Patut kita (anak-anak Indonesia) berterima kasih karena atas perjuangan pendiri bangsa dan negara kita, (the founding father and mother), sehingga bangsa dan negara Indonesia berhasil dibangun berdasarkan semangat persatuan dan perjuangan dari berbagai elemen masyarakat yang heterogen.
Berterima kasih merupakan salah satu wujud dari penghormatan anak-anak Indonesia terhadap setiap perjuangan pendiri bangsa dan negara. Hal ini sekaligus sebagai komitmen untuk merawat bangsa dan negara menjadi lebih baik. Kemerdekaan Indonesia sejak 17 Agustus 1945 kiranya tidak dipandang sebagai perjuangan yang telah selesai. Sebab kemerdekaan adalah perjuangan yang belum selesai.
Maka dari itu, kemerdekaan harus dipandang sebagai jembatan untuk membuat perubahan-perubahan ke arah yang lebih baik.
Perjuangan belum selesai
Kemerdekaan Indonesia sebagai perjuangan yang belum selesai, kiranya dapat dibuktikan dengan masih banyaknya persolan yang terjadi dan belum bisa diselesaikan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Salah satunya adalah polemik kebhinekaan.
Mengapa harus kebhinekaan? Sebab, kebhinekaan itu sendiri dapat menciptakan 2 (dua) potensi peristiwa. Pertama, kebhinekaan dapat menciptakan semangat persatuan, sehingga integrasi bangsa dan negara tetap terawat. Potensi ini hanya akan terjadi, apabila setiap elemen masyarakat yang berbeda suku, agama, ras, budaya, dan pilihan politik dapat saling menghargai dan menghormati satu dengan yang lainnya.
Kedua, kebhinekaan dapat menciptakan konflik sosial kemasyarakatan maupun konflik vertikal dalam pemerintahan, sehingga dapat mengancam integrasi bangsa dan negara Indonesia. Potensi ini akan terjadi, apabila setiap elemen masyarakat yang heterogen tersebut, tidak saling menghargai dan menghormati setiap perbedaan yang ada.
Jika kita menilik ke belakang maka sejarah akan menyadarkan kita, bahwa kebhinnekaan itulah yang merupakan fondasi, sehingga bangsa dan negara Indonesia dapat berdiri sampai saat ini. Oleh karena itu lahirlah semboyan, bhinneka tunggal ika.
Dalam negara heterogen diperlukan tujuan dan ideologi yang sama. Jika kita tidak memiliki hal itu, maka akan sulit menjaga keberagaman di bumi pertiwi. Perlu kita pahami bahwa seluruh nusantara bersatu karena ada kesamaan tujuan dan kesepakatan ideologi bangsa yang merangkul keberagaman yang ada.
Kebhinnekaan: Jantung Indonesia
Penulis mengibaratkan kebhinnekaan Indonesia seperti jantung yang bekerja memompa darah ke seluruh bagian tubuh agar subyeknya (Indonesia) dapat hidup sehat dan kuat. Oleh sebab itu, apabila jantung Indonesia terserang penyakit (intoleran, rasisme, diskriminasi dll) maka Indonesia akan menjadi bangsa dan negara yang hidupnya tidak sehat dan tidak kuat. Oleh sebab itu, sewaktu-waktu akan “sakit” (terjadi perpecahan) jika tidak dirawat dengan baik. Maka dari itu, untuk mencegah hal tersebut maka perlu mengkonsumsi “makanan-makanan” yang sehat pula, yakni saling menghargai dan menghormati setiap perbedaan yang ada.
Pemilu, Pendidikan dan Penjaga Kebhinnekaan
Bukan menjadi hal baru lagi bagi rakyat Indonesia untuk mengetahui, bahwa pemilu sering dimanfaatkan untuk memunculkan isu-isu intoleran. Maka politik Machiavelisme (menghalalkan segala cara) sangat mungkin terjadi dalam kontestasi pemilu. Apalagi di era melek teknologi saat ini, tentu isu-isu tersebut akan sangat mudah disebar. Oleh sebab itu, tidak heran kalau Indonesia saat ini diserang oleh banyaknya berita hoax.
Melihat peristiwa-peristiwa tersebut maka masyarakat membutuhkan pengetahuan dan pola pikir yang baik untuk dapat mencegah hal tersebut bisa terjadi. Hal itu tentu dapat kita peroleh melalui pendidikan, baik formal maupun informal.
Pendidikan merupakan senjata untuk melawan anti-toleransi. Peran pendidikan bukan hanya untuk sekedar tahu dan memahami suatu materi atau persoalan. Tan Malaka pernah berkata, “tujuan pendidikan itu untuk mempertajam kecerdasan, memperkukuh kemauan serta memperhalus perasaan”. Pendidikan tentu sangat berpengaruh terhadap setiap pembentukan karakter maupun tindakan yang akan diambil oleh setiap individu maupun kelompok masyarakat.
Selain itu, pendidikan juga diperlukan untuk mencegah tercemarnya pola pikir individu atau kelompok masyarakat dari paham-paham yang menyesatkan. Di mana, sewaktu-waktu bisa melakukan tindakan-tindakan yang dapat mengancam keberangaman.
Eksistensi dan keterlibatan para pendidik, yakni keluarga, tokoh-tokoh masyarakat, tokoh-tokoh agama, tokoh-tokoh bangsa, guru, dan organisasi keagamaan, serta kepala negara sebagai penjaga kebhinnekaan (guard of diversity) sangat diperlukan untuk menjadi teladan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Mengapa demikian? Karena dalam fenomena polemik kebhinnekaan yang hangat terjadi saat ini maka bangsa Indonesia membutuhkan panutan.
Harapannya dapat menjadi magnet yang kuat, sehingga jarum kompas dapat mengarah ke arah bhinneka tunggal ika yang lebih baik. Penulis mengatakan bhinneka tunggal ika yang lebih baik karena berdasarkan kesadaran akan realita yang ada, bahwa polemik kebhinnekaan memang tidak dapat dipulihkan secara total tetapi dapat diminimalisir. Ketika polemik kebhinnekaan dapat diminimalisir maka kelompok-kelompok yang mengancam kebhinnekaan akan tenggelam dalam lautan mayoritas masyarakat yang bhinneka tunggal ika. [b]
Berbeda juga bisa jadi gangguan kalau jurang pemisah terlalu lebar. Yang kaya terlalu kaya dan yang maha miskin terlalu banyak. Ini bisa dilihat di banyak negara di south anerica. Siapa yang tak ingat che guevara?