasan ini tidak lagi menjadi rumah bagi air-air yang mengalir ke hilir tersebut. Maka, jika itu terjadi, air tak akan lagi mengalir. Mereka kemudian akan melimpah di kota-kota, menghanyutkan pemiliknya.
Bisa jadi itu ketakutan berlebihan. Tapi, alam toh sudah memberikan tanda-tanda bagi kita semua seperti di Manado dan Jakarta. Bahwa alam punya cara tersendiri ketika kita mengorbankan mereka demi keserakahan manusia. Dan, biasanya, manusia menyadari itu baru setelah mereka menjadi korban.
Jadi, apakah kita hanya diam ketika alam akan dikorbankan sementara kita sadar bahwa anak cucu kita yang kemudian akan jadi korban? [b]
Saya sebagai warga jakarta juga menolak rencana reklamasi 17 pulau yang direncanakan jokowi-ahok serta turut prihatin dengan izin reklamasi teluk benoa oleh gubernur bali.
Saya sebagai penerus bali sungguh tidak rela jika generasi berikut jadi korban……….. pak MP harus rela mati demi rakyat ………. hancurkan PT TWBI
saya harap uu yang mengatur segala kekayaan alam diatur oleh negara diperjelas lagi….. dengan mengisi negara indonesia. karena saat ini kekayaan alam negara dikelola oleh negara (negara tetangga)
Tolak Reklamasi !
apa hubungan banjir yang terjadi dengan reklamasi??
menurut saya, banjir yang terjadi lebih disebabkan karena perubahan tata guna lahan disekitar DAS dan adanya pelanggaran sempadan sungai sehingga sungai semakin menyempit. yang perlu diperhatikan ialah pemerintah harus menindak tegas pelanggar batas sempadan sehingga nantinya ada ruang bagi sungai dalam menjalankan fungsinya.
koreksi data diatas, tukad UNDA tidak bermuara di teluk benoa….