Siang hari yang sedikit mendung menjadikan suasana pedesaan semakin sejuk, pada 29 November ini. Disambut dengan suara aliran sungai membuat para pengunjung semakin bersemangat. Sepanjang perjalanan dari area parkir sampai di tempat wisata tidak satupun sampah terlihat. Pemandangan kota dan perkebunan warga juga terlihat dari lokasi yang cukup tinggi.
Wisata air ditemani dengan megahnya pohon besar yang dikenal dengan Gatep Lawas merupakan salah satu obyek wisata yang berlokasi di Pebantenan, Desa Ambengan, kecamatan Sukasada, Buleleng, Bali.
Nama gatep lawas berasal dari 2 kata, yaitu “Gatep” dan “Lawas”. Kata Gatep yang dulunya tempat ini di tumbuhi banyak pohon gatep, dan Lawas yang merupakan nama dari subak yang ada di banjar Pebantenan. Salah satu pengelola obyek wisata gatep lawas, Ketut Nabi mengatakan, “Nama gatep lawas sendiri di ambil dari banyaknya pohon gatep yang dulu tumbuh di area ini, lalu dulu tempat ini merupakan titik berkumpulnya anggota subak desa Ambengan untuk membicarakan masalah pertanian dan perkebunan mereka.”
“Jadi sebelumnya tempat ini merupakan saluran air biasa. Mungkin dulu ada anak-anak muda yang mandi di sini, lalu mereka mengekposnya di media sosial, terlihat lah pohon besar ini yang biasa kita sebut dengan pohon kunyitan,” lanjutnya. Ditambah pemandangan cukup bagus dan airnya yang jernih, banyaklah pengunjung yang datang ke sini. Karena semakin ramai tempat ini pun dikelola oleh desa untuk dijadikan obyek wisata, agar ada penanggung jawabnya.
Untuk menuju gatep lawas dari Kota Singaraja hanya memerlukan waktu kurang lebih 25 menit, dengan menggunakan sepeda motor karena akses jalan sempit. Tetapi sepanjang perjalanan memasuki Desa Ambengan, mata akan ditakjubkan oleh pemandangan perkebunan warga. Untuk jam operasinya di mulai dari 08.00 Wita hingga 17.00 Wita. Beberapa warung telah tersedia menyediakan berbagai jenis makanan hingga minuman.
Harga tiket masuk juga sangat terjangkau, Komang Sumadana atau Pak Ali yang merupakan petugas penjaga tiket mengatakan Rp 10 ribu rupiah untuk orang dewasa, dan Rp 5 ribu untuk anak-anak, ditambah biaya parkir permotor Rp 2 ribu karena sudah disediakan parkir luas, dan jalan menuju lokasi pun jadi lebih dekat. Terkadang ia juga memberi potongan harga dari Rp 5-10 ribu kepada rombongan pengunjung. Pendapatan dari wisata ini akan dibagi menjadi 3 yakni Bumdes, Balai Perhutanan, dan Kemitraan Lingkungan. Digunakan untuk mengembangkan wisata ini
“Sekarang sudah dipasang keramik, perbedaannya sangat terasa, seperti bertambahnya para pengunjung. Sebelumnya hanya berendam dan menikmati pemandangan. Sekarang sudah bisa sambil bermain perosotan juga,” sebut Nabi.
Proses pemasangan keramik ini berjalan kurang lebih semingguan, dengan cara menutup jalur air.
Rintik hujan pun turun tetapi tidak menghilangkan semangat pengunjung untuk menikmati perosotan di gatep lawas, karena di sepanjang jalur air tertutupi oleh rimbunnya dedaunan dari pohon-pohon. “Menyejukkan, walaupun ditemani gerimis hujan, saya dan teman-teman bermain perosotan, tadi juga sempat berbelanja di kantin sini harganya normal tidak terlalu mahal,” kata Arix Wahyudi yang merupakan salah satu pengunjung.
Tidak hanya memamerkan panoramanya, River Tubing juga tersedia di Gatep Lawas. Dengan harga Rp 20 ribu sudah bisa menikmati perjalanan arus air sejauh kurang lebih 600 meter.
“Saya tertarik karena cerita dari teman dan pernah lihat di media sosial. airnya sangat segar tidak terlalu dingin, bisa main prosotan juga karena alasnya sudah dikeramik. Pemandangannya juga buat saya betah, tapi ya gitu, karena masih alami jadi saya kadang melihat serangga, ulat, sampai kelabang,” ujar Nyoman Sukreni pengunjung lain.