Keberadaan hutan bakau di pesisir memberikan manfaat yang banya bagi kehidupan masyarakat. Dan hal ini sering di bahas oleh berbagai media baik media elektronik maupu cetak. Dan kerusakan hutan bakau oleh manusia atau komunitas yang berada di pesisir, sudah terjadi di Indonesia. Di mulai dari di tahun 1980-an, pembabatan hutan ini dikerenakan adanya pengalih fungsian hutan. Dimana yang sebelumnya area hutan di jadikan area tambak. Yang ketika itu harga udang sedang bagus. Hal serupa terjadi juga di pulau Dewata Bali, banyak area hutan bakau di kawasan pesisir selatan Bali.Memang benar hasil yang diperoleh dari pembuatan tambak ini bagus dan benguntungkanan. Hal ini diperoleh dari hasil panen udang yang bagus. Namun hal ini tidak berlangsung dengan lama, Beberapa tahun penghasilan tambak menurun, hal ini disebabkan oleh semakin berkurangnya kehidupan biota yang ada di kawasan tambak.
Namun berbeda dengan yang terjadi di kawasan hutan bakau di Tuban yang di kelola oleh kelompok nelayan Wanasari Tuban Badung. Di Tahun 1970-1980 terjadinya penebang hutan bakau yang dilakukan masyarakat sekitar. ” Penebang kayu bakau ini dimanfaatkan sebagai pembuatan arang dan sebagai kayu bakar untuk pembuatan kapur. Dan di tahun 1980 terjadi penghentian penebangan hutan bakau, disebabkan oleh pembukaan bandara Ngurah Rai sehingga membutuhkan tenaga kerja yang banyak,” kata Agus Diana selaku sekretaris dari kelompok nelayan Wanasari Tuban Badung. Dan penduduk sekitar beralih profesi menjadi pekerja disana.
Penanaman bakau kembali dilakuan oleh kelompok ini, untuk wilayah atau area lahan yang kosong. Yang diawali dari penanaman dari swadaya penduduk pesisir sendiri. Dan di tahun 2012 diakan penanaman secara besar-besaran oleh masyarakat dan melalui pemangajuan proposal ke BUMN Pertamina. Melalui Corporate Social Responsibility (CRD) milik Pertamina menyetujui prosposal yang diajukan. Dengan dana yang diperoleh kelompok nelayan Wanasari Tuban menanam kembali hutan bakau yang rusak.
“Bibit bakau diperoleh dari Tanaman Hutan Rakyat (TAHURA), namun saya merasa kecewa kami harus membayar sekitar Rp 2 ribu per bibit, serta saat itu kami membutuhkan seribu bibit,” kata Agus Sudana di Gazebo yang terletak di pesisir hutan bakau yang dikelola oleh kelompok nelayan ini. Penanaman bibit pohon ini dilakukan oleh warga nelayan dan peserta dari luar,baik dari siswa-siswa sekolah, mahasiswa dan tamu asing.
Pengelolan hutan bakau dari kelompok nelayan Wanasari Tuban ini sebanyak 10 hektar, yang di dalam kawasan ini juga dimanfaatkan untuk keramba tancap untuk menggembukan kepiting yang tentu saja tidak merusak hutan bakau. Kawasan hutan bakau ini terdapat 5 jenis bakau. Jenisnya yang terlihat antara lain Rhizophora mucronata Lam. , Ceriops tagal C.B. Rob. dan Sonneratia alba J. Sm.
Mengenai sampah yang terdapat di hutan bakau ini, yang disebabkan oleh kiriman sampah yang di bawa oleh arus laut atau pun yang disebabkan oleh kegiatan pariwisata. Selama ini hanya di pungut secara manual setiap sebulan sekali melalui kegitaan gotong royong. Dan selama ini sampah yang didapat Cuma di bakar saja. Harapan kedepan dari pihak pengegola daerah ini adalah pengelolaan sampah yang berintergrasi.