Akhir Januari 2016 merupakan puncak kegiatan #BakarIkan.
Bukan sembarang bakar ikan tapi singkatan dari Barter Karya, Informasi, dan Antusiasme Tim Pewarta Warga. Sebagian besar peserta #BakarIkan memang para pewarta warga alumni pelatihan Sloka Institute.
BakarIkan diawali dari Desa Tulamben, Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem pada Sabtu, 30 Januari 2016.
Sekitar pukul 11.30 Wita, Tim Pewarta Warga Tulamben Macan Gersang menjadi tuan rumah pertama kegiatan Pameran dan Barter Karya Pewarta Warga yang diikuti oleh Pewarta Warga Tulamben dan Amed.
Acara ini dilaksanakan di tempat parkir Tulamben, dibuka oleh Koordinator Acara Luh De Suriyani dari Sloka Institute. Acara ini juga dihadiri oleh lembaga Conservation International (CI) Indonesia, BaleBengong, Rumah Intaran, kartunis Bali dan warga sekitar.
Acara dilanjutkan dengan sambutan dari Perbekel Tulamben, I Nyoman Ardika Sp.d. Beliau mengapresiasi acara warganya untuk nantinya bisa mengembangkan potensi desanya agar lebih baik dan dapat meningkatkan sumber daya alam maupun manusia di desanya sendiri.
Untuk itu, beliau mengajak semua lapisan masyarakat bersama-sama menjaga melestarikan desanya, baik dari segi kebersihan maupun keamanan. Dia juga berjanji akan memberikan dana untuk menanggulangi sampah dan akan mengusulkan lampu penerangan jalan.
Selanjutnya, acara diisi dengan ramah tamah dan minum secangkir tuak dengan Gula Aren. Kami menutupnya dengan makan siang.
Setelah pameran, kami jalan-jalan (melali) ke Rumah Pohon yang berjarak sekitar 3 km dari pantai. Letaknya di kaki Gunung Agung.
Hangat
Pada malam harinya, kegiatan dilanjutkan di Desa Purwakerti, Kecamatan Abang. Dalam kegiatan yang dimotori Sloka Institute, hadir para pewarta warga dari Tulamben dan Amed.
Sesampainya di Desa Purwakerti, kami disambut hangat oleh Kepala Dusun. Acara dilanjutkan dengan kemah dan bakar ikan bersama.
Acara malam kemah diisi hiburan Oleg Panyembrahma, joged dan Drama Sendratari Rama Sinta Disko. Acara seni ini disaksikan oleh warga sekitar dengan lakon Sinta Pelaibang Rahwana. Drama tersebut diperankan oleh Pewarta Warga Amed Sing MedMed dan Sekaa Teruna -Teruni. Setelah selesai acara hiburan dilanjutkan dengan pemberian hadiah dan pengumuman empat karya terbaik Pewarta Warga.
Keesokan harinya, setelah sarapan, kami mengikut senam bersama untuk menghilangkan capek. Intrukturnya dari Tim Pewarta Warga Amed.
Sekitar pukul 09.30 Wita rombongan berangkat menuju tracking Bukit Batu Emas di Desa Purwekerthi. Jauhnya kurang lebih dua jam perjalan yang dikomando Kepala Dusun.
Dalam perjalan menaiki bukit, rombongan sudah terlihat sedikit kecapekan dengan menyusuri jalan setapak cukup curam dan terjal. Rombongan pun beristirahat untuk menghilangkan lelah dengan foto selfie.
Dalam setengah pendakian tidak sedikit yang berguguran alias tidak bisa melanjutkan pendakian. Beberapa orang ada yang bilang capek banget.
“Lutut saya tidak mau jalan..”
“Aku tidak mampu lagi, Bro..” cetus beberapa pendaki.
Dalam rombongan ini juga ada peserta dari anak-anak yang bernama Bani dan Satori yang begitu bersemangat bersama kedua orang tuanya namun akhirnya juga tidak bisa melanjutkan perjalanan.
Made Iwan Dewantama dari CI Indonesia mengatakan dalam pendakian ini kita tidak mencari pemenang tetapi sejauh mana manusia mampu mengenali alam beserta isinya. Sebab, kata Iwan, alam merupakan tempat bertumbuh, berkembang biak semua mahluk hidup.
Maka dari itu sayangilah alam. Jangan hanya dieksploitasi besar-besaran dengan memanfaatkan kekuasaan dan mencari duit semata. Beberapa peserta pun berteriak, ”Tolak Reklamasi!!”.
Perjalanan dilanjutkan sambil memungut sampah plastik yang berserakan di jalan.
Memasuki pemukiman warga kita dapat melihat hasil pertanian dari warga. Mereka hanya mengandalkan hasil bertani dari jagung dan kacang tanah. Itu pun panennya setahun sekali. Tak banyak juga warga peternak sapi.
Ada warga yang membuat anyaman dari daun lontar. Biasanya mereka membuat tikar kecil dan ingka. Tidak hanya itu, menurut Kelian Dusun, warga di sini juga terkendala air bersih. Menurut bapak keliang dusun sebenarnya di puncak bukit terdapat sumber mata air yang biasa dikonsumsi warga sekitar.
Karena sudah siang dan rasa lapar terus menghantui akhirnya perjalanan pendakian ke sumber mata air tidak dilanjutkan.
Dalam perjalanan turun bukit kami melalui jalan pintas. “Nanti kita ketemu sumber air,” imbuhnya.
Rombongan pun bergegas pamit dan melanjutkan turun. Jalan yang dilalui cukup berat, curam dan banyak nyamuk. Namun, semua itu terbayar lunas begitu kami sampai di tempat yang diberitahukan Kelian Dusun.
Suasananya cukup tenang dengan gemericik air tanda kehidupan. Aura mistis terasa kuat di tempat ini semua itu terlewati berkat doa kita mohon keselamatan.
Dalam perjalan pulang menuruni bukit, akhirnya kami menemukan alam terbuka dengan rerumputan hijau, udara segar, bentangan laut, luas bukit yang berlekuk-lekuk. Alam seperti menampakkan keramahannya dengan pemandangan alam sangat eksotik.
Rasa lapar pun tertahankan.
Di akhir #BakarIkan, kami sampai di tempat pelelangan ikan (TPI) yang mangkrak. Di sana kami menutup acara dengan makan siang. Selesai makan siang, rombongan pun pamit kepada bapak kelian dusun dan warga sekitar atas sumbangsihnya memberikan izin dan tempat atas terlaksananya kegiatan BakarIkan.
Semoga apa yang kami lakukan bermanfaat untuk kita semua. [b]